ADA penyanyi dan pelawak yang untuk Golkar, ada yang untuk PPP.
Ada juga yang dikabarkan kampanye untuk PDI - misalnya Surya
Grup meskipun tidak bisa dipastikan kebenarannya. Berita yang
tidak pasti macam itu termasuk hal yang membingungkan dalam masa
kampanye ini. Supaya soalnya jelas, di bawah ini kami bawa
pembaca menemui beberapa artis.
UPIT Sarimanah. "Saya ini karyawan yang setia pada negara", kata
Upit Sarimanah pada Zulkifly Lubis dari TEMPO. Inilah alasan
Upit memilih Golkar. Sebagai Kepala Seksi Kesenian Sunda RRI
Studio Jakarta Upit yang lahir di Purwakarta 16 Aprii 1928 itu,
tampaknya ingin konsekwen.
Pesinden yang sudah 30 tahun berkecimpung di dunia
perwayang-golekan itu, tampil di podium kampanye pemilu mengaku
sebagai muballighot atau golongan ulama. Sebab pesinden nomor
wahid ini sejak pulang menunaikan ibadah hajinya awal 1974,
dijuluki orang sebagai ustadzah. Nama lengkapnya: Ustadzah
Hajjah Upit Sarimanah.
Ini ada kisahnya. Sepulang dari Mekah awal 1974, pada suatu
majlis taklim Upit dirninta menceritakan pengalamannya selama
menunaikan rukun Islam ke-V itu. Uraiannya konon amat
mengesankan. Dan sebuah harian memuatnya sebagai berita. "Nah,
saya ini jadi ulama karena wartawan", katanya. Sebab sejak itu
beberapa majlis taklim sering mengundangnya buat berceramah. Dia
tak merasa rendah diri meski misalnya berhadapan dengan ulama
tamatan Mekah atau al Azhar sekalipun. Sebagai muballigh ia
memang bukan lepasan pesantren. Ia jebolan HIS dan SMP Puteri
1945. Ia rajin mengaji Qur'an dan berguru kepada KH Hasyim Adnan
BA, itu jagoan podium PPP. Juga ber"guru" kepada Hamka, Zakiah
Drajat dan Osman Raliby melalui ceramah-ceramah mereka di TVRI
atau RRI.
Tapi ia memisahkan antara aqidah dan karya. Hingga sebagai calon
Golkar untuk DPRD, dalam berkampanye ia menyerukan: "Islam
agamaku, ka'bah kiblatku dan Golkar coblosanku". Pesinden yang
sudah jarang muncul menyanyi tapi lebih banyak bertabligh soal
rumah-tangga itu -- sedikitnya 4 kali seminggu -- berjanji kalau
terpilih sebagai anggota DPRD akan memperjuangkan perbaikan
nasib seniman. "Kan baru segelintir seniman yang hidupnya baik".
Oma Irama. Penyanyi dang-dut yang kini terjun ke film ini (main
di film Penasaran dan Gitar Tua) sudah aktif dalam organisasi
Pemuda Muslimin Indonesia (ormas PSII) daerah Tebet Jakarta
sejak pergolakan Gestapu/PKI. 'Saya masuk PSII, karena ingin
berpartisipasi menumpas PKI". Dan bila ia otomatis masuk dan
berkampanye buat Ka'bah itu baginya amat wajar. Tapi bukan tanpa
alasan. "Saya ingin berjuang demi kepentingan muslim karena
Allah, sadar mengkampanyekan Islam dan bersedia berjihad",
tuturnya kepada Eddy Herwanto dari TEMPO.
Di pemilu tahun 1971 ia mengaku tak ikut berkampanye karena,
"menyesalkan perpecahan dalam tubuh partai Islam". Karena
partai-partai Islam kini bersatu dalam PPP, sebelum diminta ia
menawarkan jasa buat ikut berkampanye. "Saya senang PPP menerima
saya".
Bagi Oma, adalah berdosa bila ia tak mendorong Islam, apalagi
tak ikut berjuang. Hingga ia tak begitu peduli bila calon-calon
PPP yang terpilih kelak tak membawakan aspirasi politiknya. Juga
ia tak memaharni tujuan PPP, karena ia berkampanye atas dasar
"keyakinan agama". Ia tak merasa jadi alat politik. Karena ia
berkeyakinan, "bila ada orang Islam meninggalkan partai Islam,
atau perjuangan Islam, karena takut kehilangan kedudukan, orang
itu munafik". Dan baginya, lebih munafik bila ada ulama yang
mempengaruhi orang jangan memilih Partai Islam. "Bayangkan, apa
hukum Tuhan, terhadap ulama yang tak mendukung Islam sendiri".
Bagaimana kalau karena kampanye PPP penggemarnya jadi
berkurang? Jawab Oma, itu merupakan "pengorbanan". "Jangankan
penggemar atau harta, nyawa pun Insya Allah -- seandainya ada
yang mau menyabot -- saya tarok". Tapi ia yakin fansnya
kebanyakan muslim.
Benyamin Syuaib. "Mendingan saya disuruh nyanyi aja, menghibur.
Kalau disuruh ngomong, gimana sih? Saya bukan pimpinan 'kan?
Milikilah Benyamin untuk semua golongan dan partai. Tapi tak
berarti saya plin plan. Emangnya saya politikus? Saya terlalu
cinta dunia saya". Begitu Benyamin nyerocos.
Toh, ia tampil juga di kampanye Golkar. Sebabnya orang Golkar
memintanya dan ia ada waktu. Sedang orang PPP datang sesudah
orang Golkar, dan waktu itu Ben mau ke Banjarmasin. Jadi PPP
terpaksa ditolak. Tapi sungguhkah ia Golkar? "Saya tak mau masuk
membabi buta. Politik dari kacamata seniman memang lain",
katanya. Maksudnya, "tak tertarik sama politik. Mungkin nanti,
waktu umur 40-an ke atas. Mikirin karir aja udah capek". Tapi
sebagai orang Islam dan haji pula? "Kita ini kan Panca Sila.
Agama saya nggak mau diganggu-gugat. Kalau ada yang
ngacak-ngacak agama saya, perang juga mau". Tapi sementara ia
kampanye Golkar, ia tetap hormat pada Oma.
S. Bagyo. Badut ini tak mau ambil pusing soal kampanye. Meski di
pemilu 1971 ikut kampanye Artis Safari Golkar. "Cari aman saja",
katanya kepada Syarief Hidayat. Tapi kalau ada yang mengajak
kampanye ia OK saja, "asal dengan bayaran yang cocok". Golongan
mana saja.
Tapi ia tak menerangkan bagaimana kalau yang mengajaknya dari 3
golongan. Mungkin akan dilakukan tender. Soalnya buat Bagyo,
seperti juga dulu waktu ikut Artis Safari, motifnya cuma cari
aman itulah. "Siapa sih artis yang tak ikut Safari?". Tapi Bagyo
pernah menolak tawaran Golkar buat berkampanye, karena sedang
shoonng fikn dan karena tempatnya di Aceh. "Kalau bukan di Aceh
saya mau fikir-fikir. Tapi di Aceh suruh kampanye Golkar, bisa
dilempar rencong".
Ateng dan Iskak. Kedua badut ini paling tegas memihak Golkar.
"100% saya kampanyekan Golkar", kata Ateng. "Supaya pembangunan
berjalan terus. Juga dengan pembangunan artis-artisnya to".
Minta dibayar kayak Bagyo? "Asal fasilitas ditanggung, sekedar
uang saku, bolehlah".
Kedua tukang ngocak ini, terkesan oleh jalannya kampanye di
Jayapura yang pernah mereka ikuti pertengahan Maret lalu.
"Antara ke 3 golongan bergilir teratur", tutur Ateng. Ketika
Golkar kampanye: PDI nonton dulu. Selesai Golkar, PDI masuk
kampanye. Dan kalau saling jumpa di jalan mereka saling berhalo.
Iskak dan Ateng mengaku tak pernah ikut organisasi politik.
Organisasi mereka: peguyuban pelawak. Atau bagi Ateng, ikut
"perkumpulan orang-orang pendek". Toh keduanya bertekad
memenangkan Golkar.
Muchsin & Titiek Sandhora. Bagi Muchsin, Golkar bukan partai
politik. Karena itu ia mendukungnya. Sebab, bagi penyanyi
lagulagu Arab dan Melayu itu, "partai politik adalah busuk. Lain
di muka yang diomongin lain di belakang yang dibicarakan". Meski
begitu, berjihad buat agama, katanya, ia mau berdiri paling
depan. "Tapi ini 'kan bukan mau perang". Dan ikut kampanye
Golkar, katanya, "lillahi ta'ala. Tanpa imbalan, diberi janji
atau dipaksa".
Ia mendongkol diberilakan koran PPP Pelita bahwa ia mau
berkampanye buat PPP. Tapi waktu utusan PPP datang, suami isteri
itu memang segan menolak. Hanya, akhirnya ketika orang Golkar
datang dan mengajak berkampanye, keduanya tarnpil di rapat
Golkar Lapangan Banteng. Meski Muchsin mengaku tak mengerti
politik, ia menilai Oma Irama, "tidak menyadari gerakan
politik".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini