Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Si Pengebiri Sel Kanker

Targeted therapy adalah cara penyembuhan baru penderita kanker sel ginjal. Efek sampingnya minimal.

4 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Panggil saja dia Maya. Perempuan berusia 50 tahun ini tergolong orang yang sangat peduli pada kesehatan. Setahun sekali, dia selalu memeriksa kesehatannya (medical check-up) ke rumah sakit. Toh, Maya tetap merasa waswas ketika suatu hari dia menemukan ada darah di air seninya.

Hidup Maya seakan berakhir ketika dokter mendeteksi ada tumor di ginjalnya. Tumor itu tergolong kanker sel ginjal (renal cell cancer). Ini adalah sejenis kanker yang menyerang filter darah dalam ginjal. Karena kanker itu masih stadium awal, dokter memutuskan membedah dan membuang sel kanker tersebut. Itu terjadi dua setengah tahun lalu.

Operasi itu ternyata gagal membabat habis sel kanker di tubuh Maya. Setahun lalu, dokter kembali menemukan sel ganas itu di ginjal, bahkan telah menyebar ke paru-paru. ”Operasi sudah tidak mungkin dilakukan,” kata Rainy Umbas, dokter spesialis urologi Universitas Indonesia, Rabu pekan lalu. Cara lain, dengan radiasi dan kemoterapi, juga tidak mungkin dilakukan karena cara itu tak dapat membunuh kanker sel ginjal.

Sesuai dengan protokol penanganan kanker sel ginjal, Maya kemudian diberi terapi kekebalan tubuh, dengan obat interleukin-2 dan interferon. Terapi ini dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah antibodi untuk melawan sel-sel kanker Maya. Namun perempuan setengah baya itu hanya mampu bertahan enam minggu menjalani terapi ini. Sebab, selama menjalaninya, Maya didera kesakitan luar biasa, demam tinggi, dan nyeri di sekujur persendian.

Beruntunglah, pada saat dia kebingungan mencari alternatif pengobatan, datang tawaran mencoba metode baru, yakni targeted therapy multikinase inhibitor. Ini adalah salah satu jenis targeted therapy dengan mengembangkan enzim-enzim yang mampu ”mengebiri” sel-sel kanker dengan menggunakan zat aktif sorafenib tosylate (baca ”Sorafenib dan ’Saudaranya’, Sunitinib”).

Terapi bertarget ini hanya membidik sel-sel kanker—tidak merusak sel-sel sehat. Sorafenib tosylate ini bekerja dengan mengisolasi kanker sel ginjal agar tidak membesar dan menyebar, dengan cara menghambat kerja molekul-molekul yang bertanggung jawab dalam proses penggandaan sel (proliferasi) dan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis). Logikanya, jika pembuluh darah yang dibentuk sel-sel kanker dicekik, sel-sel ganas itu tidak akan mendapat pasokan makanan. Perlahan mereka akan mati.

Ini berbeda dengan kemoterapi. Metode yang sudah banyak diterapkan untuk pasien kanker ini acap tidak tepat sasaran. Alih-alih sel kankernya tertumpas, sel-sel sehat juga kena hajar. Efek sampingnya: rambut rontok, mual, anemia, diare, dan kekebalan tubuh ikut merosot. Terapi kekebalan yang bekerja dengan ”memaksa” tubuh penderita menciptakan agen-agen antibodi penumpas sel-sel ganas tersebut juga menimbulkan efek samping yang berat seperti yang dialami Maya.

Menurut penelitian Dr Bernard Escudier dan tim dari Gustave-Roussy Institute, Prancis, pada 2005, sorafenib terbukti mampu menghambat perkembangan sel kanker. Sedangkan menurut Profesor Tan Yew Oo, dokter spesialis kanker dari Rumah Sakit Gleneagles, Singapura, pemberian sorafenib memiliki hasil yang lebih baik ketimbang terapi lain yang pernah dia terapkan. Dan terapi ini sudah disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia, awal Mei lalu.

Yang memudahkan, sorafenib berbentuk tablet, sehingga penderita tak perlu menjalani rawat inap seperti terapi dengan kemo atau terapi kekebalan. ”Efek sampingnya juga minimal dibanding kemoterapi dan terapi kekebalan,” kata Rainy. Sementara efek terburuk terapi kekebalan bisa berlangsung lebih dari tiga bulan, dampak terberat sorafenib—seperti tekanan darah tinggi, telapak tangan-kaki melepuh, dan diare—hanya berlangsung 1-2 bulan.

Dari dua peserta uji sorafenib di Jakarta sejak September 2006, satu pasien meninggal setelah memasuki terapi bulan ke-8. ”Kami tidak tahu kenapa yang ini tidak memberi respons,” kata Rainy. Padahal Maya, yang mengalami efek samping lebih parah, justru menunjukkan hasil positif. Dari lima sel kanker di paru-parunya, tiga sudah lenyap, satu mengecil, dan satu lagi masih seperti semula. ”Hidupnya membaik. Tadi pagi dia bisa jalan kemari untuk konsultasi,” kata Rainy.

Sapto Pradityo (FDA, NCC, Wikipedia)

Sorafenib dan ’Saudaranya’, Sunitinib

Penderita kanker sel ginjal di Indonesia, selain bisa mencoba sorafenib tosylate, dapat menggunakan sunitinib malate. Keduanya sudah disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan awal Mei lalu. Sorafenib dan sunitinib termasuk jenis multikinase inhibitor, salah satu metode targeted therapy.

  • Sorafenib dipasarkan Bayer Schering Pharma dengan nama Nexavar. Sunitinib diedarkan Pfizer dengan label Sutent.
  • Sorafenib disetujui Lembaga Administrasi Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) pada 20 Desember 2005. Sunitinib menyusul 26 Januari 2006.
  • Sorafenib untuk kanker sel ginjal dan dalam pengujian bagi penderita kanker hati. Sunitinib, selain untuk kanker sel ginjal, juga melawan tumor saluran pencernaan (gastrointestinal stromal).
  • Efek samping sorafenib: bayi cacat pada ibu hamil, tekanan darah tinggi, telapak tangan-kaki melepuh, dan diare. Sunitinib: bayi cacat pada ibu hamil, gangguan pada hati, diare, mual, serta perubahan warna kulit dan rambut.
  • Masa bebas perkembangan sel kanker (PFS) sorafenib: 167 hari (23,86 minggu). Sunitinib: 47,5 minggu.

sumber: FDA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus