Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Kisah Kampung Laweyan, Pasar Kapas Menjadi Kampung Batik

Kampung Laweyan, Solo, memiliki sejarah panjang hingga kini dikenal sebagai kampung batik.

23 Maret 2021 | 16.29 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Perajin membuat pesanan Cap Batik di perkampungan Premulung, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 5 Juni 2015. Cap Batik yang dibuat 85 persen terbuat dari bahan tembaga, sangat rumit dalam pembuatannya. TEMPO/Bram Selo Agung

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kampung Laweyan merupakan kampung batik tertua di kota Solo. Menjadikan KBL memiliki nilai sejarah yang menarik untuk diketahui.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam sejarah yang ditulis R. T Mlayadipuro, Kampung Laweyan didirikan Kyai Ageng Hanis, putra dari Kyai Ageng Sela yang merupakan keturunan Raja Brawijaya pada 1546 M, sebelum munculnya Kerajaan Pajang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dahulunya Kyai Ageng Henis atau Kyai Ageng Laweyan mengajarkan teknik pembuatan batik tulis pada para santrinya.

Pahlawan nasional K.H Samanhudi turut ambil andil dalam pusaran sejarah berdirinya Kampung Batik Laweyan pada tahun 1905, karena K.H Samanhudi jadi tokoh yang mencetuskan dibentuknya Serikat Dagang Islam. Ia juga berperan dalam mengkordinasi saudagar batik muslim untuk menghadapi Belanda yang semakin kuat pengaruhnya di ranah keraton.

Sedangkan pasar Laweyan, dituliskan RT. Mlayadipuro dulunya pasar yang dipenuhi produk bahan baku tenun. Desa Pedan, Juwiring dan Gawok (masih daerah Kerajaan Pajang) berperan dalam memasok banyak bahan baku kapas. Hal ini di karenakan desa-desa di kawasan Laweyan ditumbuhi banyak pohon kapas yang kemudian diolah jadi benang yang disebut lawe.

Laweyan saat itu dijadikan pusat perdagangan karena letaknya yang strategis, tepat di tepi Sungai Banaran yang langsung terhubung ke Sungai Bengawan. Di lokasi ini pula terdapat pelabuhan perahu yang jadi jalur perdagangan komoditas benang lawe dan batik.

Saat ini Laweyan sudah mempunyai 250 motif batik yang sudah dipatenkan, sebagian besar penduduknya juga menjadi perajin batik. Pemkot Solo menjadikan KBL dan pasarnya sebagai destinasi wisata guna menarik wisatawan yang ingin mengenal dan belajar membuat batik. Tak hanya wisata edukasi, KBL juga tersedia sebagai wisata belanja dan budaya.

 DELFI ANA HARAHAP

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus