Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Nasi kasreng bisa menjadi pilihan Anda saat mampir atau tengah berwisata di Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat ketika tengah melakukan perjalanan darat ke daerah timur. Nasi yang menggunakan konsep seperti nasi kucing ini memang merupakan masakan khas yang bisa dengan mudah dijumpai di berbagai sudut Kuningan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasi kesreng punya ciri khas pada lauknya, yakni udang rebon, tauge mentah, dan sambal. Cara membungkusnya pun unik, menggunakan kertas nasi yang dilipat lancip ke atas seperti kerucut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut masyarakat setempat, nasi kasreng bermula dari seorang penjual warung nasi yang bernama Kasri, warga asli Luragung pada 1970-an. Saat itu, Kasri berjualan di pagi hari dengan dibantu suaminya dan anaknya di Pasar Galuh Luragung.
Kasri menjual nasi putih yang dibungkus daun jati atau daun pisang. Sebagai lauk pendampingnya, udang rebon, sambal, gorengan, dan lalapan daun singkong. Sambalnya hanya terbuat dari cabai, bawang, dan tomat. Makin nikmat ketika memakannya dengan gorengan kentang; piya-piya atau yang biasa dikenal juga sebagai bakwan; dan dage—terbuat dari campuran ampas kelapa yang difermentasi—serupa seperti oncom.
Kalau dulu lalapan menggunakan daun singkong, sekarang lalapannya adalah tauge mentah. Tidak ada yang tahu alasan dan kapan perubahannya. Meskipun begitu, ada beberapa warung saat ini yang juga menyediakan lalapan daun singkong.
Nasi Kasreng. Foto: TelusuRI | Nita Chaerunisa.
Sama halnya dengan nasi yang dulunya dibungkus daun jati dan daun pisang, sekarang berubah menjadi dibungkus dengan kertas nasi berwarna cokelat. Tidak diketahui pasti perubahannya, namun ada yang menganggap alasan perubahan karena persediaan daun yang tidak mungkin mencukupi jumlah nasi kasreng yang diproduksi setiap harinya.
Dulu, mayoritas pembeli nasi kasreng merupakan para supir, kuli panggul, pedagang pasar, dan warga lainnya yang beraktivitas di pasar saat pagi hari. Karena harganya murah, mereka menjadikan nasi kasreng sebagai menu sarapan. Maka dari itu, saat itu nasi kasreng selalu cepat habis pada pagi hari.
Menurut cerita, nama kasreng itu sendiri berawal dari salah seorang pekerja terminal yang bergurau dengan menyebut nama ‘Kasri’ menjadi ‘kasreng’, gabungan antara nama Kasri dan gorengan. Ada yang mengatakan alasannya karena gorengan yang disajikan selalu masih hangat, sehingga menambah nikmat nasi kasreng.
Mak Kasri atau Bu Kasri berjualan nasi kasreng sampai sekitar tahun 1990-an. Anaknya sempat melanjutkan usaha ini dengan tetap mempertahankan ciri khas milik orang tuanya. Namun, usaha tersebut harus terhenti karena alasan tertentu. Hingga saat ini belum ada lagi pihak keluarga yang melanjutkan usaha nasi kasreng. Meskipun begitu, sampai saat ini sudah banyak warga lainnya yang membuka usaha warung nasi kasreng.
Saat ini warung nasi kasreng dapat dengan mudah dijumpai di wilayah Luragung, bahkan keberadaanya juga dapat ditemukan di wilayah lain di Kabupaten Kuningan. Warung nasi kasreng dapat ditemukan di pasar atau jalan-jalan utama dengan bentuk warung yang beraneka macam. Meskipun berbeda lokasi, jam buka tetap sama, mulai pagi hari.
Di Pasar Luragung, ada satu blok khusus penjual nasi kasreng. Mereka menempati lapak yang sudah disediakan pengelola pasar. Di setiap lapak tersebut para pembeli dapat makan sambil menyaksikan langsung proses memasak lauk pauk pendamping nasi kasreng. Harga satu bungkus nasi kasreng berkisar antara Rp 2.500 - Rp 3.000.
NITA CHAERUNISA
Tulisan ini sudah dimuat di TelusuRI.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.