BATANG kemaluan pria kadang-kadang tak mampu berfungsi secara normal, dalam sanggama, dalam arti hubungan akrab antara laki-laki dan wanita. Berbagai usaha diupayakan untuk mengatasi masalah itu. Dan kini, sejumlah ikhtiar sudah ditemukan. Untuk menggagahkan batang kemaluan, diperbantukan sejumlah peralatan yang ditanamkan di dalamnya. Sabtu dua pekan lalu, sebuah seminar kecil diselenggarakan Bagian Bedah Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, untuk membahas kemungkinan upaya menolong ketidak mampuan "alat" laki-laki itu. Dua ahli didatangkan dari Negeri Belanda untuk memberikan ceramah dan sekaligus demonstrasi. Ke duanya anggota perhimpunan ilmu bedah internasional - datang dalam rangka pertukaran informasi. Kebetulan, seminar diselenggarakan ketika RSHS sedang menghadapi kasus Rogayah (bukan nama sebenarnya) yang disinyalir berkelamin ganda (TEMPO, 30 NOvember 1985). Maka, segera muncul pertanyaan, mungkinkah Rogayah yang ingin menjadi laki-laki tetapi memiliki penis sangat kecil (2 sentimeter) bisa mendapatkan kegagahannya. Agaknya, kasus seperti Rogayah belum ada jalan keluarnya. Walaupun ia hingga kini belum lagi mengambil keputusan, agaknya ia bakal tak punya pilihan: upaya medis cuma bisa menolongnya menjadi wanita penuh. Vagina yang memang dimilikinya akan disempurnakan, dan penisnya yang kecil akan "diklitoriskan". Memang, menurut para ahli, penis sekecil itu tak lain dari perpanjangan klitoris. "Sembilan puluh persen penderita hermaphrodite, setahu saya, selalu dikonversikan menjadi wanita," ujar dr. Oderwald, salah satu ahli dari Negeri Belanda itu. Menurut ahli dari RS Eindhoven itu, penderita kelamin ganda tak bisa ditolong menjadi pria karena umumnya penis mereka terlampau kecil, hingga alat bantu tak bisa ditanamkan di dalamnya. Lalu untuk siapa sebetulnya alat bantu itu? Oderwald menjelaskan, alat bantu itu yang dikenal dengan nama protesis, diperlukan mereka yang mengalami impotensi atau tidak mampu mengalami ereksi. Gangguan pada pria ini diakibatkan beberapa sebab. Yang terbanyak, akibat psikologis (hilangnya keyakinan diri). Namun, bisa juga akibat patahnya tulang belakang atau terganggunya saraf, misalnya akibat pengangkatan tumor di daerah yang berdekatan dengan serabut saraf. Oderwald menekankan, penggunaan protesis cuma bagi mereka yang sesungguh-nya tak bisa lagi mengalami ereksi. "Yang karena faktor psikologis, biasanya saya kirim ke ahli jiwa agar ditolong," ujar Oderwald. Impotensi akibat faktor psikologis, umumnya, memang tidak permanen. Oderwald menjelaskan alat bantu ereksi dipasang tepat di tengah batang penis dengan jalan pembedahan. "Sebagaimana diketahui," kata Oderwald menguraikan, "penis memiliki dua gumpalan otot yang dipisahkan tepat di tengah-tengah oleh saluran kencing." Nah, protesis diletakkan pada jalur saluran kencing, jadi juga di tengah-tengah di antara dua gumpalan yang dikenal sebagai corpora cavarnosa. Protesis yang biasa digunakan Oderwald disebut protesis semikaku. Alat bantu ini, sebuah untaian per dari perak yang dibalut silikon (semacam plastik) di bagian luarnya. Diameter alat bantu ini 9,5 milimeter dan panjangnya antara 17 dan 22 sentimeter - ukuran inilah yang menyebabkan protesis tak mungkin dipasangkan pada penis Rogayah, yang cuma dua senti-meter itu. Oderwald mengakui, protesis yang biasanya dipasangkannya ini mengakibat-kan penis selalu kaku, walau bisa dibengkokkan ke semua arah, seperti laiknya per. Namun, menurut Oderwald, protesis semikaku bukan satu-satunya alat bantu. Masih terdapat jenis protesis lain, yaitu yang menggunakan sistem pompa. Ternyata, sistem pompa inilah yang lebih banyak digunakan di Indonesia. Dari sekitar 30 kasus pemasangan, sekitar separuhnya dilakukan oleh dr. Frits August Kakiailatu, ahli bedah urologi RS TNI-AD, Gatot Subroto, Jakarta. Dokter yang juga perwira TNI-AL berpangkat kolonel itu mengutarakan, dari semua pemasangan protesis, hanya satu protesis semikaku digunakannya, selebihnya penderita meminta protesis dengan sistem pompa. Keuntungan sistem pompa ialah, penis bisa kembali ke keadaan semula, setelah ereksi - jadi tidak kaku terus-menerus. Terjadinya ereksi pada sistem ini akibat masuknya air ke dalam tabung yang ditanamkan di tengah batang kemaluan. Dan bila air dikeluarkan dari tabung itu dan dikembali-kan ke reservoir, maka penis kembali lemas. Pemasangan protesis dengan sistem pompa ini, menurut Kakiailatu, jauh lebih sulit. Pembedahan tidak dilakukan cuma pada batang penis, tapi juga bagian bawah perut untuk memasang reservoir, dan biji kemaluan untuk menempatkan tombol pengaturan keluar masuknya air. Tombol itulah yang ditekan, bila penis ingin ditegangkan, dan tombol itu pula yang kembali ditekan, bila penis ingin dilemaskan kembali. Namun, menurut Kakiailatu, mekanisme pompa kini sudah semakin maju. Pada model yang paling akhir, tombol dipindahkan di kepala penis. Keuntungan-nya, ereksi penis jadi tampak lebih alamiah. Pemburuan kesempurnaan ini, pada dasarnya upaya untuk menolong para penderita impotensi. Dalam arti yang sesungguhnya. "Pada pemasangan protesis ini, kami selalu hati-hati," kata Kakiailatu, "Kami tak mau orang menjadi sex athlete." Jim Supangkat Laporan biro Bandung & Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini