TIADA hati yang tak gentar saat berada di tepi kematian. Tidak terkecuali hati Randy Jackson, penyanyi yang juga dikenal sebagai juri kontes American Idol. Tubuh yang supertambun, 160 kilogram, membuat Jackson menghadapi setumpuk problem kesehatan, diabetes, hipertensi, dan sejuta komplikasinya. Pilihan baginya hanya ada dua: turunkan berat badan atau mati.
Jackson tak mau mati sengsara digerus penyakit. Ikhtiar pun digelar. Sederet panjang program penurunan berat badan dijalani lelaki 46 tahun ini, dari diet ketat, akupunktur, sampai minum lusinan jenis pil peluntur lemak. ?Apa pun yang ada di bawah matahari,? katanya. Tapi semua jurus perampingan tidak mempan. Tubuh Randy?sang juri yang juga berkecimpung dalam bisnis rekaman musik yang pernah melambungkan nama Madonna, Destiny?s Child, ?NSync, dan Mariah Carey?tetap saja menggembung bagai dilapis balon.
Akhirnya, dengan tekad penuh, saudara Michael Jackson ini menoleh ke alternatif terapi yang cukup menantang nyali. Pertengahan tahun lalu, dia mendatangi Center for Surgical Treatment of Obesity di Carolina Selatan, Amerika Serikat. Randy Jackson memilih bedah pintas lambung (gastric bypass surgery), operasi radikal dengan risiko kegagalan paling sedikit 50 persen. ?Risikonya begitu besar hingga saya tidak menganjurkan orang lain melakukannya,? kata Jackson kepada E! Online News, ?Ini benar-benar pilihan pribadi.?
Langkah nekat Jackson, syukurlah, berujung happy ending. Berat badannya terpangkas sampai tinggal 100 kilogram. Lingkar pinggangnya menyusut dari 120 menjadi 92 sentimeter. Ukuran bajunya melorot sampai lima nomor. ?Saya merasa jauh lebih sehat,? kata Jackson. Erika, sang istri, tentu turut bahagia. ?Sekarang saya bisa memeluk dia,? katanya. Kisah sukses Jackson membuatnya diundang menjadi tamu dalam acara talk show televisi terkenal Oprah Winfrey Show beberapa waktu lalu.
Sebenarnya, bedah pintas lambung telah diterapkan sejak 1960-an. Hanya, teknologi bedah yang saat itu masih terbatas membuat operasi ini hampir selalu berujung pada kematian pasien. Kemudian, seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan teknologi, para ahli kegemukan mulai berpaling ke bedah pintas lambung.
Pada 1992, Konferensi National Institutes of Health (NIH), AS, mendukung diterapkannya bedah lambung untuk mengatasi obesitas yang ekstraberat (severe obesity)?kegemukan yang tak mempan diatasi dengan metode konvensional dan disertai risiko penyakit mematikan (morbid) seperti diabetes dan hipertensi.
Syarat utama untuk menjadi kandidat operasi ini, menurut NIH, adalah angka indeks massa tubuh (IMT) atau body mass index (BMI) yang lebih dari 40. Bagi mereka yang gendut dengan angka IMT di bawah 40 disarankan menjalani metode penurunan bobot tubuh yang konvensional.
Gambaran sederhana teknik bedah pintas lambung disajikan situs Bariatric Surgery Center, University of Wisconsin. Pertama, lambung bagian atas dipotong dan dibuat semacam kantong (pouch) yang hanya 5-10 persen lambung normal. Kantong kecil yang cuma menampung 2-4 sendok makanan sekali santap inilah yang nantinya menggantikan keseluruhan fungsi lambung pasien. Sementara itu, sisa potongan lambung dibiarkan berada di tempat, tentu setelah dijahit, agar sewaktu-waktu bisa disambung kembali bila pasien membutuhkannya.
Langkah berikutnya, kantong kecil lambung disambungkan dengan usus halus (intestinum) melalui pipa khusus yang disebut Roux-en-Y. Mulut pipa sengaja dibuat berdiameter sempit supaya proses pencernaan berjalan lambat dan membuat sensasi kenyang bertahan lebih lama.
Serangkaian prosedur tadi jelas disertai efek komplikasi. Efek yang paling umum terjadi dan paling banyak menyebabkan kematian adalah kebocoran sambungan antara pipa Roux-en-Y dan usus halus. Dampak lainnya termasuk luka infeksi, perdarahan serius, atau penggumpalan darah (emboli) yang bisa membuat paru-paru gagal berfungsi.
Belum cukup sampai di sini. Seusai operasi, masih ada tuntutan konsekuensi yang amat berat. Pasien bedah lambung mutlak bergaya hidup sehat dengan disiplin tinggi. Makanan yang disantap harus sehat-seimbang, jumlahnya sedikit, dan dikunyah dengan sempurna. Jika pasien tetap sembrono menyantap makanan dalam jumlah banyak, ?Kantong lambung perlahan-lahan akan membesar dan segala jerih payah operasi pun menguap,? tulis Dr. Randall J. Bolar, ahli bedah, dalam situs Bariatric Institute of Kentucky.
Beragam suplemen, terutama yang memasok zat besi, juga wajib dikonsumsi seumur hidup. Maklum, setelah lambung dipangkas, tubuh tak lagi bisa mencerna zat besi secara optimal lantaran berkurangnya produksi asam lambung. Pasien juga mesti hati-hati menyantap makanan-minuman manis seperti cokelat, sirop, dan kue-kue. Soalnya, modifikasi organ lambung membuat metabolisme gula jadi terganggu. Separuh pasien yang menjalani bedah lambung, menurut Bolar, mengalami hambatan mencerna gula. ?Biasanya pasien mengalami rasa tidak enak selama 5-20 menit setelah menyantap makanan manis,? kata Bolar.
Lepas dari segala keruwetan dan risiko, bedah lambung memang terbukti punya khasiat ampuh. Tanpa perlu tempo lama, tanpa khawatir mengalami bobot turun-naik seperti yoyo, kegemukan dipastikan hilang. La, jumlah makanan yang masuk dipaksa ditekan begitu rupa. Itulah sebabnya popularitas terapi ini terus melonjak. Menurut catatan American Society for Bariatric Surgery, sepanjang era 1990-an hanya ada 16 ribu pasien yang menjalani bedah lambung. Angka ini melonjak hebat hingga terekam 100 ribu pasien bedah lambung hanya di sepanjang tahun 2003. Ongkos yang mahal, US$ 30 ribu, setara dengan Rp 267 juta, tak menjadi soal bagi mereka yang merindukan lepas dari jerat kegemukan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Sejauh ini, belum ada laporan tentang pelaksanaan bedah pintas lambung di negeri ini. Dr. Benny Philippi, ahli bedah dari Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta, memastikan bahwa yang pernah dilakukan di Indonesia adalah teknik pemasungan lambung (gastric banding).
Caranya, Benny menjelaskan, bagian atas lambung diikat dengan gelang berbahan sintetis. Pemasungan ini juga punya dua tujuan: mempersempit kapasitas lambung menampung makanan dan memperpanjang sensasi kenyang. ?Volume lambung bisa terpangkas sampai 50 persen dengan bantuan gelang ini,? kata Benny.
Seperti bedah pintas lambung, teknik gastric banding menuntut perbaikan gaya hidup. Bila makanan tetap tak terjaga, lambung yang sudah dipasung gelang akhirnya tetap memuai-membesar. Tujuan pemasungan pun tak tercapai karena volume makanan yang masuk juga membengkak. Walhasil, tak bisa tidak, berbagai prosedur canggih tadi mesti diimbangi dengan jurus kuno: menyantap makanan sehat-seimbang, memperbanyak olahraga, dan mencukupkan istirahat. Sayang, kata Benny, ?Resep klasik ini sering kita abaikan.?
Mardiyah Chamim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini