Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) Yogyakarta nomor 40 tahun 2024 demi memerangi situasi darurat sampah berkepanjangan di wilayah itu. Melalui regulasi baru tersebut, daerah berjuluk Kota Wisata dan Kota Pelajar itu mengajak masyarakat, tak terkecuali para wisatawan, mengurangi timbulan sampah plastik dari produk sekali pakai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Perwal ini merupakan regulasi baru, jadi masih perlu disosialisasikan," kata Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko Rabu, 31 Juli 2024.
Mengurangi Penggunaan Plastik
Haryoko mengatakan, satu poin penting dalam regulasi itu mendorong masyarakat juga pelaku usaha tidak lagi atau mengurangi besar-besaran penggunaan plastik sekali pakai baik sebagai kemasan atau tas belanja dalam aktivitas kesehariannya. Plastik sekali pakai, kata dia, berkontribusi signifikan pada peningkatan volume sampah di Kota Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Persentase sampah plastik mencapai sekitar 31 persen dari seluruh volume sampah, plastik ini membutuhkan waktu ratusan tahun untuk bisa terurai," kata dia.
Dalam regulasi baru itu, upaya pengurangan timbulan sampah plastik sekali pakai dilakukan secara sistematis. Meliputi pembatasan, pendauran dan pemanfaatan plastik sekali pakai.
Jenis plastik sekali pakai yang diatur berupa kantong plastik, styrofoam, sedotan plastik, wadah makanan dan atau minuman, alat makan sekali pakai serta kemasan atau pembungkus plastik.
"Mulai Agustus 2024 ini kami akan undang para pelaku usaha termasuk ritel, hotel dan restoran untuk mensosialisasikan regulasi baru ini," kata dia.
Menyediakan Produk Pengganti Plastik
Dalam aturan itu, para pelaku usaha wajib melakukan pembatasan plastik sekali pakai dengan tidak menyediakannya saat menjalankan aktivitas usaha.
"Pelaku usaha kami minta menggunakan produk pengganti plastik sekali pakai, yang lebih ramah lingkungan seperti kemasan kertas atau daun," kata dia. Begitupun wadah makan styrofoam bisa diganti dengan kemasan kertas.
“Pengganti plastik sekali pakai bisa paper bag, kantong berbahan organik dan tas kain,” ujar Haryoko.
Daur Ulang
Di samping itu, perwal juga mengatur masyarakat perorangan dan pelaku usaha melakukan pendauran ulang maupun pemanfaatan kembali plastik sekali pakai.
Pendauran ulang dan pemanfaatan kembali plastik sekali pakai dapat dikerjasamakan dengan pihak lain.
"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan perwal tersebut dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan tertulis," kata dia.
Pihaknya mengakui sanksi di perwal memang tidak memberatkan seperti diatur rigid dalam peraturan daerah. Perwal ini lebih mendorong partisipasi warga dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Salah satu penyedia jasa jamuan Pemkot Yogyakarta dari Kelompok Gandeng Gendong Kencana Boga, Fera Indrayati menuturkan kebijakan pengurangan timbulan plastik sekali pakai bisa menjadi upaya alternatif mengatasi darurat sampah di Yogyakarta.
"Kami sudah mulai mengurangi kemasan plastik dan mengganti dengan kertas dan daun. Termasuk melayani orderan menu prasmanan," kata dia.
Hanya saja, Fera mengakui, penggantian kemasan dagangannya dari plastik sekali pakai tidak bisa secara ekstrem alias seluruhnya.
"Karena tidak semua dagangan seperti jenis jajanan dikemas di kertas. Ada snck basah yang tetap harus kemasan plastik," kata dia.
Menyiapkan Pengganti TPA Piyungan
Dalam mengatasi darurat sampah, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini sedang melakukan sejumlah langkah. Salah satunya menyiapkan tempat pengelolaan akhir (TPA) pengganti TPA Piyungan yang ditutup permanen pada Mei 2024 lalu. TPA pengganti itu bernama sarana Intermediate Treatment Facility (ITF) Bawuran yang berlokasi di Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X telah mendorong agar pembangunan ITF Bawuran itu segera rampung tahun ini dan segera beroperasi agar bisa mengatasi persoalan sampah di kabupaten/kota.
Sultan menyebut ITF Bawuran selain untuk mengolah sampah, juga akan mengolah hasil sampah.
"Sampah yang diolah oleh masyarakat di tingkat kelurahan ini juga dapat digunakan sebagai bahan baku pengolahan sampah di ITF Bawuran. Sehingga sampah yang masuk ke ITF Bawuran memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat," kata dia.
Sampah pilahan yang masuk ITF Bawuran tersebut, kata Sultan, setiap satu tonnya akan dihargai sebesar Rp 450.000. Jadi tetap ada nilai ekonominya untuk masyarakat Yogyakarta.