Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Glamping De Loano, Gaya Liburan Normadic ala Milenial di Jateng

Punya rencana liburan di sebuah perkemahan dengan gaya normadic? Cobalah sensasi nomadic tourism di Glamping yang satu ini.

15 Februari 2019 | 15.45 WIB

Glamping De Loano Jawa Tengah (Foto: dok BKP Kemenpar)
Perbesar
Glamping De Loano Jawa Tengah (Foto: dok BKP Kemenpar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Punya rencana liburan di sebuah perkemahan dengan gaya normadic? Cobalah sensasi nomadic tourism di Glamping atau Glamorous Camping De’Loano dan Pasar Digital di Desa Sedayu, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Baca juga: Ada Pasar Digital di Bukit Menoreh, Intip Keajaibannya

Lokasi ini telah diresmikan Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya sebagai bagian dari nomadic tourism di Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Kamis petang, 14 Februari 2019.

Glamping De Loano yang dilengkapi dengan amenitas nomadic , seperti disebutkan dalam siaran pers Kemenpar, berupa glamp camp, home pod, dan caravan. Glamping ini menjadi salah satu wujud program strategis Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang sedang mengembangkan 10 destinasi pariwisata prioritas.

"Ini sebagai tahap awal dan akan menjadi proyek percontohan nomadic tourism yang sedang terus dikembangkan di empat destinasi prioritas; Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Borobudur. Glamping De’Loano ini bagian dari pendukung Borobudur," kata Arief.

Menpar Arief Yahya mengapresiasi pengembangan Glamping De’Loano sebagai sinergi kerja sama antara Badan Otorita Borobudur (BOB) dengan Perum Perhutani. Pada tahap awal BOB menggunakan lahan seluas 1,3 hektare dari total keseluruhan lahan zona otorita sekitar 308 hektare untuk percontohan (show case) serta dalam rangka mengundang investor.
Perkemahan di Glamping De Loano Jawa Tengah (Foto: dok BKP Kemenpar)
“Bisnis nomadic tourism banyak diminati investor karena karakter bisnis ini murah, cepat operasional, dan cepat kembali modal sesuai dengan karakter pasar potensial yang disasar yaitu para wisatawan milenial,” kata Arief Yahya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam mengembangkan model bisnis ini juga ada konsep ekonomi berbagi atau sharing economy yang memberi keuntungan bagi semua pihak yang terlibat meliputi pemilik lahan, pengelola, dan masyarakat setempat.

Sisi lain keunggulan bisnis nomadic tourism yakni hanya membutuhkan biaya yang tidak mahal dengan keuntungan yang diperoleh relatif singkat. “Saya berani membuat tagline nomadic tourism yakni solusi sementara, sebagai solusi selamanya. Hal ini sudah terbukti dan sesuai dengan keadaan saat ini,” kata Arief Yahya.

Seperti diketahui nomadic tourism menjadi kebutuhan wisatawan milenial sekaligus sebagai solusi dalam mengatasi keterbatas dalam membangun unsur 3A (Aktraksi, Amenitas, dan Aksesibilitas) di 10 destinasi pariwisata prioritas yang akan diwujudkan pada 2019 ini.

Berikutnya, mana lebih menguntungkan antara glamping dan hotel?


Waktu yang dibutuhkan untuk membangun fasilitas amenitas yang permanen seperti hotel berbintang, pengalaman di Nusa Dua Bali, sekitar 15 tahun. Sedangkan dengan amenitas nomadik atau nomadic amenities (glamp camp, home pod, dan caravan) hanya sekitar 2 tahun.

Baca juga: 4 Aktivitas Seru saat Glamping Tanpa Hiburan Elektronik

Begitu pula untuk membangun aksesibilitas wisata nomadik dikembangkan dengan moda transportasi seaplane mudah menghubungkan obyek-obyek wisata yang terbesar di 17.000 pulau di Tanah Air, sedangkan kalau membangun bandara membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun.
fasilitas mck di Glamping De Loano Jawa Tengah (Foto: dok BKP Kemenpar)
Potensi wisatawan milenial dunia yang berwisata sebagai backpacker atau wisatawan kelana di seluruh dunia mencapai 39,7 juta. Wisatawan ini terbagi dalam 3 kelompok besar yakni flashpacker atau digital nomad sekitar 5 juta orang, glampacker atau milenial nomad yang menetap sementara di suatu destinasi sembari bekerja sekitar 27 juta orang, dan luxpacker atau luxurious nomad yang mengembara di berbagai destinasi dunia yang instagramable sebanyak 7,7 juta orang. Para luxpacker lebih suka mengembara untuk melupakan hiruk-pikuk aktivitas dunia dan mereka lebih menyukai fasilitas amenitas glamping di kawasan wisata alam; danau, pegunungan, pantai, atau sungai.

Glamping De’Loano sendiri diharapkan Menpar menjadi destinasi baru yang akan menambah daya tarik bagi destinasi wisata di kawasan Borobudur karena posisinya yang hanya berjarak 10 kilometer sebelah utara bandara baru New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.

Glamping De’Loano menyiapkan 11 tenda eksklusif terdiri dari satu buah mushola dan 10 tenda inap (1 tenda VIP berkapasitas 4 orang dan 9 tenda berkapasitas 6 orang) total kapasitas inap mencapai 60 orang.
Pasar Menores di Bukit Menoreh (Foto: dok BKP Kempenpar)
Menempati lahan 1,3 hektare di kawasan perbukitan yang berudara sejuk, di lokasi glamp camp, tersebut dilengkapi sejumlah fasilitas antara lain tourism information semi outdoor restoran, outdoor cinema, cozy seating spot, toilet umum, dan spot-spot foto menarik atau instragramble banyak diminati wisatawan milenial.

Selain itu, tempat liburan luar ruang ini juga hanya berjarak 15 menit berjalan kaki dengan pasar digital di Desa Sedayu. Pasar Digital di kawasan Bukit Menoreh itu menjual produk kerajinan dan kuliner yang dihasilkan oleh masyarakat setempat kepada wisatawan.

Baca juga: Pemerintah Siapkan Destinasi Wisata Anyar di Bukit Menoreh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus