Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram - Kecamatan Sembalun di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat atau NTB, dikenal sebagai pintu gerbang pendakian Gunung Rinjani. Para pendaki yang beristirahat di sini dapat menikmati secangkir kopi khas Sembalun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Camat Sembalun, Mertawi mengatakan dulu daerah ini terkenal sebagai penghasil bawang putih, kopi, dan jeruk. Setelah aktivitas pariwisata meningkat, masyarakat mulai meninggalkan potensi komoditas hortikultura tadi, dan hanya tertinggal budidaya kopi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dan di tengah pandemi Covid-19, ternyata kopi Sembalun menjadi daya tarik kuat bagi wisatawan untuk datang ke sini buat sekadar minum kopi," kata Mertawi kepada Tempo pada Jumat, 30 April 2021. Kini, di Sembalun menjamur kedai-kedai kopi dan penduduknya ramai-ramau belajar menjadi petani kopi.
Warga Kecamatan Sembalun belajar melakukan pembibitan, pemeliharaan, dan perawatan tanaman kopi. "Kami bersyukur masih bisa selamat lewat kopi ini," kata Armasih, pemilik penginapan Family Homestay di Gunung Rinjani.
Biji Kopi Asli Sembalaun. Foto: Ujang Kurdiawan
Lelaki 47 tahun itu mengatakan, selama setahun terakhir, dari tiga kedai kopi yang ada di Sembalun, yakni Warung Key, Kopi Balenta, dan Kopi Pahlawan, kini muncul 30 warung kopi lainnya. Mereka memberi nama produknya dengan sebutan yang menarik. Ada yang memberi nama Kopi Lokak yang dalam bahasa Suku Sasak berarti tua, Kopi Baneho yang artinya kopi yang di sini. Ada pula yang menggunakan istilah kekinian, seperti Kopi Talenta.
Armasih menjelaskan kopi Sembalun merupakan salah satu bukti peninggalan Belanda. Kopi Arabica Sembalun di Kabupaten Lombok Timur, NTB, ini seumuran dengan kopi di Bali dan Manggarai Flores Nusa Tenggara Timur. "Belanda menerapkan program menanam kopi di kawasan ini sejak 1875,'' ujar Armasih.
Selama dua tahun terakhir, Armasih turut mengikuti pelatihan meracik kopi dari seorang master kopi yang didatangkan dari luar daerah. Dia juga tergabung dalam Kelompok Tani Lembah Sembalun bersama 12 orang lain. Mereka membudidayakan kopi asli Sembalun Kopi Arabica Typica. "Kopi Sembalun warisan leluhur. Kopi Arabicara Typica banyak jenisnya. Kami ingin melestarikannya," ucapnya.
Ilustrasi pendaki Gunung Rinjani di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Camat Sembalaun, Mertawi yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, mengatakan, pada 1950 - 1960, kopi Sembalun dikenal sebagai kopi Ampenan. Ampenan adalah kota pelabuhan dan lokasi bandara sebelum Mataram resmi menjadi kota administratif.
Kebun kopi di Sembalun berada di daerah safana Dandaun di ketinggian 1.500 meter yang semula banyak digunakan untuk kemping. Di lereng sebelah barat Sembalun Lawang dulu dikelilingi kebun kopi. "Saat itu orang memetik kopi dengan naik kuda dan membawa keranjang krobokan," kata Mertawi. Kopi asli Sembalun kualitas super dibanderol Rp 1,5 juta per kilogram. Sedangkan jenis kopi lainnya hanya sekitar Rp 350 - 400 ribu per kilogram.
Manajer Perizinan dan Komunikasi PLN Unit Induk Pembangunan, Nusra Prapsakti Wahyudi mengatakan telah membagikan 45 ribu bibit kopi jenis Arabica kepada para petani kopi. Itu adalah hasil pembibitan kopi mandiri oleh Komunitas Adat Sembalun, yang merupakan binaan PLN Peduli. "Tanaman kopi mampu mengikat tanah dengan baik dan bermanfaat secara ekonomi," kata Wahyudi.