PERANG narkotik dari Amerika Serikat sedang menggebu ke pusat sumbernya di Amerika Tengah. Sebaliknya, di Hawaii malah muncul narkotik baru yang disuplai dari Asia. Di wilayah AS di Pasifik itu, si pemakainya menyebutnya ice. Bentuknya memang seperti es -- berupa pecahan kristal yang mirip serpihan es batu. Dalam bahasa Jepang, es ini dinamai shobu. Di Korea dikenal sebagai hiroppon. Di Hawaii, es sudah lama beredar. Tapi belakangan ini muncul menjadi masalah, karena dipompa secara besar-besaran ke sana. Misalnya, Oktober lalu, menurut majalah Newsweek, polisi berhasil membongkar sindikat Korea yang sedang membentuk jaringan untuk menyalurkan es yang bikin teler ini di Honolulu, Hawaii. Setelah ditelusuri dari sini, lalu terungkap beberapa kantung produksi es di Asia. Konon, mereka keras berusaha menggalakkan pemasarannya ke mana-mana. Dengan sendirinya, sejumlah negara di Asia cemas -- sebab es kini sudah populer di Korea, Jepang, dan Filipina. Di Indonesia, bau benda celaka itu belum tercium. Es yang senyawa kimia metamphetamine itu sebenarnya bukan baru, karena ditemukan sejak 1893. Ketika Perang Dunia II, Jepang memproduksinya besar-besaran. Obat ini didistribusikan pada prajurit mereka untuk membangkitkan semangat perang. Salah satu dampak metamphetamine adalah "bangkitnya kewaspadaan". Setelah perang usai, pada 1950 Jepang mengharamkan pembuatan dan perdagangan shobu. Kemudian produksi obat perangsang ini pindah ke laboratorium-laboratorium gelap, terutama di Jepang, dan menyusul Korea Selatan. Dibandingkan kokain dan heroin, yang pembuatannya dilakukan dengan memasak, pembuatan es relatif mudah dan lebih murah. Kerja ini bisa dilakukan di laboratorium sederhana. Dengan mengolah senyawa-senyawa kimia yang bisa dibeli di pasar, es gampang diproduksi. Karena bahannya serba mudah, dalam penyelidikan polisi, es semakin disukai para pecandu narkotik. Harganya paling mahal 50 dolar AS per gram. Sedangkan daya biusnya cukup lama: 8-24 jam. Bandingkan dengan heroin yang harganya 70-200 dolar per gram, tapi pengaruhnya hanya 4 jam. Sementara itu, crack atau kokain, kendati lebih murah (20 dolar per gram), cuma membius selama 30 menit. Hal yang juga dianggap menguntungkan bagi para pecandu narkotik: es itu tak berbau, sehingga sulit dilacak petugas. Es digunakan dengan memasukkan serpihan kristal ke sebuah pipa kaca, dipanaskan, kemudian asapnya diisap. "Saya segera merasa segar, waspada, bersemangat, dan bertenaga," kata Yamaguchi. Ia eks pecandu di Honolulu. "Tak ada rasa mabuk dan sejenisnya," ujar pengusaha di bidang pengangkutan itu. Karena merasa ada manfaatnya, Yamaguchi secara tetap memakai es. Ia bahkan menganjurkan para pegawainya memanfaatkan obat "penambah semangat" tadi. Alasan semacam inilah yang membuat banyak pengusaha dan pecandu kerja terjebak menggunakan es. Di Korea Selatan diduga sekitar 130.000 businessmen telah terjerat es. Dalam jangka panjang, demikian Yamaguchi berkisah, bahkan es bisa menimbulkan kehancuran. Ia teler terus 36 jam, atau tidur empat hari dalam keadaan separuh coma. Kebiasaan ini membuat tubuhnya susut luar biasa. Nafsu makannya hilang drastis. Es, yang aslinya metamphetamine, adalah derivat kimia beta-phenethylamine. Bentuk generiknya yang paling populer adalah amphetamine. Dalam bidang medis, obat ini biasanya digunakan untuk menekan berbagai aktivitas yang berlebihan. Disebut obat psychotomimetic, karena langsung mempengaruhi pusat saraf -- khususnya merangsang produksi senyawa otak norepinephrine. Penggunaannya sebagai alat terapi hingga sekarang masih serba kontroversial. Paling sering obat ini dipakai untuk menghambat nafsu makan dengan tujuan mengurangi berat badan. Selain itu, juga untuk menenangkan anak-anak yang hiperaktif. Tapi, dalam semua penggunaan ini, selalu ditemukan kesulitan menentukan dosis yang tepat. Dalam pengobatan ini, amphetamine ataupun metamphetamine sering ditemukan melahirkan keadaan yang tak terkontrol, karena dampak senyawa otak norepinephrine memang luas. Misalnya, menimbulkan kecanduan dan halusinasi. Kedua obat psychotomimetic itu juga dikenal menimbulkan dampak di sektor fisik. Antara lain kontraksi pembuluh-pembuluh darah yang kemudian menaikkan ritme jantung. Penyalahgunaan obat-obat ini dengan sendirinya mempunyai berbagai dampak negatif. Es, misalnya, mengakibatkan pemakainya sulit tidur alias insomnia. Sering pula mengalami getaran anggota badan yang sulit dikendalikan (tremor). Di samping itu, terjadi kerusakan ginjal, naiknya tekanan darah, dan kelainan pada jantung. Bayi yang lahir dari ibu pecandu juga akan segera kecanduan es tingkat berat. Bahkan es mempunyai berbagai dampak kejiwaan yang mengerikan. Umpamanya, menimbulkan kegelisahan akibat rangsang berlebihan. Pada mereka yang cenderung emosional, es membangkitkan sikap-agresif dan depresi, juga paranoia. Malah, setelah dua setengah tahun berhenti mengisap es, penderita masih dibayangi halusinasi. Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini