Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Terapi Gen untuk Kanker Ovarium

Terapi genetik untuk kanker indung telur mulai dicobakan dalam skala yang lebih besar. Riset awal menunjukkan bahwa terapi genetik untuk kanker indung telur berhasil mengempiskan tumor.

18 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terapi genetik bakal menjadi alternatif baru pengobatan kanker ovarium (indung telur). Penyakit yang menggerogoti sistem reproduksi wanita itu selama ini ditangani dengan berbagai cara, antara lain bedah, terapi radiasi, dan kemoterapi dengan berbagai obat antikanker. Kini para peneliti di Universitas California Los Angeles (UCLA) berancang-ancang untuk menguji coba terapi baru yang lebih mendasar dalam penanganan kanker itu—yang membasmi kanker langsung dari akarnya. Mereka mencari dan mengundang para wanita yang baru saja didiagnosis menderita kanker indung telur untuk menjadi sukarelawan. Penderita dari mana pun boleh bergabung karena percobaan ini akan berskala internasional. Sebelumnya, mereka telah mencobakan terapi genetik kepada sejumlah pasien dalam skala yang lebih kecil. Dari percobaan fase pertama itu—ingin menguji keamanan terapi genetik—sepertiga pasien mengalami penyusutan tumor hingga 50 persen. Indikasinya dilihat dengan kadar CA-125, petanda yang menunjukkan aktivitas kanker dalam darah mereka. Pada penderita kanker kandungan protein petanda kanker itu makin banyak. Sukarelawan itu—para penderita kanker indung telur—sebagian mendapat terapi genetik, sebagian lainnya tidak. Dalam kelompok yang tidak mendapat terapi genetik, kadar CA-125 dalam darahnya ternyata tetap tinggi. Menurut Dr. Mark Pegram, salah seorang anggota peneliti, kepada Reuters Health, hasil positif seperti terapi genetik itu juga tidak terlihat pada pasien yang mendapat terapi bedah dan kemoterapi. Prinsip terapi ini didasarkan pada mekanisme kanker. "Kanker disebabkan oleh mutasi gen pada sel normal. Jadi, kalau kita ingin membunuh kanker, semestinya kita menciptakan obat yang secara spesifik melawan mutasi," kata Pegram. Atas dasar itu, sebuah gen yang disebut p53, yang berfungsi menekan sel tumor, diinjeksikan secara periodik ke dalam rongga perut dan pinggul melalui sebuah virus khusus. Virus itu ibarat kuda troya yang membawa senjata pembunuh sel kanker. Membawa gen dalam virus (retrovirus) semacam itu adalah salah satu cara terapi genetik yang kini dikembangkan para ahli. Selain itu, terapi genetik bisa dilakukan dengan menyisipkan langsung gen "telanjang" ke dalam tubuh. Cara lainnya adalah dengan menyusupkan gen dengan kendaraan virus yang berhubungan dengan adeno (adeno-associated virus) dan menyisipkan kromosom tiruan. Semua terapi itu masing-masing punya kelebihan dan kelemahan. Gen "telanjang", misalnya, memang tidak menimbulkan reaksi imunitas seperti gen dalam retrovirus, tapi cara ini tidak efisien karena gen yang disisipkan ke dalam sel itu mungkin tidak bisa membuat produk yang cukup untuk menyembuhkan penyakit. Sebaliknya, terapi gen dengan retrovirus, meskipun gen yang masuk ke tubuh lebih stabil dan jumlahnya bisa lebih banyak, cara ini dapat merusak sel dan merangsang sistem kekebalan tubuh. Terapi genetik untuk kanker indung telur ini sendiri dilaporkan menimbulkan efek samping berupa gejala flu seperti demam, letih, dan perut yang tidak nyaman. Apa pun akibatnya, terapi gen, menurut Pegram adalah onkologi baru. Dengan dicobakannya terapi genetik untuk kanker indung telur pada skala yang lebih luas, agaknya hal itu akan menimbulkan harapan besar bagi penderitanya. Maklum, kanker indung telur ini termasuk salah satu jenis kanker yang mengancam jiwa wanita. Lembaga American Cancer Society melaporkan bahwa hanya 46 persen pasien yang mampu bertahan hidup selama lima tahun setelah pasien itu didiagnosis menderita kanker ovarium. Menurut kios internet NOAH, 1 dari 70 wanita Amerika menderita kanker ovarium. Artinya, setiap tahun sekitar 20 ribu wanita menderita kanker yang kebanyakan menyerang wanita berusia di atas 40 tahun ini. Penderita di Tanah Air? Memang tidak ada data yang lengkap. Namun, laporan dari Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada 1997 menyebut bahwa jumlah penderita kanker ovarium—di rumah sakit itu saja—29 orang. Dibandingkan dengan jenis kanker lain, kanker ovarium menduduki jumlah kasus tertinggi kesembilan. Mengingat angka "kesembuhan" kanker ini lebih tinggi bila penderita melakukan deteksi dan perawatan dini, gejala-gejala kanker ovarium itu perlu dikenali. Tanda-tanda itu antara lain rasa tidak nyaman pada pinggul bagian bawah, serasa selalu kenyang walau sehari hanya makan makanan ringan, kehilangan nafsu makan, sering kencing, dan rasa nyeri selama berhubungan badan. Untuk memastikannya, karena itu, periksa rutin ke dokter setiap tahun sebenarnya harus menjadi kewajiban para wanita. Kelik M. Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus