Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Alasan Pelancong Memilih Destinasi Alternatif daripada Rekomendasi Influencer

Wisatawan mulai mengabaikan rekomendasi influencer karena ingin menghindari destinasi yang terlalu ramai dan sering dikunjungi.

10 Februari 2025 | 12.32 WIB

Santorini, Yunani (Pixabay)
Perbesar
Santorini, Yunani (Pixabay)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Influencer biasanya memiliki peran besar dalam menentukan tempat liburan wisatawan. Banyak destinasi wisata naik daun setelah diunggah influencer media sosial. Hal itu menyebabkan pariwisata berlebihan sehingga kini muncul tren anti-influencer.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Jan Luescher, CEO jejaring sosial perjalanan ASMALLWORLD, mengatakan bahwa wisatawan mulai mengabaikan rekomendasi influencer karena ingin menghindari tempat yang terlalu ramai dan sering dikunjungi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Para pelancong mencari perjalanan yang lebih personal yang berbeda dari rencana perjalanan yang dapat diprediksi dan penuh peluang foto yang dibentuk oleh media sosial," kata Jan, seperti dilansir dari Mirror.

Santorini Viral karena Influencer

Salah satu contoh utama destinasi yang menjadi viral berkat para influencer adalah Santorini di Yunani. Pada 2013, ketika Instagram pertama kali mendapatkan banyak pengikut, jumlah pengunjung mulai meningkat tajam hingga mencapai total 3,4 juta wisatawan, jauh melebihi sekitar 20.000 penduduk tetap Santorini.

Sejak saat itu, pulau ini dikenal sebagai Pulau Instagram-nya Yunani, dengan delapan juta unggahan yang diberi tagar #santorini. Kini, pulau tersebut bisa dibilang kewalahan oleh pengunjung dan memberlakukan pembatasan pengunjung tahun ini.

“Destinasi wisata yang sudah mapan menjadi viral di berbagai platform media sosial seperti TikTok dan Instagram. Kemudian, terus diromantisasi oleh para influencer, sehingga mendorong lebih banyak orang untuk berkunjung," ungkap Jan.

Akibatnya, destinasi tersebut mengalami lonjakan pariwisata secara tiba-tiba. Gen Z, pengguna utama platform ini, cenderung muncul dalam jumlah besar.

“Hal ini menyebabkan kepadatan dan pariwisata yang berlebihan atau overtourism, baik di tempat-tempat yang dulunya tersembunyi maupun destinasi yang sudah populer, yang pada akhirnya merusak pengalaman semua orang - baik wisatawan maupun penduduk lokal.”

Sebagai tanggapan, wisatawan secara aktif menghindari destinasi yang dipopulerkan di media sosial, klaim Jan. Generasi Milenial dan Generasi X, juga beberapa Generasi Z yang cerdas, menghindari destinasi yang disebarkan oleh para influencer di seluruh platform ini. Mereka jadi anti-influencer.

Destinasi Wisata Alternatif

Paltform perjalanan Expedia mencatat bahwa minat wisatawan untuk mengunjungi destinasi alternatif yang kurang dikenal yang belum menjadi viral di media sosial merupakan tren baru. Destinasi wisata alternatif biasanya memiliki kualitas yang sama dengan destinasi yang lebih terkenal, tetapi sering kali tidak dilirik. Destinasi itu biasanya memberikan pengalaman menginap yang lebih tenang dan autentik.

Misalnya di Eropa, banyak yang sudah menjauh dari Pantai Amalfi, lebih memilih Puglia yang sama-sama berada di Italia. Kaum anti-influencer ini juga memilih Slovenia daripada Kroasia. "Perubahan ini mencerminkan keinginan akan keaslian, dengan para pelancong semakin mencari pengalaman asli dan beralih ke sumber tepercaya untuk menemukannya," kata dia. 

Mila Novita

Mila Novita

Bergabung dengan Tempo sejak 2013 sebagai copywriter dan bergabung dengan redaksi pada 2019 sebagai editor di kanal gaya hidup. Kini menjadi redaktur di desk Jeda yang meliputi gaya hidup, seni, perjalanan, isu internasional, dan olahraga

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus