Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Makan Tepat Bantu Serap Obat
Minumlah obat sesudah makan. Anjuran itu kini perlu ditambah: dengan makanan yang tepat. Penemuan terbaru memang menunjukkan bahwa mengkonsumsi makanan yang tepat sebelum menelan obat akan membantu penyerapannya. Kesimpulan ini terbukti pada penderita kanker payudara.
Mark Ratain, salah satu anggota tim peneliti dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, mengatakan bahwa daya serap tubuh terhadap obat kanker payudara (lapatinib) berlangsung lebih baik pada mereka yang mengkonsumsi makanan berlemak dibanding yang berperut kosong. ”Jadi, pasien dapat mengurangi dosisnya, yang juga berarti akan lebih hemat,” katanya.
Daya serap tubuh semakin tinggi apabila obat itu ditelan bersama jus jeruk sitrus. Penemuan Ratain dan timnya itu dimuat di Journal of Clinical Oncology, dua pekan lalu. Selama ini, para pakar mengingatkan potensi bahaya reaksi antara makanan dan obat, yakni membuat obat menjadi tidak efektif atau justru kemungkinan menghasilkan racun.
Namun Ezra Cohen, rekan setim Ratain, tetap mengingatkan agar pasien tidak bereksperimen sendiri. Menurut dia, masih perlu pengujian lebih lanjut tentang reaksi makanan dengan obat-obatan.
Susu Tangkal Diabetesdan Jantung
Susu dikenal punya sederet khasiat bagi tubuh. Kini ada satu lagi temuan tentang manfaat minum susu, yaitu mengurangi risiko terkena penyakit diabetes dan serangan jantung.
Tim Universitas Cardiff, Inggris, meneliti 2.375 laki-laki berusia 45 hingga 59 tahun. Tatkala penelitian dimulai 20 tahun lalu, 15 persen menderita gangguan metabolisme seperti kandungan gula darah tinggi, tekanan darah, dan kolesterol tinggi. Sisanya berisiko tinggi terkena diabetes.
Dua puluh tahun kemudian, mereka yang rutin minum minimal setengah liter susu setiap hari berisiko 62 persen lebih rendah terkena gangguan metabolisme dibanding yang tidak. Bagi mereka yang setiap hari mengkonsumsi produk turunan susu, risiko terkena gangguan metabolismenya juga turun 56 persen. ”Hasil ini menunjukkan susu atau produk turunannya cocok bagi gaya hidup sehat,” kata Peter Elwood, ketua tim peneliti. Hasil penelitian mereka dipublikasikan di Journal of Epidemiology and Community Health, pekan lalu.
Gendut Kebal Serangan Jantung
Temuan ini menjadi sebuah paradoks di dunia kesehatan. Selama ini kegemukan diketahui meningkatkan risiko terkena serangan jantung. Tapi ternyata mereka yang badannya kelewat tambun justru lebih tahan serangan jantung dibanding mereka yang bertubuh langsing. ”Hasil ini tidak berarti kegemukan itu baik. Kegemukan tetap berbahaya bagi kesehatan,” kata Gerald Fletcher, juru bicara Asosiasi Jantung Amerika Serikat, dua pekan lalu.
Kesimpulan tersebut diperoleh tim peneliti gabungan Jerman dan Swiss dan dipublikasikan di European Heart Journal edisi Juni 2007. Penelitian itu menunjukkan, hanya 3,6 persen pasien jantung bertubuh gemuk yang meninggal setelah serangan jantung ketimbang 10 persen penderita jantung yang lebih kerempeng.
Penelitian serupa pernah dilakukan tim Universitas Duke, Amerika Serikat, dua tahun lalu, dengan hasil tak jauh berbeda. Mereka mengamati 16 ribu orang di 37 negara. Hasilnya, tingkat kematian pasien dengan berat badan normal setelah serangan jantung 4,3 persen. Angka itu sedikit lebih tinggi dibanding mereka yang kelewat gemuk, yang hanya 2,2 persen. ”Kami belum punya penjelasan atas fenomena ini,” kata Eric Eisenstein, peneliti kepala Universitas Duke.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo