Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan Ina Agustina Isturini mengatakan kasus demam berdarah dengue adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Kasusnya selalu ada sepanjang tahun dan cenderung meningkat di musim hujan. Ini bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga berdampak pada produktivitas masyarakat dan membebani sistem layanan kesehatan. "Di awal tahun ini saja, sampai dengan 3 Februari 2025, Kementerian Kesehatan telah mencatat sebanyak 6.050 kasus dengue secara nasional, dengan Incidence Rate (IR) 2,14 per 100.000 penduduk, dan kematian akibat dengue sebanyak 28 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,46 persen," kata Ina dalam keterangan pers yang diterima Tempo pada 17 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Demam Berdarah Mengintai di Musim Hujan, Berikut Bahan Alami yang Bisa Bantu Pulihkan Kondisi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus dengue dilaporkan terjadi di 235 kabupaten/kota di 23 provinsi. Pemerintah Indonesia terus berkomitmen dalam mengendalikan penyakit dengue melalui berbagai program, seperti pengendalian vektor, Gerakan 3M Plus, dan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik, yang diperkuat dengan edukasi berkelanjutan. Pemerintah juga telah menetapkan Strategi Nasional Penanganan Dengue 2021-2025, yang menekankan sinergi lintas sektor. "Salah satu bentuk nyata kolaborasi ini adalah kegiatan Langkah Bersama Cegah DBD bersama dengan Takeda, yang membantu memperluas jangkauan edukasi dan pencegahan,” kata Ina.
Menurut Ina, dengue tidak bisa dilawan hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Pemerintah telah mengadopsi strategi berbasis inovasi, termasuk implementasi nyamuk ber- Wolbachia, seperti yang sudah dilakukan di beberapa daerah seperti, Yogyakarta, Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, Kupang. Ada pula vaksinasi sebagai langkah perlindungan tambahan. Namun, upaya ini tidak bisa dilakukan sendiri. "Masyarakat harus aktif berperan salah satunya dengan menerapkan 3M Plus (menguras-menutup-mendaur ulang-plus berbagai upaya mencegah gigitan nyamuk). Untuk itu, para pemangku kepentingan ini harus saling bersinergi, baik pemerintah, sektor swasta, organisasi medis, perusahaan, sekolah, dan lain sebagainya,” katanya.
Waspada Dengue di Musim Hujan
Dokter Spesialis Penyakit Anak I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, menyoroti potensi kenaikan kasus dengue di Indonesia terutama dalam musim hujan. “Di musim hujan seperti sekarang, kita harus semakin waspada terhadap dengue. "Penyakit ini memang ada sepanjang tahun, tetapi jumlah kasusnya meningkat tajam di musim hujan," katanya.
Yang sering tidak disadari, dengue bisa menyerang siapa saja, di mana saja—terlepas dari tempat tinggal, usia, atau gaya hidup. Data menunjukkan bahwa 47 persen kasus dengue terjadi pada anak dan remaja, dengan 12 persen terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun dan 35 persen pada usia 5-14 tahun. Lebih mengkhawatirkan lagi, kematian tertinggi juga terjadi pada kelompok usia ini, yaitu 45 persen pada anak usia 5-14 tahun dan 21 persen pada anak usia 1-4 tahun.
Dengue pada anak sering kali diawali dengan demam tinggi mendadak, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, munculnya bintik merah di kulit, muntah, serta sakit perut yang terus-menerus. Jika terlambat ditangani, anak bisa mengalami syok dengue, yang ditandai dengan tangan dan kaki dingin, napas cepat, hingga penurunan kesadaran—dan kondisi ini bisa berakibat fatal. Hingga saat ini, belum ada obat spesifik untuk menyembuhkan dengue. "Pengobatan yang diberikan hanya bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah komplikasi yang lebih parah. Untuk itu, pencegahan menjadi kunci utama, salah satunya bisa melalui vaksinasi,” katanya.
I Gusti Ayu Nyoman Partiwi menambahkan bahwa pencegahan dengue melalui vaksinasi sendiri tidak termasuk ke dalam cakupan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, “Vaksinasi di Indonesia berada di dalam Program Imunisasi Nasional, bukan BPJS. Program tersebut menargetkan kelompok usia tertentu, yang biasanya adalah anak-anak. Dengue bukan penyakit ringan, dan kita tidak bisa menunggu hingga terlambat untuk bertindak,” katanya.
Mendukung pernyataan yang disampaikan oleh dr. I Gusti Ayu, Spesialis Penyakit Dalam Suzy Maria, mengemukakan bahwa sebanyak 39 persen kasus dengue terjadi pada kelompok usia 15- 44 tahun, dan 13 persen terjadi pada kelompok usia di atas 44 tahun, serta dengue bisa berakibat fatal tidak hanya bagi anak-anak tetapi juga pada orang dewasa. Banyak yang mengira dengue hanya berbahaya bagi anak-anak, padahal orang dewasa juga berisiko mengalami infeksi parah, terutama mereka yang memiliki komorbid seperti diabetes, hipertensi, gangguan imun, penyakit jantung, dan penyakit ginjal. Pada kelompok ini, dengue dapat berkembang lebih cepat menjadi dengue berat, yang berisiko menyebabkan kegagalan organ. Selain itu, masih banyak orang salah mengerti bahwa apabila sudah terkena dengue, maka mereka akan kebal. Padahal seseorang bisa terinfeksi dengue lebih dari satu kali, dan infeksi yang berikutnya berisiko lebih parah. "Sistem imun yang sudah pernah terpapar virus dengue dapat bereaksi lebih kuat terhadap infeksi berikutnya, meningkatkan risiko komplikasi serius seperti perdarahan hebat atau syok dengue,” katanya.
Pendekatan yang terintegrasi sangat diperlukan dalam menangani dengue. Penerapan 3M Plus harus menjadi kebiasaan yang terus dilakukan, bukan hanya saat musim hujan. Masyarakat juga perlu mempertimbangkan langkah pencegahan dari dalam tubuh, seperti vaksinasi, yang kini telah direkomendasikan penggunaannya oleh asosiasi medis bagi anak-anak dan orang dewasa. Namun demikian, untuk mendapatkan perlindungan yang optimal, vaksinasi harus dilakukan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan. "Dengue tidak boleh dianggap remeh. Pencegahan harus dilakukan secara konsisten dan menyeluruh, karena kita tidak pernah tahu kapan atau seberapa parah infeksi akan menyerang. Dengan langkah pencegahan yang tepat, kita bisa mengurangi risiko dengue berat dan melindungi diri serta orang-orang di sekitar kita,” kata Suzy.
Di kesempatan yang sama, turut hadir Zaskia Adya Mecca, Figur Publik dan juga seorang Ibu dari lima orang anak. Zaskia menyampaikan bahwa dengue tidak bisa dicegah hanya dengan mengandalkan kebersihan. Banyak yang berpikir bahwa jika rumah mereka bersih, mereka aman dari dengue. Padahal, kasus dengue juga sering ditemukan di rumah-rumah yang tampak rapi, bersih, dan terawat. Nyamuk Aedes aegypti tidak membutuhkan lingkungan yang kotor untuk berkembang— genangan air kecil yang luput dari perhatian sudah cukup bagi mereka untuk bertelur. Itulah mengapa sekadar menjaga kebersihan saja tidak cukup. Kita harus disiplin menerapkan 3M Plus setiap hari, karena nyamuk pembawa dengue bisa berkembang di tempat-tempat yang tidak kita duga. Tapi jika ada langkah tambahan yang bisa membantu kita merasa lebih aman, tentu patut untuk dipertimbangkan. Semakin banyak upaya pencegahan yang kita lakukan, semakin kecil kemungkinan kita dan keluarga terkena dengue.”
Sementara itu, Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, mengapresiasi komitmen luar biasa dan usaha yang berkelanjutan dari Kementerian Kesehatan dan seluruh Dinas Kesehatan daerah dalam upaya pengendalian dengue di Indonesia. Pemerintah tidak hanya menjalankan berbagai program strategis, tetapi juga menunjukkan keterbukaan untuk berkolaborasi dengan sektor swasta dan masyarakat dalam menghadapi tantangan ini. "Kemitraan seperti ini sangat penting karena dengue bukan masalah yang bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Di Takeda, kami melihat perjuangan melawan dengue sebagai komitmen jangka panjang. Ini bukan sekadar inisiatif sesaat, tetapi perjalanan berkelanjutan yang membutuhkan konsistensi dari semua pihak," kata Andreas.
Andreas mengatakan timnya ingin menjadi mitra yang dapat diandalkan bagi pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas, serta masyarakat luas dalam membangun kesadaran dan mendorong langkah-langkah pencegahan yang efektif. Namun, keberhasilan hanya dapat dicapai jika kita bergerak bersama. Tidak cukup mengandalkan satu solusi—kita perlu disiplin menerapkan 3M Plus, terus meningkatkan kesadaran, serta mempertimbangkan pendekatan yang inovatif untuk pencegahan. "Dengan aksi kolektif yang kuat, kita dapat mengurangi dampaknya dan mencapai tujuan bersama: Nol Kematian Akibat Dengue pada Tahun 2030,” kata Andreas.
Pilihan Editor: Dua Anak Meninggal, Dompu Tetapkan Status KLB Demam berdarah