Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sorotan sinar lampu warna warni tertuju ke lokasi di tengah Sungai Martapura, Kota Banjarmasin, ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, Ahad malam, 1/12, lalu. Di sana tengah diperagakan tarian tradisional khas Suku Banjar, etnis terbesar di wilayah paling selatan pulau terbesar di tanah air tersebut.
Beberapa grup silih berganti tampil di arena. Tepuk tangan hadirin sering terdengar sajian yang dipersembahkan dinilai spektakuler. Iringan musik panting, yakni rangkaian dari bunyi gong, babun, biola, dan gambus pun membuat malam makin rancak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa yang berlangsung di tengah sungai, persisnya di Siring Menara Pandang, itu adalah bagian dari Festival Sungai yang digelar di wilayah berjuluk kota seribu sungai tersebut. Festival tahunan ini digelar untuk melestarikan kebudayaan setempat. Tujuan lain adalah untuk meningkatkan kreatifitas anak muda dalam mendalami seni daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di hadapan Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina grup-grup tari itu bagai saling memperkuat diantara mereka dalam mempertahankan tradisi. Perhelatan itu sekaligus meneguhkan posisi Kota Banjarmasin sebagai kota sungai di tanah air.
“Lomba tari di atas sungai ini merupakan sebuah ide kreatif yang belum pernah dilaksanakan sebelumnya. Terlebih Kota Banjarmasin sedang giat menjadikan sungai sebagai teras depan kota dan obyek wisata,” kata dia. Makanya gelaran ini dianggap penting.
Kegiatan tersebut menyedot perhatian seluruh pengunjung festival yang mengangkat tema Dance on the River ini. Menurut Kabid Pariwisata, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Banjarmasin, Zul Faizal putra, tahun mendatang, Festival Sungai dipastikan bakal lebih meriah. “Sebab di tahun 2019 nanti Festival Sungai akan berskala Internasional dengan mengundang negara-negara lain,” kata dia.
ANTARA