Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Petugas Gunung Semeru yang memeriksa kesiapan pendaki bisa mengetahui mana pendaki yang sembrono dan mana pendaki yang pintar. Ketika mengecek barang bawaannya, mereka dapat memahami karakter pendaki tersebut, apakah tergolong pemula atau sudah terbiasa mendaki gunung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas Pengendali Ekosistem Hutan Satuan Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Senduro, Bambang Joko Shiddiq Purnama mengatakan sebelum naik gunung, petugas memberikan arahan singkat atau briefing kepada para pendaki sembari memeriksa barang bawaan mereka. Pembekalan dan pemeriksaan itu dilakukan di salah satu bangunan kantor Resor Ranupani yang berada di tepi Danau Ranupani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Resor Ranupani di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, menjadi titik awal keberangkatan pendaki. Resor yang berada di bawah Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Senduro ini bertugas memeriksa tiket pengunjung, identitas pribadi, serta memeriksa kelengkapan pendakian, terutama logistik dan obat-obatan, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (Simaksi) Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Wujud baru Kantor Pelayanan Pengunjung Taman Nasional Bromo Tengger Semeru atau TNBTS Resor Ranupani di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur, pada Jumat, 25 September 2020. TEMPO | Abdi Purmono
Segala kelengkapan dokumen pribadi dan logistik pendaki juga harus ditunjukkan kepada petugas. Di tempat itu pula petugas membekali pendaki dengan informasi tentang peta dan rute pendakian. "Kami memeriksa jumlah sampah yang harus mereka bawa turun sesuai dengan jumlah logistik makanan-minuman dan logistik penunjang lainnya, seperti yang ada di dalam Simaksi," kata Bambang kepada Tempo, Sabtu 3 Oktober 2020.
Semua persiapan ini penting karena mendaki bukan soal kekuatan fisik dan mental saja. Bambang menjelaskan, kelalaian, kesengajaan melanggar aturan, dan kurangnya persiapan menjadi penyebab utama terjadinya sejumlah kecelakaan yang dialami pendaki Gunung Semeru dalam kawasan TNBTS.
Tim Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger (TNBTS) dan beberapa pendaki mengecek kondisi jalur pendakian Gunung Semeru hingga Ranu Kumbolo pada Jumat, 25 September 2020. TEMPO | Abdi Purmono
Menurut Bambang, sikap sembrono biasanya terlihat pada diri pendaki pemula. Umumnya persiapan mereka sangat kurang dan hanya bermodal nekat dan semangat. Contohnya ketika booming film 5 Cm, banyak pengunjung kawasan TNBTS datang dengan berpakaian bagai hendak ke pusat perbelanjaan. Mereka juga tidak melapor di Resor Ranupani dan umumnya hanya ingin melihat keindahan Ranu Kumbolo seperti digambarkan dalam film tersebut.
Lantaran tidak memiliki persiapan yang cukup, Bambang mengatakan, petugas TNBTS melarang mereka melanjutkan perjalanan. Para pendaki yang terbilang sembrono ini kemudian dipandu untuk keluar kawasan. "Kalau dulu begitu kondisinya. Sekarang sudah lebih baik," kata Bambang. "Paling-paling mereka hanya kurang membekali diri dengan informasi yang cukup, khususnya tentang peta dan karakter pendakian."
Siluet Gunung Semeru terlihat dari Kota Malang, Jawa Timur, pada 4 Februari 2015. TEMPO | Abdi Purmono
Petugas Balai Besar TNBTS sudah cukup banyak membuat rambu peringatan keselamatan dan larangan. Bahkan, biasanya, petugas di Kantor Pelayanan Pengunjung Resor Ranupani TNBTS membekali para pendaki pengetahuan tentang iklim, peta dan karakter rute atau jalur pendakian, serta segala aturan yang harus dipatuhi. Terlebih dengan berlakunya pendaftaran secara online sejak 2018, petugas TNBTS di lapangan kini lebih mudah mendata pendaki dan segala barang bawaan mereka, termasuk dokumen pribadi.
Pendakian ke Gunung Semeru yang tingginya mencapai 3.676 meter di atas permukaan laut atau mdpl itu kembali buka pada Kamis, 1 Oktober 2020. Untuk sementara, kuota pendaki dibatasi hanya 120 orang per hari atau 20 persen dari kapasitas normal harian 600 orang. Hanya pendaki dalam negeri yang boleh masuk dan untuk selanjutnya kuota pendaki bisa ditambah secara bertahap sesuai adaptasi kenormalan baru.