Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Komunitas Roemah Toea Yogyakarta beberapa pernah melakukan penelusuran lokasi pabrik gula di Jogja dan sekitarnya pada 2015 silam. Menurut ketua komunitas Aga Yurista Pambayun penelusuran dilakukan berdasarkan peta lama berangka tahun 1927.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tetapi kami mengalami kesulitan ketika mencari sisa-sisa bangunan tersebut,” kata Aga di sela pameran foto Suikerkultuur (pabrik gula)–Jogja yang Hilang, di Bentara Budaya Yogyakarta, Rabu, 12 Desember 2018. Foto-foto hasil penelusuran itu dipajang dalam pameran tersebut, dilengkapi foto pabrik gula semasa beroperasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Aga, mereka sulit mencari sisa bangunan yang menandai adanya pabrik gula tersebut selama penelusuran. Kata dia, seluruhnya ada 19 pabrik gula yang pernah berdiri di Yogyakarta dan sekitarnya. Dari jumlah itu kini hanya tinggal satu bangunan yang masih berfungsi. Selebihnya sudah beralih fungsi tanpa menyisakan bekas setelah terjadi pembakaran saat Agresi Militer Belanda II pada 1948. “Sebisa mungkin kami menemukan bekasnya (saat penelusuran).”
Dia mencontohkan dari penelusuran bekas lokasi Pabrik Gula Sedajoe di Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, mereka hanya menemukan satu pondasi kecil dan pipa pembuangan limbah. Pipa itu terbuat dari tanah liat dan berada di pekarangan rumah penduduk. Sebelum dibumihanguskan pabrik itu sudah tutup karena bangkrut saat krisis ekonomi global era 1930-an.Suasana pameran foto Suikerkultuur (pabrik gula) – Jogja yang Hilang, di Bentara Budaya Yogyakarta, Rabu, 12 Desember 2018. Tempo/Pito Agustin
Lalu ada bekas lokasi pabrik yang menjadi sekolah, yaitu Pabrik Gula Klatji di Desa Sidoagung, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman. Tempat ini sudah menjadi SMK Negeri 1 Godean. Begitu juga Pabrik Gula Bantool di Desa Trirenggo, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul yang menjadi SMA Negeri 2 Bantul. Di seputaran bekas Pabrik Gula Bantool ditemukan saluran irigasi dan permukiman.
Kemudian ada bekas lokasi pabrik yang menjadi komplek perkantoran, seperti Pabrik Gula Beran di Desa Tridadi, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman. Di sana telah berdiri komplek perkantoran Pemerintah Kabupaten Sleman. Sisa bangunan berupa rumah kini menjadi Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Juga bekas lokasi Pabrik Gula Demakidjo di Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, telah menjadi Markas Yonif 403 Kompi Senapan C. Bangunan yang tersisa berupa rumah lawas bekas klinik kesehatan kini menjadi Pabrik Mebel PT Matarindo. “Bekas lokasi pabriknya sekarang menjadi lapangan dan garasi panser,” kata Aga.
Pabrik Gula Randoegoenting atau Pabrik Gula Tjandisewoe di Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman masih ditemukan bekas dudukan cerobong asap, pondasi jembatan, potongan lori, dan sisa pagar komplek rumah dinas. Selain itu ada bekas rumah sakit pabrik yang kini dimiliki Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta.
Pabrik Gula Tjebongan di Desa Sumberadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman menyisakan klinik yang kini menjadi Puskemas Mlati II. Bekas Pabrik Gula Wonotjatoer di Desa Karangjambe, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul berubah menjadi hangar pesawat yang difungsikan sebagai Museum Pusat TNI Angkatan Udara “Dirgantara Mandala”.
Ada juga pabrik gula yang tak ditemukan bekas maupun sisa-sisanya. Yaitu lokasi Pabrik Gula Gesikan di Desa Wijirejo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul dan Pabrik Gula Sendangpitoe di Desa Sendangrejo, Kecamatan inggir, Kabupaten Sleman. Yang ada di alokasi itu kini hanyalah lapangan desa.
Sementara yang masih berfungsi sebagai pabrik gula adalah Pabrik Gula Padokan di Desa Tirtonirmolo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Hanya saja, bangunannya merupakan bangunan baru karena yang lama turut menjadi korban pembumihangusan. Pabrik gula yang didirikan masa Sultan Hamengku Buwono IX pada 1955 itu diberi nama Pabrik Gula Madukismo. Pada 1958 pabrik ini diresmikan Presiden Sukarno dan mulai beroperasi. “Sisa dari Pabrik Gula Padokan hanya jalur lori yang ke arah perkebunan tebu di sisi timur pabrik,” kata Aga.
Kurator Bentara Budaya Yogyakarta, Hermanu megatakan bahwa pendirian pabrik pada masa kolonial tak sekedar membangun tempat produksi, melainkan juga dilengkapi fasilitas lain. Misalnya, saluran irigasi pembuangan limbah, perumahan untuk karyawan dan buruh, klinik atau rumah sakit, juga sarana pendidikan.
Di lingkungan pabrik juga ada profesi-profesi yang dihormati warga sekitar, seperti dokter, kepala pabrik, sinder, teknisi mesin, juru tulis, pegawai administrasi. “Tapi (sebagian besar) kini menjadi bagian Jogja yang hilang. Karena tinggal cerita,” kata Hermanu.
PITO AGUSTIN RUDIANA (Yogyakarta)