Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Mitos yang diubah orang-orang portugis

Pengarang : dr. th. g.th pigeaud jakarta : grafiti pers, 1985 resensi oleh : kuntowijoyo. (bk)

30 November 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI JAWA: PERALIHAN DARI MAJAPAHIT KE MATARAM Oleh: Dr. HJ. de Graaf & Dr. Th.G.Th. Pigeaud Penerbit: PT Grafiti Pers, Jakarta, 1985, 339 halaman BERKAT orang Portugis mitos menjadi sejarah. Ketika Tome Pires meninggalkan Jawa pada 1515, ia telah menyaksikan peralihan sebuah kurun sejarah: munculnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Ia telah mengunjungi kota-kota, berbicara dengan para pangeran, mendengarkan cerita tentang orang suci, dan menuliskan kesan-kesannya dalam buku Summa Oriental. Musafir lain, Fernandeiz Mendez Pinto, menulis buku Peregrinaqao, bercerita tentang penyerbuan Sultan Demak, Trenggana, ke Pasuruan pada 1546, yang menyebabkan gugurnya raja itu. Pedagang Portugis, Manuel Pinto, menulis surat pada 1548 bahwa ia berjumpa dengan Sultan Demak, Susuhunan Prawata, yang berniat menjadi segundo turco, Sultan Turki kedua di Timur, dan sibuk mempersiapkan diri menyerbu Malaka serta mempertimbangkan pengiriman bala tentara ke Sulawesi Selatan. Di Keraton Demak, seorang Portugis, Coje Geinal alias Khoja Zainu'l Abidin, bekerja membuat meriam dan mengenalkan sejarah Eropa pada sang raja. Maka, terbukalah sebuah sejarah. Kesaksian orang-orang Portugis itu sanggup melengkapi tulisan sejarah tradisional, terutama kejelasan peristiwa dan angka tahun yang diberikan. Dengan menggabungkan keterangan penyaksi sejarah dari Barat dengan tulisan sejarah tradisional, De Graaf dan Pigeaud melukiskan sejarah politik di Jawa pada abad ke-15 dan ke-16 dengan baik. Sebelum buku ini terbit, bagian terbesar sejarah Jawa kurun itu masih tenggelam dalam legenda-legenda, yang bagi pembaca awam simpang siur dan bagi pembaca fanatik dipercaya tanpa kritik. Karena tidak mudah membaca buku-buku babad, seperti Babad Tanah Jawi, Babad Banten, Babad Cerbon, Babad Kadhiri. Demikian juga yang disebut hikayat, sejarah, dan serat, seperti Hikayat Hasanuddin, Hikayat Banjar, Hikayat Tanah Hitu, Sejarah Banten, Sajarah Dalem, Sejarah Melayu, dan Serat Kandha. Dengan sentuhan De Graaf dan Pigeaud segalanya menjadi lebih terang: raja dan wali berdarah merah, kota dan sungai hidup kembali. Kita pun tahu bagaimana selat yang memisahkan Demak dari daratan Jawa Tengah pelan-pelan mendangkal, bagaimana Sungai Semanggi alias Bengawan Solo dan Sungai Brantas menumbuhkan kota dan kerajaan. Dalam kamus Ilmu Sejarah, tulisan De Graaf dan Pigeaud bisa disebut sebagai sejarah prosesual yang bercerita tentang proses sejarah. Buku ini dibuka dengan masuknya Islam pada waktu Jawa menjadi wilayah yang terbuka, ketika Asia Tenggara merupakan satu, dan di Majapahit mulai terdapat permukiman orang-orang Islam. Perdagangan, kelas menengah, dan bandar-bandar merupakan faktor penyebar agama, sebelum kerajaan-kerajaan Islam berdiri. Kemudian diceritakan berdiri dan jayanya Kerajaan Demak pada dasawarsa akhir abad ke-15 dan pertengahan pertama abad ke-16, diteruskan dengan keruntuhan itu. Berturut-turut kemudian diceritakan kerajaan-kerajaan kecil pada abad ke-16, yaitu Pathi dan Juwana, Kudus, Jepara, Cirebon, Banten, Jipang-Panolan, Tuban, Gresik-Giri, Surabaya, Bangkalan di Madura Barat, Sumenep dan Pamekasan di Madura Timur, Pasuruan, Probolinggo, dan Panarukan, Blambangan, Palembang, Pengging dan Pajang, dan Mataram. Buku ini ditutup dengan perang-perang Mataram mengalahkan Jawa Timur dan Pasisir. Kesungguhan, ketelitian, dan kualitas akademis diperlukan bagi pekerjaan besar membaca babad, hikayat, sajarah, dan serat dari historiografi tradisional. Nama De Graaf menjamin penulisan sejarah yang rinci dan akurat, sedangkan nama Pigeaud menjamin penggunaan sumber tradisional yang lengkap. Sungguh kerja sama yang berhasil dari dua sarjana Belanda yang sudah berpuluh tahun mengenal dan hidup di Indonesia, sehingga mengerti benar apa yang perlu dijelaskan tentang sejarah Jawa. Meskipun demikian, mengenai sejarah politik kita masih dapat mengharapkan yang lain, yaitu sejarah struktural yang bersedia menganalisa dan mensistematisasikan kehidupan politik pada kurun sejarah tersebut. Kita jadi ingin tahu lebih banyak mengenai bagaimana kerajaan dikelola, bagaimana bangsawan mendapat mata pencaharian, bagaimana petani membayar upeti, bagaimana keraton mendapat bahan-bahan makanan dan sumber tenaga. Kita juga ingin tahu bagaimana penjahat diadili, perselisihan dagang di selesaikan, dan perkawinan direstui. Dengan sumber-sumber yang serupa dengan buku ini kiranya pertanyaan semacam dapat terjawab. Siapa tahu ada yang bersedia menuliskannya. Kalau orang bertanya, apa yang diperoleh dari membaca sejarah, bacalah buku ini. Rekonstruksi sejarah kedua sarjana jempolan ini telah menghidupkan kembali masa lampau dan membuat imajinasi sejarah kita menjadi sangat kaya. Konflik antarkeluarga, antardinasti, dan antarkota ternyata terjadi di Demak. Pembunuhan, persekongkolan, dan dendam rupanya sudah menjadi satu dengan sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Jawa itu. Tetapi selebihnya kita pun tahu bagaimana Pandan Arang yang suci meninggalkan Semarang, pergi ke Klaten, bekerja pada pedagang beras, dan mendirikan masjid di sebuah bukit. Masjid Tembayat yang didirikan Pandan Arang ternyata tidak boleh terlampau tinggi letaknya, supaya tidak mengungguli Masjid Demak. Bagi mereka yang mempunyai citarasa sejarah, bahkan isyarat-isyarat sederhana dalam babad akan bercerita banyak. Demikianlah buku ini telah membuat sejarah empat abad silam menjadi seolah-olah empat tahun lalu. Kuntowijoyo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus