Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Mulut-mulut yang meradang di bungur

Hasil penelitiain dokter gigi terhadap akseptor di bungur menyimpulkan pil KB bisa menyebabkan sakit lendir pada mulut. penyebabnya adalah hormon sintetis yang ada dalam pil. (ksh)

24 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH berlangsung satu dasawarsa, kampanye KB sekarang ini agaknya sudah waktunya bergerak ke samping. Selain kreatif menemukan nama untuk masa kampanye, seperti Safari Senyum (sungguh enak dan nyaman untuk masyarakat) yang sekarang sedang berjalan di Jawa Barat dan Sumatera Barat, juga banyak diharapkan adanya penjelasan sekitar kemungkinan pengaruh samping dari berbagai alat kontrasepsi. Beberapa penelitian oleh dokter Indonesia sendiri sudah mendukung ke arah itu. Rum Sudoko dari Surabaya, misalnya, belum lama ini menulis disertasi tentang tidak ditemukannya bukti pil KB bisa membikin kanker. Dan yang terakhir adalah trio dokter gigi dari Jakarta yang dalam penelitian mereka baru-baru ini secara meyakinkan menemukan pil KB sebagai biang keladi terjadinya radang mulut. Dokter gigi Dewi Nurul M., staf pengajar FKG-UI, dan dua sejawatnya (Sri Lelyati dan Yuniarti Syafril) pada mulanya masygul melihat begitu banyak nyonya rumah tangga peserta KB dengan pil yang mengeluh tentang gusi berdarah disertai sakit. Banyak pula yang mengeluh giginya goyang. Lantas dari Maret sampai Juni 1983 mereka mengadakan penelitian di Puskesmas pendidikan milik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia di Kecamatan Bungur, Jakarta. Setelah mengelompokkan akseptor berdasarkan metode KB, mereka memisahkan dan secara khusus meneliti 82 akseptor pil. Sasaran penelitian itu berusia 17 sampai 39 tahun. Riwayat kesehatan mulut para akseptor diselidiki dengan mengajukan rupa-rupa pertanyaan. Mulai dari berapa kali menggosok gigi setiap hari. Kalau pernah memeriksakan gigi, berapa kali setahun. Pernah atau tidak menderita penyakit gigi. Kemudian mereka melakukan pemeriksaan langsung terhadap selaput lendir mulut. Begitu pula dengan jaringan penyangga gigi. Contoh lapisan permukaan gigi yang mengandung sisa makanan dan bakteri juga diambil dan diperiksa. Sebagai pembanding dalam penelitian itu, dipilih 100 peserta KB spiral. "Ternyata alkseptor spiral tidak menunjukkan radang selaput lendir. Sementara 100% akseptor pil mengalami radang selaput lendir dari tingkat ringan sampai sedang. Gigi goyang dijumpai sekitar 20% dari peserta KB pil," kata Devi. Penelitian trio dokter gigi yang memakan biaya Rp 2 juta ini, sebagaimana mereka akui sendiri, baru bersifat pendahuluan. Mereka berjanji akan mengembangkan hasilnya ke masalah-masalah yang lebih spesifik. Tetapi boleh dicatat, seperti yang dikatakan Kasmir Siregar, staf ahli dari BKKBN, penelitian di Bungur itu merupakan yang pertama di Indonesia. Di Barat efek samping itu sudah ramai dibicarakan awal tahun 1970-an. Tetapi jelas tingkat kerusakan selaput lendir mulut di sini jauh lebih tinggi, karena kondisi kesehatan yang lebih rendah. Yang jelas, penelitian di Bungur itu memperkuat penelitian serupa di Mesir tahun 1971 yang menemukan bertambah parahnya kondisi kesehatan mulut kalau orang menelan pil KB. Yang menyebabkan kerusakan selaput lendir mulut itu adalah hormon sintetis yang terkandung dalam pil. Hormon tadi menyebabkan perubahan pada pembuluh darah dan jaring ikat yang mengakibatkan peradangan pada selaput lendir. Seperti yang ditemukan Dewi dan kawan-kawannya di Bungur tadi, wanita-wanita penelan pil menderita gusi yang bengkak memerah. Bisa terjadi perdarahan spontan. Kadang-kadang disertai sariawan yang tak kunjung sembuh. Rendahnya mutu kesehatan mulut sebagai yang ditemukan di Bungur tadi membuat Dewi jadi agak putus asa kalau memikirkan mulut-mulut wanita di desa yang jauh dari jangkauan penyuluhan kesehatan. "Di Jakarta saja efek samping pil KB masih menimbulkan keradangan berat, bagaimana dengan daerah yang pelayanan kesehatannya kurang?" Dewi menggerutu. Dari daerah-daerah yang jauh belum terdengar keluhan mengenai mulut yang nyut-nyutan setelah menelan pil. Atau, seperti yang dikatakan Kasmir Siregar dari BKKBN, penyakit itu tak dihiraukan karena yang ditakutkan adalah kanker. Namun, di Jakarta sudah banyak yang mengeluh kepada dokter. Terutama di Klinik Raden Saleh yang saban hari hingar-bingar oleh wanita-wanita yang berusaha menghindari kehamilan yang tak diharapkan. "Di antara akseptor yang datang ke sini ada yang mengeluh mengenai sariawan yang tak kunjung sembuh," cerita ahli kebidanan dan kandungan, Biran Affandi, di klinik itu. Untuk mengatasi keluhan itu, Biran terpaksa menganjurkan si akseptor untuk menanggalkan ketergantungannya kepada pil dan menggantikannya dengan cara lain. "Baru kemudian efek samping tadi disembuhkan," katanya. Kalangan dokter biasanya menangani keluhan tadi dengan antiseptik lokal berupa obat isap. Kalau radangnya memang berat, dikombinasikan pula dengan antibiotika. Jika hasil penelitian di Bungur itu bisa dianggap cermin dari pemakai pil KB, maka mereka yang mengeluh karena sariawan, gusi meradang dan gigi goyang cukup besar. Menurut catatan dari berbagai rumah sakit di seluruh Indonesia, pemakai pil KB untuk tahun 1982 tercatat 120.000 orang. Pil menempati tempat teratas dari jenis kontrasepsi yang ada. Sambil memuji hasil penelitian 3 dokter dari Fakultas Kedokteran Gigi UJ itu, Kasmir Siregar menjanjikan akan melakukan penelitian lanjutan kalau memang nantinya keluhan sakit mulut ini bertambah menonjol di kalangan peserta KB. "Mungkin juga keluhan semacam ini sudah banyak terdapat di antara para akseptor pil, tetapi karena kesehatan mulut belum menjadi perhatian, keluhan itu diabaikan saja," kata Siregar. Siregar, yang bekerja di biro kontrasepsi BKKBN, menganggap betapa pentingnya penelitian mengenai efek samping dari pil dan alat kontrasepsi lain. Sebab, peningkatan jumlah akseptor akan disertai tuntutan penerangan mengenal efek sampingnya. Pil KB sendiri yang sudah berusia 20 tahun pernah menempuh masa yang mencemaskan. Ketika pil diperkenalkan awal tahun 1960-an, kalangan dokter di seluruh dunia khawatir kalau-kalau obat pencegah kehamilan itu akan menyebabkan kanker payudara bertebar di kalangan wanita pemakai. Karena, kebetulan masa itu ditandai dengan banyaknya korban kanker payudara yang jatuh terutama di kalangan wanita di negara maju. Tetapi, setelah 20 tahun dipakai, ternyata tidak ada bukti pil KB mempercepat wanita kena kanker payudara -- satu penyakit yang jauh lebih berbahaya daripada yang menyerang selaput lendir mulut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus