Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MEREKA boleh disebut kaum berjas dan berdasi—biasanya berambut licin. Kemewahan dan gengsi dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari: limusin, rumah asri, apartemen mentereng. Sebutan untuk mereka juga keren: bankir—profesi yang berkelas di masyarakat, "basah", terhormat. Namun, ketika pemerintah mulai menutup bank-bank bobrok, sebagian dari bankir ini bertambah predikat: orang tercela.
Pada Sabtu pekan lalu, 38 bank kembali diturunkan papan namanya untuk selama-lamanya. Bertambah lagilah bankir yang masuk daftar orang tercela (DOT). Jika dari setiap bank ada tiga bankir saja yang masuk DOT, Sabtu pekan lalu itu paling tidak lebih seratus "bankir baru" ada di DOT.
Padahal, pemerintah seharusnya menangani masalah ini sejak pengumuman gelombang pertama bank yang dibeku-operasikan (BBO) pada 1 November 1997. Saat itu, ada 16 bank yang masuk kategori BBO dan kemudian dilikuidasi. Namun sampai saat ini tidak satu pun bankir dari 16 bank yang masuk kategori BBO tadi yang dimasukkan dalam daftar orang tercela. Sebutlah nama Bambang Trihatmodjo dan Prajogo Pangestu, keduanya komisaris Bank Andromeda.
Krisis ekonomi 10 tahun lalu memang menjungkirbalikkan perekonomian Indonesia, dan juga status sosial banyak orang. Kini, 10 tahun kemudian, sudahkah ekonomi Indonesia pulih?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo