Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Spesialis mata Emilia Setiaadmadja meminta penderita diabetes memeriksakan matanya agar tidak sampai mengalami retinopati diabetik. Retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi diabetes, di mana kadar gula darah yang tinggi menyebabkan kerusakan pada retina mata yang menyebabkan terciptanya pembuluh darah baru pada retina. Pembuluh darah baru tersebut lebih rentan pecah sehingga dapat menyebabkan penglihatan menjadi terganggu, buram, hingga menyebabkan kebutaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sesegera mungkin setelah diagnosa diabetes, cek matanya," kata Emilia dalam acara gelar wicara terkait retinopati diabetik, Rabu, 4 Oktober 2023. "Pada tahap awal tidak menimbulkan gejala apapun maka setiap kali didiagnosis gula darah tinggi, lakukanlah skrining mata karena terkadang kita tidak menyadari menderita diabetes sehingga terjadi kerusakan yang lebih parah pada mata," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Emilia mengungkapkan 42,6 persen penderita diabetes berisiko mengalami retinopati diabetik dengan 6,4 persen di antaranya berisiko menderita retinopati diabetik stadium lanjut. Jika terjadi retinopati diabetik, penanganan yang dilakukan hanya bersifat pengendalian sehingga jaminan kesembuhan bergantung dari upaya pengendalian yang dilakukan pasien serta tingkat keparahan yang diderita.
"Yang penting adalah deteksi awal, harus bisa mengontrol kadar gula darah dengan membiasakan olahraga serta mengurangi kebiasaan makanan manis," tuturnya.
Makan cerdas
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono juga mengajak masyarakat menjadi smart eater dengan cara memilah secara cerdas ragam makanan yang akan dikonsumsi demi mencegah dampak buruk obesitas.
"Yang diperlukan adalah mendidik masyarakat menjadi smart eater atau cerdas untuk makan. Jadi, sebelum makan, sebelum beli makanan, dia baca dulu kalorinya berapa sehingga bisa diperhitungkan dampaknya," kata Dante beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan indeks masa tubuh pada anak dapat dihitung dengan rumus membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat untuk mengetahui status gizi yang didapat.
"Kalau indeks masa tubuh lebih dari 25 disebut obesitas, kalau 25 sampai 30 dia obesitas 1, dan lebih dari 30 termasuk obesitas 2," jelasnya.
Sedangkan pada dewasa, hal terpenting adalah mengukur lingkar perut. Pada laki-laki tidak boleh lebih dari 90 cm dan perempuan 80 cm.
Pilihan Editor: Perlunya Penderita Diabetes Rutin Cek Kesehatan Mata