Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Studi: Layanan Kesehatan Semakin Fokus pada Kekuatan Data dan Teknologi

Royal Philips mengumumkan temuan dari laporan Indonesia Future Health Index (FHI) 2022. Disebutkan layanan kesehatan semakin fokus pada kekuatan data

15 September 2022 | 23.28 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Royal Philips mengumumkan temuan dari laporan Indonesia Future Health Index (FHI) 2022. Laporan kali ini berjudul ‘Pengaturan ulang layanan kesehatan: Prioritas bergeser saat para pemimpin layanan kesehatan menavigasi perubahan dunia’. Laporan Future Health Index 2022 pada tahun ketujuh ini berdasarkan penelitian eksklusif dari hampir 3.000 responden di 15 negara, termasuk Indonesia, dan mengeksplorasi bagaimana para pemimpin layanan kesehatan memanfaatkan kekuatan data dan teknologi digital untuk mengatasi tantangan utama yang muncul di masa pandemi.

Prioritas dan perhatian utama para pimpinan layanan kesehatan

Pandemi terus menghadirkan tantangan dari segi sumber daya, sistem, serta penyediaan perawatan di setiap kesempatan dan di setiap negara di seluruh dunia. “Saat ini, seiring pemulihan pasca-pandemi, kami melihat para pimpinan layanan kesehatan mulai melakukan pengaturan ulang – memfokuskan kembali pada sejumlah prioritas baru dan yang sudah ada, mulai dari masalah kekurangan staf, memperluas pemberian perawatan, hingga memanfaatkan data besar serta analitik prediktif, saat mereka menavigasi realitas baru dalam manajemen medis," kata Pim Preesman, President Director Philips Indonesia dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada awal September 2022.
 
Menurut laporan itu, para pimpinan layanan kesehatan Indonesia memiliki pandangan positif tentang dampak analitik prediktif yang dapat memengaruhi berbagai aspek perawatan. Sebagian besar percaya bahwa teknologi dapat memberikan dampak positif pada pengalaman pasien (93 persen), hasil kesehatan (90 persen), dan perawatan berbasis nilai (89 persen). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Namun, ada beberapa tantangan kesehatan terkait dengan ketimpangan dalam penyediaan layanan sebagai akibat dari perbedaan geografis dalam penerapan teknologi canggih. Infrastruktur teknologi layanan kesehatan lebih berkembang di lingkungan perkotaan, namun di daerah pedesaan layanan kesehatan digital mungkin sulit dilakukan, sebagian dikarenakan kurangnya internet berkecepatan tinggi. Nyatanya, angka penetrasi internet di beberapa wilayah kepulauan Indonesia hanya mencapai 3 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk menjawab tantangan terkait infrastruktur ini, pimpinan layanan kesehatan Indonesia memprioritaskan elemen-elemen dasar teknologi kesehatan digital, dengan lebih dari seperempat dari mereka (26 persen) menyatakan bahwa meningkatkan infrastruktur teknologi di fasilitas mereka adalah prioritas utama. Dibandingkan dengan rata-rata global (20 persen), pimpinan layanan kesehatan Indonesia juga lebih cenderung memprioritaskan keamanan data dan privasi (31 persen), yang mungkin mencerminkan keinginan mereka untuk melindungi data sembari meningkatkan ekosistem teknologi.

Setelah teknologi inti diimplementasikan, nantinya akan muncul fokus baru untuk memperluas isu- isu layanan kesehatan dan sosial. Dalam tiga tahun kedepan, 27 persen dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berencana untuk terus bersiap menghadapi krisis, sementara 19 persen mengatakan mereka berencana untuk menerapkan praktik yang berkelanjutan di rumah sakit mereka. Prioritas yang tidak terlalu berfokus pada teknologi ini lebih mengarah pada masalah kesehatan masyarakat dan lingkungan yang lebih luas.

Fokus baru ini juga tidak terlepas dari investasi pada inovasi layanan kesehatan. Hampir setengah (47 persen ) dari pimpinan layanan kesehatan Indonesia berinvestasi dalam rekam medis digital, dengan 44 persen lainnya memprioritaskan pusat-pusat operasi klinis. Kedua angka ini secara signifikan lebih besar daripada rata-rata global yaitu sebesar 39 persen dan 22 persen. Saat melihat keuntungan dari investasi ini, pimpinan layanan kesehatan berharap untuk mengalihkan perhatian mereka ke aspek layanan yang lebih canggih secara digital selama tiga tahun mendatang, seperti kecerdasan buatan (82 persen), naik dari 38 persen saat ini) dan telehealth (49 persen), naik dari 37 persen saat ini, dimana kenaikan ini turut mencerminkan tren layanan kesehatan global.

Memaksimalkan kekuatan data

Secara keseluruhan, pimpinan layanan kesehatan di Indonesia optimis tentang peralatan yang mereka miliki.  Sebagian besar dari mereka (90 persen) sepakat bahwa rumah sakit mereka memiliki teknologi yang dibutuhkan untuk sepenuhnya memanfaatkan data, dan 85 persen mengklaim bahwa data rumah sakit mereka akurat.

Meskipun memiliki kepercayaan tinggi pada data dan teknologi, silo data, peraturan dan kewajiban hukum tetap menjadi penghalang signifikan untuk menggunakan data secara sepenuhnya di Indonesia. Sebanyak 62 persen pemimpin layanan kesehatan Indonesia menyebutkan silo data menghambat kemampuan untuk menggunakan data secara efektif, dan masalah yang diperburuk oleh sistem kesehatan Indonesia yang terdesentralisasi di seluruh pulau.

Sekitar 31 persen dari pimpinan –lebih tinggi dari rata-rata global 27 persen – menginginkan kejelasan lebih terkait pengumpulan dan penggunaan data. Meskipun Indonesia memiliki perundang-undangan yang mengatur perlindungan data secara umum, saat ini Indonesia belum memiliki peraturan untuk sistem kesehatan digital, termasuk pihak yang bertanggung jawab atas kebocoran data pasien. Oleh karena itu, satu dari lima pimpinan (20 persen) menyatakan kebijakan dan peraturan data sebagai hambatan terbesar dalam penggunaan data yang efektif dan 21 persen merasa kurangnya pengetahuan atau pemahaman karyawan tentang cara menggunakan data juga menjadi faktor penghambat.

Pelatihan bisa menjadi salah satu solusi di Indonesia. 64 persen pemimpin layanan kesehatan Indonesia mengatakan staf mereka kewalahan dengan banyaknya data yang tersedia, dan 18 persen merasa hal ini akan mengakibatkan karyawan mungkin akan menolak untuk beralih ke teknologi baru. Hanya 7 persen dari pimpinan di Indonesia yang mengatakan bahwa mereka memiliki semua keahlian yang dibutuhkan untuk memanfaatkan data sepenuhnya.

Untuk mengatasi hal ini, pimpinan juga akan berkolaborasi dengan pemain ekosistem lainnya. Misalnya, 59 persen pemimpin layanan kesehatan di Indonesia ingin bermitra dengan perusahaan asuransi kesehatan atau bermitra dengan rumah sakit lain dan 31 persen memilih perusahaan teknologi kesehatan sebagai mitra pilihan. Dari kemitraan ini, 30 persen pimpinan di Indonesia menginginkan panduan tentang masalah hukum, 31 persen menginginkan pemeliharaan layanan kesehatan yang berkelanjutan. Dua preferensi teratas ini menyoroti bagaimana pimpinan mencari lebih dari sekadar solusi teknologi; dan terbuka untuk kemitraan jangka panjang yang menawarkan solusi terintegrasi di seluruh bidang pelayanan kesehatan, dari teknologi hingga masalah hukum serta pemeliharaan layanan kesehatan yang berkelanjutan.

Baca: Kemenkes: Digitalisasi Layanan Kesehatan Perlu Lintas Sektor

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus