SEBULAN yang lalu, seorang pasien datang ke RS Hasan Sadikin, Bandung. Keluhannya, pada usia lepas remaja, perkembangan kelaminnya tidak normal. Keluhan ini sebenarnya sudah cukup lama, tapi orangtuanya membiarkannya dengan harapan, suatu kali kelamin anaknya akan kembali normal. Kelamin Rogayah, pasien itu (bukan nama sebenarnya), memang tidak biasa. Ia memiliki penis (kelamin laki-laki) dan juga vagina (kelamin wanita). Kendati kenyataan ini tidak terlalu istimewa, kasusnya senantiasa menarik perhatian para dokter karena membutuhkan pemeriksaan besar dan sering kali ruwet. Kasus Rogayah menjadi semakin menarik karena tiga saudaranya pun menderita keadaan yang sama - dari tujuh bersaudara. Ikhtiar menolong Rogayah yang kini berusia 20 didahului observasi yang cukup lama. Dua minggu ia diminta tinggal di rumah sakit, kemudian boleh pulang walau tetap diobservasi. Sabtu pekan lalu, sebuah wawancara penting dilakukan: meminta pendapat Rogayah, apakah ia ingin menjadi laki-laki atau perempuan. Wawancara ini adalah bagian dari pertimbangan para dokter untuk melakukan operasi. Toh keputusan untuk membuat Rogayah laki-laki atau perempuan tidak mudah. Bagaimana akhirnya ikhtiar menolong Rogayah? Kendati para dokter di Sub-bagian Urologi yang merawat Rogayah menyatakan kasus kelamin ganda itu menarik dari sisi medis, tak seorang pun mau memberikan keterangan. Kepala Subbagian, dr. Sahala Sihombing, cuma mau memberikan keterangan umum. "Membuat wanita lebih gampang daripada lelaki," katanya, "bikin penis buatan susah 'kan harus bisa ereksi." Sementara itu, dr. Albert Lumbantoruan, staf di subbagian itu yang menangani khusus kasus Rogayah, mengajukan alasan, para dokter terikat janji dengan pasien untuk menjaga kerahasiaan mereka. "Jadi, bagaimanapun pentingnya kasus ini bagi masyarakat dan dunia medis, kode etik kedokteran memaksa kami tidak bicara," ujar Albert. Salah satu hal yang menyulitkan adalah perkembangan psikologis Rogayah. Sejak kecil ia diperlakukan sebagai wanita, di sekolah ia bahkan terdaftar sebagai wanita. Pada masa pubertas, gejala-gejala kewanitaan Juga muncul, tapi tidak lengkap. Ia sering merasakan sakit pinggang, tapi tak pernah mendapat menstruasi. Buah dadanya pun muncul sedikit, tapi selanjutnya gagal berkembang. Pada usia 17 tahun, perubahan datang. Rogayah merasa sebagai laki-laki. Ia bahkan punya pacar wanita, dan pada suatu malam, konon ia pernah "mimpi basah" dan mengeluarkan sperma. Sehari-hari pun ia tak beda dari laki-laki lain, walau wajahnya memang agak kewanita-wanitaan. Dalam wawancara, Rogayah pun menyatakan ia ingin menjadi laki-laki. Mungkinkah ia menjadi laki-laki? Tanda-tanda ke arah sana memang ada. Dari beberapa sumber diketahui, pemeriksaan menunjukkan bahwa Rogayah memiliki "bakat" laki-laki. Hasil pemeriksaannya: ia tidak memiliki buah dada, walau badannya tergolong agak mulus, pada ketiaknya misalnya tidak terdapat bulu. Bulu kemaluannya tampak normal, tapi kelaminnya memang tidak biasa. Dari luar, penisnya tampak kecil. Panjang 2 sentimeter dengan diameter 0,5 sentimeter. Kurang lebih sebesar kelingking bayi. Pada penis yang kecil itu tidak terdapat lubang kencing. Akan tetapi kelamin itu memiliki pula testis (biji kemaluan laki). Yang sebelah kiri berukuran 1,5 x 1,5 sentimeter, dan yang kanan berukuran 2 x 1 sentimeter. Di bawah penis itulah terdapat lubang 1,5 x 1,5 sentimeter, memiliki bentuk mirip vagina. Namun, pemeriksaan dengan endoskop (alat yang dimasukkan ke dalam lubang itu) menunjukkan bahwa lubang yang mulanya disangka vagina itu ternyata adalah saluran kcncing (uretra) - yang tidak ada pada penis. Tampak dengan jelas semakin meyakinkan - bahwa saluran kencing ini berhubungan langsung dengan kandung kemih. Hal lain yang mendukung kelaki-lakian Rogayah adalah hasil pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan itu menunjukkan tidak terdapat organ-organ wanita di bagian dalam tubuh Rogayah (genetalia interna). Ia tidak memiliki, misalnya, uterus atau rahim, tempat membesarkan embrio dan tempat janin pada masa mengandung. Lebih meyakinkan lagi, pada pemeriksaan, Rogayah diminta melakukan masturbasi. Ia ternyata berhasil mengeluarkan air maninya yang keluar melalui uretra yang mirip vagina. Dan dari pcmeriksaan laboratoris terlihat pada air mani itu terdapat sel sperma, walau cuma satu dan langsung mati. Pemeriksaan-pemeriksaan itu belum cukup untuk mengambil keputusan: Rogayah adalah laki-laki. Pemeriksaan ini cuma satu bagian saja, yaitu pemeriksaan fenotip atau ciri-ciri fisik - terutama yang terlihat mata. Namun, dalam dunia kedokteran, pemeriksaan ini sudah cukup kuat untuk menunjukkan gejala Rogayah adalah male pseudo hermaphrodite (kebancian semu yang cenderung ke laki-laki). Kalau kesimpulan ini yang diambil, bisa dikategorikan kesimpulan sementara. Ahli biologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Wahyuning Ramelan, membenarkan terdapat dua jenis kebancian, yaitu hermaphrodite sejati dan hermaphrodite semu. Yang sejati, menurut ahli itu, yang sepantas-pantasnya disebut banci. Artinya, kelainannya genetik sejak lahir dan si penderita sesungguhnya memiliki dua jenis pembawaan. Pada kebancian sejati (dikenal sebagai hermaphrodite-vera) terdapat dua jenis kelenjar seks (kelenjar gonad) yaitu ovarium yang memproduksi hormon wanita dan ova (telur) dan testikel yang memproduksi hormon dan spermatozoa. Bila dilakukan pemeriksaan histologis (sel) gonad pada kebancian sejati ini, akah terlihat dengan jelas kelainan genetiknya. Biasanya, seorang laki-laki memiliki struktur genetik yang dikenal sebagai mengandung kromosom XY, sementara pada seorang wanita disebutkan terdapat kromosom XX. Pada seorang banci sejati, kedua jenis kromosom itu jelas ada: baik XX maupun XY. Sementara itu, pada banci semu atau pseudo hermaphrodite, kedua kondisi kromosom tadi tidak jelas benar. Misalnya terdapat kromosom XXY. Lelaki yang memiliki gen ini, bisa dipastikan, kurang jantan. Namun, yang tegas, pada banci semu ini, menurut Wahyuning, adalah terjadi ketidaksesuaian antara organ kelamin yang terlihat dan organ seks yang ada di dalam tubuh. "Seorang yang memiliki penis umpamanya ternyata tidak punya testikel," kata Wahyuning, "Atau seorang yang punya vagina, tidak punya rahim." Karena keadaan ini, pertumbuhan alat kelamin menjadi tidak sempurna. Penis, pada seseorang yang "di dalamnya" wanita itu, misalnya jadi kecil sekali. Sebaliknya, klitoris pada wanita yang kelaki-lakian pun sering kali tumbuh membesar, menyerupai penis. Atau, bisa juga, tumbuh kelamin ganda. Menurut Wahyuning, kondisi genetik pada keadaan ini biasanya mengikuti organ seks bagian dalam. Seseorang yang memiliki rahim, walaupun berpenis, biasanya memiliki kromosom XX (wanita). Karena itu, pemeriksaan organ seks dalam - seperti yang sudah dilakukan pada Rogayah - terhitung cukup menentukan. Tapi, menurut Wahyuning lagi, masih terdapat faktor lain dalam menentukan jenis kelamin, yaitu faktor hormonal dan psikologis. Pada laki-laki, hormon androgen yang dominan, sementara pada wanita hormon-hormon estrogen dan progresteron yang diproduksi lebih banyak. Ketidakseimbangan hormonal tentu akan membuat seseorang bersifat ganda. Kondisi psikologis diduga memiliki kaitan dengan perkembangan hormonal ini. Seorang anak laki-laki yang diperlakukan sebagai wanita sejak kecil akan mengalami perkembangan hormonal yang tidak seimbang. Besar kemungkinan, di masa dewasa laki-laki itu akan menjadi kewanita-wanitaan. Faktor psikologis adalah bagian yang sering kali menyulitkan observasi dan pengambilan keputusan. Masalahnya karena peran seks dan kemauan umumnya didorong faktor ini - walaupun menentang kodrat. Kaum homoseks dan lesbian, misalnya, sering kali laki-laki dan perempuan sejati, dilihat kromosomnya, hormon, maupun organ-organ seksnya, luar dalam. Maka, terlihatlah, pemeriksaan terhadap Rogayah mestinya bukan pemeriksaan fisik saja. Masih perlu dilakukan pemeriksaan histologis gonad, kondisi hormonal, dan observasi psikologis. Tidak jelas apakah pemeriksaan-pemeriksaan ini sudah dilakukan atau belum. Yang jelas, Sub-bagian Urologi RSHS, Sabtu pekan lalu, mengadakan seminar kecil tentang pencangkokan penis buatan dengan mendatangkan ahli dari Negeri Belanda. Suatu tanda betapa penting kasus Rogayah dalam perkembangan dunia kedokteran di Indonesia. Jim Supangkat Laporan biro Bandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini