OMA Irama berkopiah hitam, berdiri di atas panggung.
Sorbannya dililitkannya ke leher. Kedua tangannya diangkatnya
tinggi-tinggi. "Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh . .
. ", teriaknya lantang. Dan jawaban pun menggemuruh dari antero
pojok lapangan Petojo VII, lepas lohor yang terik, 25 Maret
lalu.
"Kami berdiri di sini untuk mengingatkan saudara. Yang insya
Allah, tanggal 2 Mei nanti, menusuk apa?" teriak Oma yang kini
bernama lengkap Raden Haji Oma Irama. "Ka'baah", kembali
terdengar teriakan menggemuruh yang muncrat dari ribuan mulut
kaum muslimin dan muslimat tua muda. Dan anak-anak.
Mereka berdatangan dari Jelambar, Grogol, Karang Anyar, Tanah
Abang dan daerah-daerah perkampungan di seantero DKI Jakarta.
Terutama Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Mereka datang berjalan
kaki, menunggang truk, bis atau kolt. Mereka berduyun-duyun
memadati lapangan yang lumayan luas itu, yang di ujungnya
mendekam sebuah model bangunan Ka'bah.
Di waktu yang bersamaan, di tempat yang berlainan, Upit
Sarimanah, berkain kebaya dan berkudung berdiri pula di
panggung. Pesinden Sunda tersohor yang sudah haji ini bertingkah
tak jauh berbeda dengan Oma Irama. Ia mengangkat tangan
perlahan-lahan, lalu dengan cepat dijatuhkannya - bak penyanyi
mengikuti irama musik pengiringnya. Dan dari mulutnya yang
bergincu meluncur ucapan: "Assalamu alaikum ....".
Lalu pesinden itu pun dengan penuh gaya berpesan: "Jangan lihat
kiri kanan, coblos yang tengah... assyooi". Dan para jaka pun,
yang berdesakan berpanas-panas sembari melirik gadis-gadis yang
berdesakan tak jauh, terbawa ajakan Ibu Hajjah Upit Sarimanah
itu. "Assyoooi". Nyi Pesinden berkampanye buat tanda gambar yang
di tengah, No.2, alias Golkar.
Suasana seperti itu sejak 24 Pebruari sampai 26 April mendatang,
mudah kita jumpai. Kampanye ternyata memang sebagian dari show
business Oma Irama memang tampil bukan buat mendendangkan lagu
"Masya Allah" atau "Penasaran". Upit bukan untuk menyanyikan
"Tauco Cianjur" atau "Warung Pojok". Tapi buat meneriakkan yel
dan teriakan "Hidup Ka'bah", "Tusuk No.1" atau "Menangkan No.2"
"Hidup Golkar". Kalau mereka menyanyi pun, bukan menyanyikan
lagu-lagu yang merdu buat dinikmati. Tapi lagu yang sudah
dirobah syairnya - sesuai tanda-gambar yan digembar-gemborkan.
Upit misalnya menyunglap syair lagu "Naik-naik ke gunung" jadi:
"Naik-naik pohon beringin, tinggi-tinggi sekali.
Kiri-kanan kulihat saja, coblos yang nomor dua . . aa . . aa.
Oma juga mengubah lirik lagu "Begadang"nya jadi:
"Menusuk boleh menusuk
Asal yang ada artinya
Menusuk boleh menusuk
Asal Ka'bah yang ditusuk.
Oma dan Upit memang masing-masing "top" di Partai Persatuan
Pembangunan dan Golkar. Tapi mereka tak sendiri. Benjamin,
Muchsin dan Titiek Sandhora menyusul.
Tapi anehkah artis tampil dalam kampanye pemilu? Di Pemilu 1971,
Golkar memperkenalkan Artis Safari. Tapi para artis itu lebih
banyak menghibur ketimbang "berkampanye". Yang mereka tampilkan
memang kebolehan mereka, lengkap dengan peralatan pengiringnya.
Kini mereka lebih "bicara". Barangkali memang seharusnya begitu.
"Kampanye oleh artis, sebenarnya tidak luar biasa", kata Mus
Mualim. Contohnya, menurut Mus, di Amerika juga begitu. Frank
Sinatra mendukung dan aktif berkampanye buat Nixon, Warren Beaty
mendukung Carter. "Hanya untuk Indonesia hal ini adalah hal yang
baru", kata Mus Mualim, anggota Bagian Sosial Budaya MP Golkar,
pada TEMPO.
Dalam soal itu, Golkar memang penggagas pertamanya. Dan meskipun
kini ternyata PPP berbuat serupa, toh Golkar tetap unggul.
Bedanya, tahun ini Golkar tidak mensentralisasikan tim Artis
Safari seperti dalam pemilu 1971. Cara yang kini dipakai:
beberapa daerah mengaktifkan diri membentuk tim Artis Safari
setempat.
Di Bandung misalnya para artis safari bergabung dalam regu artis
kampanye bernama "Bianglala". Dipimpin Harry Rusli, musikus muda
yang terkenal dalam opera rok, "Bianglala" berintikan Taty
Saleh, Fenty Effendy, Betty Juhara. Mereka bergerak ke seluruh
Jawa Barat dari 16 Maret sampai 4 April. Menurut Ading Affandi,
ex pimpinan grup nyanyi Lingga Binangkit, para seniman itu
bergabung dengan Golkar atas inisiatif mereka sendiri.
Honorarium mereka, kata Ading kepada Sunarya Hamid dari TEMPO,
"Sedikit sekali, hanya cukup buat beli tokok".
Belum terdengar artis yang aktif berkampanye buat PPP atau PDI
di Jawa Barat. Tapi Dadang Hermawan, wakil Ketua LPUI PPP Jabar,
merencanakan mendatangkan Oma Irama. Di samping katanya: "Bimbo
juga akan ikut serta kami". Betul? "Ikut dalam kampanye PPP
masih dalam pertanyaan", kata Sam dari grup Trio Bimbo. Menurut
Sam, Bimbo belum dapat undangan dari PPP.
Tampaknya masih harus ditunggu. Sementara itu Golkar terus
meningkatkan jumlah artisnya yang turun berkampanye. Antara
lain, lewat koran Berita Yudha. Dengan macam-macam gaya mereka
berpose mengangkat dua jari, menunjukkan angka No.2, tanda
gambar Golkar. Di antara mereka ada yang sudah aktif di Artis
Safari 1971. Ada juga muka-muka baru yang baru menanjak namanya.
Antara lain penyanyi Hetty Koes Endang dan Enny Haryono.
Siapa tahu dengan semua itu kampanye pemilu 1977 selain sesekali
mengundang ketegangan, juga terasa sebagai "hiburan" yang lain.
Memang buat apa kelewat serius?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini