SAYA ingin mengemukakan sedikit penjelasan buat Sdr. Simatupang
atas isi wawancaranya yang dimuat TEMPO Nomor 30 Tahun VIII, 23
September 1978 pada halaman 56, yang berbunyi: Berdasarkan
realitas sosiologis pun, menurut Simatupang, "kantong-kantong
satu agama tak dapat lagi dipertahankan, terutama lantaran
mobilitas penduk." Sebagai contohnya, dia sebutkan lrian Jaya.
"Dulu tak ada Islam di Irian Jaya. Tapi setelah Irian masuk
wilayah, RI, orang Islam kan bebas masuk, sana, bermukim dan
menikmati kebebasan agama sama seperti orang Kristen."
Penjelasan demikian itu sangat keliru -- bila kita tidak mau
mengatakan bahwa Sdr. Simatupang kurang atau tidak mengetahui
situasi sosial-budaya yang sebenarnya dari daerah Irian Jaya
sebelum kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Sebelum Irian masuk
wilayah RI Islam sudah berkembang terutama di daerah-daerah
pesisir Irian bagian Selatan -- yakni Fakfak, Kokas, Kaimana dan
Merauke -- serta di daerah Kepala Burung yakni Sorong dan
Kepulauan Raja Ampat serta Serui (Teluk Cendrawasih).
Untuk lebih memperjelas saya kemukakan di sini beberapa fakta:
1. Sebelum Irian masuk wilayah RI, di Irian Jaya sudah ada
organisasi Islam bernama KING (Kesatuan Umat Islam Nieuw
Guenea). KING berkedudukan di Holandia (sekarang Jayapura)
dengan cabang dan rantingnya di kota-kota di Irian Jaya.
Setelah masuk RI nama KING diganti menjadi KUIB (Kesatuan Umat
Islam Irian Barat). Salah seorang pengurus KING adalah Bapak
Raja H. Ibrahim Bauw (Raja Rumbati), beka anggota DPR-GR.
2. Dalam segi pendidikan telah terdapat sekolah yang
diperuntukkan/khusus untuk anak-anak Islam yaitu OVVS,
berkedudukan di Puncak Onin-Fakfak. Sekolah ini baik guru, murid
maupun pengurusnya semuanya beragama Islam kecuali satu tenaga
pembimbing yang diperbantukan oleh Pemerintah Belanda beragama
Katolik (warga negara Belanda). Murid sekolah ini berasal dari
daerah Babo, Stenkool/Bintuni, Kokas Fakfak, Kaimana, Merauke
dan Sorong serta Raja Ampat.
3. Di pesisir Irian Jaya bagian Selatan dan Kepala Burung
terdapat beberapa kerajaan yang raja-rajanya beragama Islam
--sejak dulu, sebelum masuknya Belanda ke sana.
Kerajaan-kerajaan tersebut sampai kini masih ada, seperti:
a. Kerajaan Raja Ampat di Kepulauan Raja Ampat-Sorong.
b. Kerajaan Raja Arguni di Kepulauan Arguni, Kokas, Fakfak.
c. Kerajaan Raja Sekar di Sekar dan sekitarnya. Marga Rajanya
adalah Rumagesan.
d. Kerajaan Wertuar di Sisir dan sekitarnya. Marga Rajanya
adalah Heremba.
e. Kerajaan Patipi di Patipi dan Teluk Patipi, Kokas, Fakfak.
f. Kerajaan Rumbati, di Rumbati dan sekitarnya. Marga Rajanya
adalah Bauw.
g. Kerajaan Uswanas di Fakfak dan sekitarnya. Marga Rajanya
adalah Uswanas.
Kesemua raja tersebut pemeluk Islam sejak beberapa keturunan.
4. Pun rumah-rumah ibadat telah ada sebagaimana layaknya ada
pemeluk agama tertentu -- sebelum Trikora maupun jauh sebelum
itu -- seperti di Jayapura/Holandia, Serua, Sorong, Sorong Doom
Raja Ampat, Kokas, Fakfak, Kaimana, Merauke, dan lain-lain.
5. Sebelum pergolakan bersenjata pembebasan Irian, yakni setelah
Perang Dunia-II, seorang tokoh pejuang Irian Jaya yang hijrah ke
Jakarta yakni Alm. Bapak Raja Rumagesan, yang kemudian diangkat
sebagai anggota DPA, pun seorang Islam.
Dari fakta-fakta tersebut kiranya Sdr. Simatupang dapat
mendudukkan permasalahan sebagaimana layaknya.
MH. CHARLES KILLIAN
Jl. Cilosari-17, Cikini,
Jakarta Pusat.
Menurut T.B. Simatupang tokoh DGI: "Dulu tak ada Islam di Irian
Jaya." Menarik. Keterangannya yang dimuat TEMPO No. 30 Thn.VIII,
23 September 1978 tentang menurut kacamata misionaris.
Islam masuk di Irja memang memerlukan penelitian. Tetapi di
Kaimana sudah berdiri madrasah sejak Belanda doeloe, antara lain
gurunya Ustadz Usman dan Al-Hamid. Madrasah ini merupakan
satu-satunya perguruan Islam waktu itu karena tekanan yang lebih
memberikan prioritas pada missi dan zending. Islam kemudian juga
berkembang di akfak, Sorong, Manukwari dan Merauke. Dan sedikit
Islam waktu itu di Kec. Sarmi Kabupaten Jayapura sekarang.
Menurut beberapa keterangan yang dapat dipercaya, Islam masuk
pertama di daratan Irian Jaya dibawa muballigh dari Kesultanan
Ternate dan Tidore, dan juga orang-orang Islam dari Maluku
Selatan (Ambon, dll) yang mengembara. Masuknya Islam di Ir-Ja
jangan disamakan dengan usaha-usaha orang Kristen yang sekarang.
Islam masuk bukan dengan program induk suatu organisasi
yangmemakai liku kekuasaan di negara mana mereka berada.
Islam tersebar dengan sendirinya, tumbuh tanpa problem, tidak
pernah menimbulkan masalah.
Makanya demi persaudaraan, janganlah overacting. Horas bah.
MUHAMMAD AHMAD KURITA
Kaimana, Irian Jaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini