Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Peringatan jumenengan atau naik tahtanya Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwomo X yang ke-34 tahun ini diisi berbagai acara. Salah satunya diisi dengan ajang pameran khusus yang digelar Keraton Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pameran itu bertajuk Narawandira : Keraton, Alam, Kontinuitas dipusatkan di area Kedhaton Museum Keraton Yogyakarta selama kurang lebih enam bulan, mulai 5 Maret hingga 29 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Nityabudaya Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara mengatakan dalam pameran itu, pengunjung bisa melihat beragam vegetasi yang dipotret dari dekat. "Vegetasi yang dipamerkan merupakan vegetasi yang memiliki keterkaitan dengan sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta," kata dia, Senin, 6 Maret 2023.
Bendara yang juga Ketua Pelaksana dan Penanggung Jawab Pameran Narawandira mengatakan perjalanan berdirinya Keraton Yogyakarta tak bisa dilepaskan dengan vegetasi yang mengitarinya sebagai bagian alam. "Lebih dari 10 dekade setelah peradaban hutan beringin dibangun Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan HB I), Yogyakarta menjelma menjadi kota kerajaan yang subur," kata dia. "Kedekatan keraton dengan alam pun secara kontekstual dimanifestasikan dalam falsafah utama Keraton yakni Hamemayu Hayuning Bawana."
Kontinuitas dari keraton dan alam selanjutnya mewujud pada pemanfaatan vegetasi tepat guna dalam berbagai kepentingan, baik sakral maupun profan. "Pameran ini menjadi potret dari keberlangsungan keraton dalam menjaga alam dan merawat kontinuitas dari narasi historis Yogyakarta sebagai kota peradaban di antara bentang alam Merapi dan Laut Selatan," kata Bendara.
Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X saat membuka pameran itu pada Sabtu, 4 Maret 2023 mengatakan tidak sekadar tanaman padi dan tebu yang mencatat sejarah dalam perubahan tata pemerintahan Yogyakarta. "Ada pula vegetasi historis dan filosofis seperti pohon asem, tanjung, gayam, beringin, hingga pohon kepel dan belimbing wuluh begitu dekat dengan kosmis Masyarakat Jawa," kata dia.
Sultan menuturkan bentang sumbu filosofi yang kini menjadi jalan-jalan protokol bagi masyarakat di Yogyakarta, perlu dijaga vegetasinya. Arti Narawandira sebagai tajuk pameran ini berasal dari kata nara yang berarti manusia dan wandira yang berarti pohon beringin.
"Beringin sering menjadi representasi dari seorang pemimpin, sebab memiliki keistimewaan yaitu kuat dan kokoh, mudah beradaptasi, menjadi pengayom dan penopang, dapat memberi manfaat dan terus bertumbuh," kata GKR Bendara lagi.
Bendara mengatakan dalam pameran ini, Keraton Yogyakarta ingin menghadirkan potret dari peran manusia sebagai tokoh utama dalam pelestarian alam.
Adapun tiket masuk Pameran Narawandira ini sebesar Rp 15.000 per orang. Pengunjung yang hadir dengan grup minimal 20 orang akan mendapatkan diskon tiket masuk 10 persen. Tiket dapat dibeli langsung di tempat pembelian tiket masuk area Kedhaton di Kamandhungan Lor.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.