Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Desa Hallstatt, perkampungan dari abad pertengahan di pinggir Danau Hallstattet itu memperoleh reputasinya dalam film Frozen. Desa Arendelle dalam film tersebut, banyak yang menduga terinspirasi oleh Hallstatt. Walhasil, berbondong-bondonglah turis ke desa yang sejak 1997, ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut BBC, Hallstatt dikunjungi 10.000 turis per hari. Bandingkan dengan jumlah penduduknya yang hanya sekitar 800 orang saja. Tapi, setelah Covid-19, ceritanya jadi lain. Travle Blogger Selena Taylor, pada bulan Februari 2020, mengunjungi Desa Hallstatt, tepatnya di wilayah Salzkammergut Austria.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kampung kecil itu disukai para instagrammer dan influencer karena keindahannya, “Aku tertarik rumah dan kafe yang menawan, latar belakang yang indah dan lokasi utama di atas air," katanya kepada BBC. Menurutnya, Hallstatt telah menjadi populer dalam beberapa tahun terakhir, dan membuat penasaran untuk menjelajahi setiap sudutnya.
Taylor menghabiskan beberapa hari berkeliaran di desa dongeng itu, minum kopi di antara pemandangan gunung dan menyaksikan matahari terbenam di seberang danau. Tetapi sebulan setelah Taylor menandai Hallstatt dalam daftar pelesirannya, desa kecil ini seperti menghilang dari daftar desa paling instragramable, menurut Harper's Bazaar. Hal yang belum pernaj terjadi selama bertahun-tahun.
Lockdown di Austria pada 16 Maret mengubah segalanya bagi warga lokal, "Rasanya seperti tinggal di desa hantu," kata warga Hallstatt Sonja Katharina. “Dunia berhenti berputar. Itu menakutkan, tenang dan bisu. Tidak ada mobil, tidak ada bus dan tidak ada turis. Kami bahkan bisa mendengar angsa berenang.”
Sebagai kejutan awal pada musim semi yang lebih hangat, Katharina telah menikmati manfaat dari kesendirian. Dia dapat berkendara melalui jalan-jalan tanpa risiko bersinggungan dengan pejalan kaki dan menghabiskan hari-harinya dengan bersepeda di Seestrase, atau "Lake Street", jalan Hallstatt yang paling banyak difoto dan biasanya dipadati sekitar 4.000 wisatawan per hari.
Rumah-rumah di Hallstatt yang berfungsi sebagai hotel dan kafe, kini sepi. Bahkan penduduk bisa mendengar suara angsa berenang. Foto: @richardeigenheer_photo
"Yang positif adalah bahwa kami punya waktu untuk berbicara satu sama lain - dari kejauhan tentu saja," Katharina tertawa. "Kami tidak perlu terburu-buru, dan Anda belajar berpikir tentang apa yang benar-benar penting dalam hidup."
Seperti Katharina, yang lain menghargai perubahan dalam kecepatan. "Turunnya pariwisata nyaris 100 persen secara tak terduga," kata musisi lokal Gerhard Hallstatt. "Tiba-tiba, Hallstatt telah kembali ke akarnya."
Satu dekade yang lalu, desa menerima sekitar 100 pengunjung sehari. Sekarang, pra-Covid-19, melaporkan lebih dari 1 juta menginap semalam per tahun. Pada bulan-bulan musim panas, banyak pelancong dari seluruh Asia, AS dan Inggris. Sementara padamusim gugur dan musim dingin, wisatawan dari tetangga seperti Polandia, Hongaria, Jerman dan Republik Ceko tertarik oleh jalur sepeda gunung, pendakian dan hiking.
Mengapa Hallstatt begitu populer? Beberapa alasan mudah dijelaskan. Hallstatt dan wilayah sekitarnya pada tahun 1997, menjadi Warisan Dunia UNESCO, untuk lanskap Alpine yang megah dan tradisi penambangan garam kuno. Tambang garamnya - salah satu yang tertua di dunia - menyambut 19.700 pengunjung dari Januari hingga 15 Maret 2020. Semuanya ingin mempelajari sejarah terowongan berusia 7.000 tahun. Atau menatap pemandangan danau garam yang memukau.
Tapi sejak lockdown, semuanya jadi nol. Meskipun warga setempat terhubung kembali dengan akarnya, tapi juga membawa ketidakpastian, "Hallstatt selalu menjadi tempat wisata, jadi banyak orang kehilangan pekerjaan atau mengurangi jam kerja," kata Kurt Reiger, CEO Tambang Garam Hallstatt. "Rasanya tidak seperti memiliki kota tua kembali karena kota lama kami selalu penuh dengan turis, situasi yang kami cintai."
Alasan lain untuk daya tarik Hallstatt lebih tak terduga. Pada tahun 2006, episode opera sabun Korea Selatan yang populer, Spring Waltz difilmkan di Hallstatt, yang memperkenalkan desa kepada jutaan orang di Asia.
Dan wisatawan Cina berduyun-duyun ke Hallstatt, karena perusahaan tambang Cina Minmetals, yang pada 2012 membangun replika Hallstatt seukuran aslinya di provinsi Guangdong. Sejak itu, para wisatawan telah melakukan perjalanan ribuan mil untuk mengalami hal yang nyata. Bangunan itu dilaporkan menelan biaya lebih dari 6,5 miliar yuan (£ 738 juta) dan bertindak sebagai pengembangan properti kelas atas untuk orang kaya, daripada "mutiara Austria" seperti aslinya.
Wisatawan juga turun di Hallstatt berkat film animasi Frozen yang sangat populer. Banyak orang percaya bahwa menara Hallstatt dan puncak gunung yang membeku, adalah inspirasi dari Kerajaan Arendelle – yang bisa saja tak benar.
"Itu hanya rumor," kata Gregor Gritzky, CEO dewan wisata lokal Dachstein Salzkammergut. "Kami telah meminta pers internasional untuk menanyakannya, tetapi itu semua hanya rumor," imbuhnya. Di balik Frozen, ternyata, banyak ditemukan beberapa lokasi di seluruh Norwegia, dari Benteng Akershus di Oslo hingga kawasan pedagang tua di Bryggen, Bergen.
Namun, yang dapat dipercaya secara akurat adalah Hallstatt terlalu ramah terhadap Instagram. Pencarian #Hallstatt di Instagram memunculkan lebih dari 600.000 foto liburan para turis.
“Pariwisata memiliki dua sisi mata uang. Ada banyak tantangan dengan jumlah tamu, tetapi baik bagi pemerintah kota untuk memiliki turis, "kata Gritzky. "Kami ingin orang-orang melakukan lebih dari sekedar mengambil gambar, tidak turun dari bus dan pergi ke tempat berikutnya."
Hallstatt yang sepi memungkinkan penduduk beristirahat, namun mereka rindu suasana wisatawan yang berisik mendatangkan devisa. Foto: @visithallstatt
Namun pariwisata juga memiliki efek samping. Beberapa penduduk setempat mengeluh bahwa turis datang tanpa pemberitahuan ke kebun mereka, dan berisiknya para turis adalah keluhan umum. Pada bulan Januari, kepala pariwisata Hallstatt mengambil langkah-langkah untuk membatasi bus wisata hingga 50 per hari.
Tapi, sementara pembatasan perjalanan yang lebih baru karena Covid-19 telah memberi penduduk setempat waktu istirahat yang layak, tapi banyak pula yang mulai merindukan para turis – yang berisik itu.