Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Spiral-Spiral Yang Terpaksa

Di sukabumi dan lombok ada korban pemasangan spiral secara paksa. program "safari spiral" di jawa barat berhasil, akseptor melonjak 60%. (ksh)

14 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJADIANNYA bermula pertengahan April lalu. Tapi akibatnya belum juga usai. Waktu itu, atas perintah Kliang (kepala kampung), ratusan wanita Desa Montong Betok, Lornbok Timur, NTB, sudah berkumpul. "Untuk mendengarkan pengarahan Bapak-bapak dari provinsi," ujar Nyonya Husna, istri Kliang Bangle. Seperti juga Husna, mereka yang hadir waktu itu rata-rata akseptor KB yang selama ini menggunakan pil. Dalam pertemuan dengan pejabat-pejabat itu diminta agar para akseptor mau beralih dari pil ke spiral -- disertai berbagai janji. Antara lain, seperti yang dituturkan Kliang Bangle, H. Husna: "Droping bantuan modal sebesar Rp 6 juta untuk semua akseptor yang mau dipasang spiral." H. Husna sendiri atas perintah kepala desanya, harus mengumpulkan paling sedikit 35 akseptor. Pemasangan spiral memang kontan dilakukan setelah pidato-pidato tersebut. "Padahal saya belum tahu apa sebenarnya yang mau dipasang," ujar Inaq Ruma'iyah, 26 tahun, yang kini berbaring sakit akibat pemasangan spiral. Secara tiba-tiba sekali dia diminta masuk ke dalam kamar dan disuruh berbaring. Kainnya disingkap dan masuklah benda asing itu ke rahimnya. Keesokannya dia jatuh sakit. "Di bawah pusar terasa kejang," ujar Ruma'iyah yang suaminya jadi kusir dokar. "Selalu ingin kencing, tapi tak bisa keluar," tambahnya. Minggu-minggu berikutnya, semakin banyak "korban" pemasangan spiral massal. Di Montong Betok ada sekitar 25 wanita datang ke Puskesmas Kutaraja minta spiralnya dicopot kembali. Demikian pula di Ketangga. "Mereka mengeluh sakit pinggang, keputihan, dan pendarahan terus-menerus," kata Sulastini, bidan Puskesmas Kutaraja. Bahrun, rekan Sulastini, menceritakan bahwa perkawinan lima pasang suami istri buyar gara-gara spiral ini. Bahkan ada seorang suami yang kontan angkat parang mendengar aurat istrinya dilihat dan dipegang oleh paramedis. Sedangkan di Puskesmas Terara, terjadi perkelahian antara perawat dan pnduduk setempat, karena, katanya, perawat menolak memberi pertolongan warga yang sakit akibat spiral. Tak dijelaskan lebih lanjut realisasi bantuan modal Rp 6 juta kepada akseptor seperti yang pernah dijanjikan. Tetapi pihak BKKBN NTB menyangkal dan yakin pemasangan spiral tak ada kekeliruan. "Bahkan spiral itu yang terbaik yang kami miliki," ujar Kepala Penerangan & Motivasi BKKBN NTB, Abdul Muid al-Lefaki. Dia juga menambahkan bahwa bidan yang memasangnya sudah mendapat latihan. Kepala Desa Montong Betok Mahrip, juga menyangkal keras. "Saya tak gila mau mencelakakan warga desa saya," ujar Mahrip yang berpangkat kopral AD. Penduduk Lombok sebagian besar beragama Islam. Organisasi Nahdlatul Wathan pernah mengeluarkan fatwa bahwa KB yang dianjurkan hanyalah pil dan suntikan. IUD dan spiral dinilai haram, karena harus dipasangkan orang lain bukan dalam keadaan darurat. Tapi kemudian ada fatwa para kiai di luar Nahdlatul Wathan yang membolehkan pemasangan IUD. Di Jawa Barat, ceritanya lain lagi. Paksaan pemasangan spiral dikatakan terjadi di Kecamatan Surade, sekitar 120 km dari Sukabumi. Akibatnya, banyak wanita yang pergi ke dukun untuk mencopot kembali spiral itu. Program "Safari Spiral" untuk Jawa Barat memang baru pertama kali diadakan -- untuk masa 3 bulan sejak Januari 1983. Ketua BKKBN Dr. Haryono Suyono, Gubernur Ja-Bar Aang Kunaefi dan aparat Pemda lainnya, turun sampai ke desa-desa untuk pelaksanaan program itu. Hasilnya, rekor dalam angka. Januari 1983, jumlah akseptor 108.689 orang. Maret melonjak 60%. Untuk perbandingan, akseptor di Jawa Tengah dan Jawa Timur Januari 1983 tercatat 138.917 orang. Bulan berikutnya, dua provinsi itu cuma mengalami lonjakan 14%. Menurut Bunyamin dari Seksi Penerangan & Motivasi BKKBN Ja-Bar, "operasi KB dengan kecepatan penuh" seperti itu karena diharapkan tahun 1990 dapat dicapai angka kelahiran 2,2%. H. Romly, SH kepala BKKBN Kabupaten Sukabumi bahkan mengatakan di tahun 1984 nanti, seluruh peserta KB aktif sudah harus menggunakan metode IUD alias spiralisasi. Walaupun di Ja-Bar dan tempat-tempat lain mencari akseptor dilancarkan secara ngebut, Ketua BKKBN Dr. Haryono Suyono secara tak langsung menolak adanya paksaan. "Banyak kemungkinan yang bisa terjadi ada tidaknya paksaan," katanya kepada Zaim Uchrowi dari TEMPO. Ketua BKKBN ini sendiri belum mengetahui secara resmi beberapa kasus di Lombok Timur. Kalau itu betul terjadi, "saya prihatin sekali," ujarnya. Ia menjanjikan melalui jalur resmi akan diberikan peringatan bagi petugas yang melanggar. Haryono juga menekankan bahwa semua alat kontrasepsi baik. "Hanya harus diimbangi dengan ini," katanya sambil menuding kepalanya sendiri. Di NTT bahkan pantang berkala dapat terlaksana dengan baik. "Cuma," demikian Haryono menekankan, "yang paling aman adalah spiral." Haryono mengakui, ada kemungkinan pejabat yang mengejar target. "Tapi hendaknya, target tidak harus dikejar dengan membabi buta." Haryono Suyono akan mengecek kasus di Lombok dan Sukabumi. "Saya juga tidak ingin menyembunyikan fakta," katanya mantap.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus