Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Tak Hanya Sehat, Tertawa Juga Punya Makna Sosial di Baliknya

Tak hanya bikin sehat, orang tertawa karena alasan sosial dan melakukannya saat bersama orang yang tepat dan suasana hati yang baik.

18 Agustus 2024 | 21.45 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Siapa pun tahu tertawa itu sehat dan bisa mengalirkan hormon bahagia. Lebih dari itu, cara orang tertawa juga bisa memiliki makna sendiri. Berikut pendapat para pakar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Orang tertawa karena alasan sosial dan melakukannya saat bersama orang yang tepat dan suasana hati yang baik," kata   Sophie Scott, direktur Institut Neurosains Kognitif di University College London, Inggris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Tawa seseorang mengungkapkan perasaannya, konteks terkait, fakta mereka merasa cukup nyaman untuk tertawa, fakta mereka menyukai orang-orang yang sedang bersama mereka, atau mereka ingin memberi kesan menyukai orang-orang itu, dan perasaan mereka mungkin nyaman dan rileks, tidak stres," tambahnya.

Dia menunjukkan riset yang menyebut manusia 30 kali lebih mungkin tertawa ketika bersama orang lain dibanding saat sendiri. Kita tak hanya tertawa saat bersama orang lain tapi juga tertawa lebih banyak jika menyukai orang tersebut.

"Tawa adalah bentuk komunikasi nonverbal, kombinasi dari bahasa tubuh berbeda terkait tawa, seperti senyum, membuka mulut, nyengir, membungkuk, dan parabahasa yang melibatkan suara tawa. Riset menunjukkan semakin percaya diri dan nyaman kita, semakin spontan dan keras tertawa," papar pakar bahasa tubuh Patti Wood kepada HuffPost.

Tertawa yang negatif
Sementara itu, pakar bahasa tubuh lainnya, Judi James, tertawa juga bisa mencerminkan sikap negatif. Contohnya pura-pura tertawa hanya untuk membuat orang lain senang atau hanya agar dicap sopan dan menghargai lawan bicara. 

Di sisi lain, norma masyarakat masih berlaku dalam urusan tertawa. Banyak yang masih menganggap perempuan tak baik tertawa terlalu keras. Dalam budaya Timur, misalnya, orang tua biasa menegur anak gadisnya yang tertawa ngakak.

"Sejarahnya, tawa perempuan lebih dibatasi norma budaya dibanding laki-laki. Tertawa keras sering dianggap tak pantas atau vulgar. Di banyak negara Timur, perempuan bahkan harus menutup mulut saat tertawa," jelas pengajar psikologi Ros Ben-Moshe.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus