Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bayi laki-laki asal Desa Wonorejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, itu meninggal tanpa sempat diberi nama, Selasa pekan lalu. Hidup anak pasangan Suparno dan Winarni yang hanya sepuluh hari itu dihabiskan di ruang perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Caruban. ”Selama ini dokter dan paramedis sudah berupaya memberikan perawatan, tapi peluang hidup bayi dengan kasus seperti ini memang sangat kecil,” kata juru bicara rumah sakit, Munirul Huda.
Pendapat senada diutarakan Dina Garniasih, dokter spesialis anak Rumah Sakit Siloam Karawaci, Banten. ”Jika bayi tidak lahir mati, biasanya akan meninggal dalam hitungan jam hingga hari. Belum pernah ada yang bertahan hidup lama,” ujarnya. Menurut dokter lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung, yang memperdalam hematologi onkologi di Universitas Indonesia itu, bayi anensefal, sebutan bayi tanpa tempurung kepala, meninggal karena terhenti jantung-parunya. ”Karena fungsi otak tidak berkembang,” ujarnya.
Bayi itu lahir melalui bedah caesar, berat badannya 2,6 kilogram dan panjang 45 sentimeter. Hidup dalam kandungan ibunya selama 38 minggu. ”Kondisinya memang terus menurun sejak dilahirkan. Refleksnya mengisap air susu juga sudah tak ada. Terjadi infeksi pada kepala yang terpapar udara terbuka,” kata dokter spesialis anak Rumah Sakit Caruban, Rony A.P. Tamba. Bayi ini sama sekali tidak memiliki tempurung yang seukuran sekitar setengah lingkaran pada bagian atas kepalanya, hingga otaknya terlihat jelas. Meski terbuka, otaknya masih tertutup selaput, tapi sangat rentan terkena infeksi dari udara luar meski si bayi ditempatkan dalam inkubator.
Berat badannya juga berkurang menjadi 2,5 kilogram. Karena tak bisa mengisap air susu, asupan cairan dan nutrisi disalurkan melalui infus dan selang di mulut. ”Tidak ada terapi standar untuk kasus bayi seperti ini. Selama ini kami hanya memberikan dukungan cairan, nutrisi, dan oksigen,” kata Rony. Bagi RS Caruban, ini bukan kasus pertama. Tahun lalu bayi serupa asal Desa Sidorejo, Saradan, Kabupaten Madiun, bisa bertahan dua minggu. Bayi dengan keadaan seperti itu tercatat pernah menjadi pasien di Aceh, Tebingtinggi, Yogyakarta, dan Bandung.
Dokter Rony tak bisa memastikan penyebab bayi anencephalus itu. Namun, dari berbagai teori, kondisi ini diduga akibat pengaruh zat kimia yang dihirup ibunya selama bekerja di pabrik pengolahan benang dan kain. Winarni, sang ibu, bekerja sebagai buruh pewarna kain di sebuah pabrik pengolahan kain dan benang di Krian, Kabupaten Sidoarjo, sedangkan suaminya sopir pengangkut sampah kayu. Keduanya indekos di lingkungan kumuh di Surabaya. ”Keadaan sosio-ekonomi yang rendah serta lingkungan tak sehat juga merupakan risiko bayi lahir tanpa tempurung kepala,” kata Dina Garniasih.
Anensefal, menurut pengajar kesehatan anak di Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan itu, adalah suatu kelainan atau cacat pada perkembangan sistem saraf pusat yang berasal dari kegagalan penutupan tuba neuralis atau batok kepala. Biasanya terjadi pada usia kehamilan 20-28 hari atau pekan ketiga. ”Menyebabkan tidak adanya sebagian besar otak, tengkorak, dan kulit kepala, sehingga jaringan otak tidak terlindung,” ujar Dina. Kerusakan hebat pada jaringan otak juga terjadi akibat tekanan dari luar. ”Bayi dengan kelainan ini lahir tanpa otak bagian depan, yang merupakan bagian terbesar dari otak yang terdiri atas hemisfer serebral.”
Kondisi itulah yang menyebabkan abortus, lahir mati, atau kematian bayi baru lahir. Angka prevalensi anensefal di dunia dilaporkan sekitar 1,2 per 10 ribu kelahiran hidup. Di Amerika Serikat sekitar 1 dari 150 ribu bayi yang lahir hidup menderita anensefal setiap tahun. Di Indonesia, baik dokter Dina maupun Rony, tak mengetahui angka pastinya. ”Diperkirakan lebih besar dari yang terjadi di Eropa dan Amerika,” katanya.
Semua kasus bayi lahir tanpa batok kepala berawal dari sang bunda. Sebuah penelitian melaporkan, ibu yang memiliki anak dengan cacat tabung saraf (defek tuba neuralis) seperti anensefal memiliki risiko tiga persen akan mempunyai anak lainnya dengan cacat serupa.
Ibu yang mengkonsumsi obat tertentu seperti obat epilepsi atau antikejang memiliki risiko bayi lahir dengan cacat tabung saraf. ”Obat jenis tersebut akan meningkatkan risiko kelainan perkembangan saraf pada masa embrio,” kata dokter Dina.
Faktor risiko lainnya yang menyebabkan anensefal, apabila sang ibu terpapar logam berat seperti timah, kromium, merkuri, nikel, atau radiasi uranium. ”Bila ditambah ada diabetes melitus dan ketergantungan insulin pada ibu, risiko bayi lahir tanpa batok kepala lebih tinggi,” ujar anggota asosiasi dokter anak Indonesia itu.
Untuk menghindari bayi lahir dengan cacat pada tempurung kepala, apalagi memiliki riwayat keturunan anak anensefal, menurut Dina, selain menghindari faktor-faktor di atas, saat hamil si ibu perlu melakukan pemeriksaan lebih teliti. ”Diperiksa dengan ultrasonografi. Selain itu, dipantau kadar alpha-fetoprotein dari darah ibu,” katanya. Alpha-fetoprotein adalah zat protein yang terdapat saat sang janin buang air kecil di dalam kandungan ibunya. Tingkat protein yang dikeluarkan janin penderita cacat tabung saraf itu lebih besar ketimbang bayi normal.
Cacat pada penutup jaringan saraf otak juga terjadi karena sang ibu kurang mengkonsumsi vitamin yang mengandung asam folat, seperti yang terdapat pada bayam, asparagus, lentil, kacang segar, hati, tomat, brokoli, melon, jeruk, dan nanas. Ibu yang merencanakan kehamilan atau yang sedang mengandung memerlukan 30 sampai 100 miligram asam folat. ”Karena itu, kami biasanya memberikan suplemen asam folat selama kehamilan untuk mengurangi risiko defek tuba neuralis itu,” ujar dokter yang pernah juga menangani pasien itu saat bertugas di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, empat tahun lalu.
Jika sudah terdeteksi bayi dalam kandungan mengalami catat tabung saraf itu, biasanya kehamilan dihentikan. ”Jika orang tuanya tak setuju diaborsi, kemungkinan 55 persen bayi lahir mati, atau bertahan paling lama dua minggu,” kata Dina. Pasalnya, selain tak punya batok kepala, sang bayi biasanya mengalami gangguan pada organ mata (buta) dan telinga (tuli).
Winarni, sang ibu bayi tanpa batok, syok dan mengurung diri di rumah orang tuanya. ”Anak saya jadi sering pingsan ketika tahu ada orang yang datang dan menanyakan bayinya,” kata Wiji, ayah Winarni, saat Tempo mengunjungi rumahnya. Memang ada risiko tambahan bagi ibu pada proses persalinan bayi penderita anensefal, yaitu robekan pada jalan lahir karena tulang rahang bayi yang tajam. Tak jarang, si ibu menjadi trauma yang berujung pada gangguan jiwa.
Ahmad Taufik, Ishomuddin (Madiun)
Terbentuk Bayi Anensefal
Anencephaly atau anensefal tergolong rumpun penyakit cacat bumbung saraf atau neural tube defect. Cacat ini merupakan cacat bawaan pada pembentukan yang terjadi 20 - 28 hari setelah pembuahan sel telur.
1. Sel-sel pelat saraf (neural plate) membentuk sistem saraf pada janin. Pada pertumbuhan normal, sel itu melipat satu sama lain membentuk bumbung atau tabung saraf (neural tube), yang selanjutnya menjadi tulang punggung dan saraf.
2. Setelah terjadi beberapa transformasi atau perubahan bentuk, kutub utama (superior pole) akhirnya menjadi otak.
Pada kasus ini, bumbung saraf gagal menutup sempurna. Anensefal terjadi bila ujung tabung saraf ini tak bisa menutup.
3. Janin pun terlahir tanpa kulit kepala atau cerebellum; juga tanpa meninges, kedua belah hemisphere otak dan tempurung kepala (vault of cranium), tapi bagian dari batang otak biasanya tetap ada. Sisa jaringan otak terlindung oleh selaput yang tipis saja. Ada kemungkinan bayinya buta dan tidak ada pergerakan refleks atau hanya beberapa yang berfungsi.
Kira-kira 25 persen bayi anensefal meninggal saat lahir. Yang selamat hanya bertahan hidup beberapa jam atau paling lama dua pekan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo