Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Maluku Utara- Jika Anda penggemar olahan pisang, cobalah keripik pisang asal Gene Dalam, Maluku Utara. Rasanya renyah, manis, dan wangi vanili. Keripik pisang bernama Mo Det Hapso ini bisa Anda temukan di Ternate, Ibu Kota Maluku Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Keripik ini dibuat dari pisang lokal. Warga Gene Dalam menyebut pisang itu dengan nama sepatu putih. Mama Yani, seorang pembuat keripik pisang tersebut memanen sepatu putih dari kebun sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pisang yang telah dipetik kemudian dikupas, dicuci, dan diiris tipis-tipis. Mama Yani kemudian merendamnya sebentar dalam larutan air yang telah dicampur dengan gula, garam, dan vanili. Setelah ditiriskan, dia menggorengnya dengan minyak kelapa buatan mamak-mamak Gane Dalam. Minyak goreng bernama Mo Det Hapso itu juga bisa Anda temukan di Ternate. Minyak tanpa pengawet ini biasanya bertahan sampai 3 bulan.
Mama Yani yang berusia 70-an tahun itu sudah memproduksi keripik pisang sepatu putih selama empat tahun. Semula, dia bekerja sebagai petani pala, cengkih, dan kelapa. Namun kebunnya seluas 2 hektare diambil oleh perkebunan kelapa sawit tanpa seizinnya.
Mama Yani pembuat keripik pisang merek Mo Det Hapso. TEMPO | Nur Alfiyah
Mama Yani melawan dengan memagari kebun tersebut, tapi tak mempan. Ia akhirnya tidur di depan eskavator yang sedang membabat tanaman di kebunnya, namun tetap tak diindahkan. Kebun itu tetap berpindah tangan ke perusahaan kelapa sawit.
Kebun yang telah dimiliki keluarganya sejak 1979 tersebut tak hanya mencukupi kebutuhan hidup Mama Yani. Dia juga bisa menyekolahkan dua cucunya hingga perguruan tinggi. Mama Yani biasanya mendapat penghasilan puluhan juta rupiah per tahun. Perusahaan mengganti tanahnya dengan uang Rp 25 juta. Duit yang hanya setara dengan beberapa bulan penghasilannya dari kebun.
Mama Yani yang sedih karena kehilangan kebun keluarga menolak memakai uang tersebut. Dia menyedekahkannya kepada orang miskin. "Sakit hati saya," katanya, Sabtu, 24 Oktober 2020, sambil berurai air mata. Mama Yani kini hanya punya kebun seluas 1 hektare di sudut kampung lain yang dia tanami pisang dan pala.
Sebagian warga Gane Dalam menolak keberadaan perkebunan kelapa sawit tersebut. Mo Det Hapso, nama produk lokal yang mereka pakai adalah bahasa Gane yang berarti "mari kita bersatu". Setelah kebunnya yang luas itu berubah menjadi ladang sawit, Mama Yani beralih profesi menjadi pembuat keripik.
Dia dan saudaranya bisa memproduksi sekitar 100 bungkus keripik dalam dua hari. Sekantong keripik pisang dibanderol Rp 5.000. Dalam satu bulan, Mama Yani bisa mendapatkan penghasilan Rp 4 juta. “Sekarang menguliahkan satu cucu saja susah,” ujarnya.