DI balik gemerlap panggung, di balik tumpahan cahaya lampu di
sela-sela tiang-tiang tinggi, bagaimanakah gambaran nasib
pekerja sirkus? Berikut ini hanya sedikit cukilan:
Syarkani (17 tahun), asal Cirebon, sudah bergabung sejak 2 tahun
lewat. Bersama adiknya Saidi, Syarkani dapat tugas mengurus
orangutan dan simpanse. Bukan sebagai pelatih -- toh para satwa
itu sudah mahir main -- melainkan sebagai pemelihara dan pemberi
makanan. Ia mendapat kerja yang harus bergaul dengan hewan itu
katanya karena diajak pamannya yang sudah 10 tahun jadi anggota
sirkus. Dengan gaji Rp 10.000 sebulan, makan nasi bungkus 2 kali
sehari dan uang jajan Rp 300 sehari, Syarkani merasa
berpenghasilan cukup. Uang tabungannya dikirim ke Cirebon agar
dikumpulkan neneknya di sana. Ia tak punya orangtua lagi. "Buat
betulin rumah," katanya.
Remaja tamatan SD, kurus dan berambut keriting itu, merasa betah
-- meski selain mengurus hewan ia juga membantu mengangkut
peralatan yang berat-berat. Tak pernah punya kegawatan dengan
para satwa asuhannya? "Jinak-jinak, kok" tukasnya. Cuma
orangutan yang namanya Slamet kerap lepas dan bikin onar.
Syarkani pun sering mendaratkan gagang sapu ke tubuh Slamet.
Maka Slamet biasanya merintih kesakitan dalam pelukan Syarkani.
Mengharukan. Sedang Syarkani pun mungkin menyesal jangan nakal
dong, kan sama-sama cari makan.
Lalu Sudarto (19 tahun), juga tamatan SD, baru bekerja 4 bulan.
Ia harus bergaul dengan gajah paling kecil bernama Putera.
Anaksulung di antara 7 bersaudara asal Semarang ini harus
merawat, memandikan dan memberi makan Putera yang lucu itu. "Ia
memang lucu. Tapi yang besar-besar suka buas," tuturnya. Bekas
buruh bangunan ini tertarik Oriental di kota asalnya. Ia bergaji
Rp 15.000 sebulan plus makan 2 kali dan uang jajan Rp 200.
Terkadang dapat bonus Rp 5000 sebulan.
Sudarto mengirimkan celengan uangnya ke orangtuanya buat
menambah biaya hidup adik-adiknya yang kecil-kecil. Ia merasa
cukup berat merawat Putera yang doyan segala rupa makanan itu.
"Kalau tak menjaganya baik-baik sejak sekarang, bisa jadi
brutal kelak," katanya. Tapi ia tak punya keluhan apa-apa.
Yang paling repot adalah Yansen. Ia harus melaksanakan semboyan
the show must go on. Gajinya tentu saja besar dan tidur di
Caravan dalam setiap perjalanan. Sedang pekerja lainnya
kebanyakan di truk, atau pikap atau tenda-tenda. Yansen memang
banyak kebisaannya main sulap, membawakan acara simpanse dan
juga manajer acara. Layak kalau ia kerap bertandang ke
mancanegara. Eropa Barat, Amerika dan Australia tak asing
baginya. "Saya harus banyak koneksi dan cari binatang," Yansen
kasih alasan.
Tapi apa yang banyak dinikmatinya itu oleh anggota rombongan
lain pun pernah dicicipi pula. Seluruh pemain pernah diboyong ke
negeri-negeri tadi. "Sebagai turis, banyak rahasia dan nasehat
berguna kami dapat dari orang-orang sirkus." Yansen tak punya
bahan keluhan karena ia sudah bertekad hidup matiku buat sirkus.
Begitu pula agaknya para pemain akrobat, trapeze dan lainnya,
yang kebetulan pula kebanyakan masih keluarga Yansen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini