Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Utamakan oralit, bukan infus

Departemen kesehatan, ugm dan usaid mendirikan: pusat informasi diare, di yogyakarta. mengumpulkan informasi tentang diare dan menilai kembali terapi yang ditegakkan para dokter selama ini.

8 April 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP tahun, dari 60 juta penderita diare di Indonesia, 60-80% adalah anak-anak balita. Angka kematian akibat diare ini 125 sampai 150 ribu bayi dan balita. Tak salah jika para ahli menempatkan diare sebagai masalah kesehatan yang mendesak di Indonesia. Salah satu upaya untuk menanganinya ialah dengan mengumpulkan informasi tentang diare. Di samping itu. menilai kembali terapi yang ditegakkan para dokter selama ini. Sikap para dokter yang gampang main infus, misalnya, dinilai keliru. "Terapi secara infus adalah pemborosan, biayanya 10 kali lebih mahal dibanding memberikan oralit pada penderita," kata dr. ati Sunarto, Kepala Unit Penyakit Anak RSUP dr. Sarjito, Yogyakarta. Ia juga mempersoalkan obat antimencret dan antibiotik. "Obat antimencret memang bisa menyetop cairan, tapi itu keliru," ujar Yati. Justru lewat cairan itulah kuman-kuman penyebab mencret keluar. "Jika mencret dipaksa berhenti, terjadi pengendapan kuman, yang bisa menimbulkan racun kuman," lanjutnya. Terapi yang paling tepat, menurut dr. Yati, ialah pemberian oralit. Selain murah, oralit berfungsi sebagai pembersih dan pengganti caian yang keluar. "Diare memang mengeluarkan banyak cairan, jangan dihentikan," ucapnya. "Hanya penderita yang parah yang perlu diinfus." Kendala yang dirasakan masyarakat dalam menangani diare ialah keterbatasan informasi tentang penyakit tersebut. Padahal. pengetahuan dan obat tentang diare dan pemberantasannya berkembang pesat. Itulah sebabnya, PID (Pusat Informasi Diare) -- diresmikan oleh dr. Hartono, Dirjen PPM & PLP Depkes, beberapa waktu berselang -- menjadi penting. Adalah Departemen Kesehatan yang memprakarsai proyek ini, bekerja sama dengan UGM dan USAID (US Agency for International Development) selaku penyandang dana. UGM ditunjuk menjadi pangkalan PID karena, menurut Hartono, "di UGM tersedia personel dan prasarana yang memadai." Kendati baru berusia sebulan, PID sudah pula menerbitkan majalah Berita Pusat Informasi Diare (BEPID). "Beberapa dokter puskesmas sudah memanfaatkannya," ujar dr. Rossi Sanusi, pimpinan PID. Dalam pengembangan selanjutnya, BEPID akan menampung informasi dari semua fakultas kedokteran di Indonesia serta berbagai lembaga internasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus