DI tengah suasana ulang tahun yang keempat Dunia Fantasi pekan ini, ada yang akan berubah di kawasan Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta. Status taman itu yang selama ini disebut proyek kendati pembangunannya sudah dimulai sejak tahun 1960 -- akan diubah menjadi perseroan terbatas (PT). Belum diketahui apa nama perusahaan itu. Yang jelas, perubahan status ini agar memudahkan "proyek" memperoleh pinjaman. Seperti dikemukakan Agus Winarno, wakil direktur pemasaran Badan Pelaksana Pembangunan (BPP) Proyek Ancol, selama ini dana yang digunakan untuk pengembangan Ancol diperoleh kredit atas nama PT Pembangunan Jaya. Akibatnya, langkah BPP menjadi tak lebar. Soalnya, kalau Ancol melaba, maka laba itu harus dibagi kepada Pemda sebagai pemilik aset. Tapi, kalau rugi, sepenuhnya tanggung jawab Pembangunan Jaya. "Dengan status baru, aturan pembagiannya menjadi jelas," kata Agus. Kalau suatu ketika merugi, ya, Pemda ikut menanggung. Dalam badan usaha yang baru itu Pemda DKI adalah pemilik saham mayoritas 80%. Pembangunan Jaya sisanya. Bagaimana prosesnya sampai pembagian seperti itu, tak jelas. Tapi, menurut Gubernur DKI, Wiyogo Atmodarminto, keputusan itu sudah dipertimbangkan oleh Pemda sejak tahun lalu. Alkisah, di tahun 1988, kata Wiyogo, Pemda membentuk sebuah tim yang netral untuk melakukan penilaian atas aset Ancol, sekaligus menentukan angka pembagian yang tepat untuk Pemda maupun Pembangunan Jaya. Nah, setelah tim ini usai berunding dengan DPRD serta sebuah perusahaan jasa penilai, "Barulah kami berani mengajukan angka 80:20 itu kepada Mendagri. Dan syukur disetujui," kata Wiyogo. Sebuah langkah maju. Soalnya, sebagai perusahaan patungan antara swasta dan Pemda, Pembangunan Jaya menginginkan kepastian hak dan kewajibannya. "Selama ini Pemda mendapat bagian mayoritas yang diatur berdasarkan kontrak," kata Ciputra, Dirut PT Pembangunan Jaya. Tidak sedikit laba yang diperoleh Pemda dari Ancol. Setiap tahun meningkat jumlahnya. Pada tahun 1979 bagian Pemdahanya Rp 645 juta (termasuk pungutan pajak Rp 263 juta), tapi tahun lalu naik hampir 10 kali lipat menjadi Rp 2,5 milyar. Melihat pembagian laba itu, diperkirakan keuntungan Ancol tahun lalu sekitar Rp 4 milyar. Tidak mencolok kalau dibandingkan dengan total aset Ancol yang kini mencapai Rp 223 milyar. Maklum, dalam lima tahun mendatang, berbagai penyempurnaan dilakukan di kawasan taman hiburan ini. Pembangunan Dunia Fantasi masih dilengkapi dengan Fantasi Hikayat, Fantasi Petualang, dan Fantasi Masa Depan. Restoran Terapung, Pasar Seni, Gelanggang Samudera, dan Gelanggang Renang akan terus disempurnakan. Bahkan ada sebuah rencana yang lebih besar, yakni perluasan area pantai, plus semenanjung buatan dengan total perluasan sekitar 250 hektare. Tak semua tempat mendatangkan untung. Pasar Seni, Teater Mobil, dan Marina Beach termasuk merugi. "Secara operasional, tempat-tempat itu sudah tidak feasible lagi sebagai tempat usaha," kata Aryanto, wakil direktur BPP Proyek Ancol. Rencananya, tempat-tempat itu satu demi satu akan ditutup. Teater Mobil, contohnya. Menurut Aryanto, tanah seluas tujuh hektare itu akan digunakan untuk memperluas Pasar Seni. Lho, bukankah Pasar Seni merugi? Ya, tapi itu tidak ditutup. "Sebab, Pasar Seni merupakan salah satu sumbangsih kami kepada para seniman," kata Aryanto. Karena ada proyek rugi itulah dengan status baru pengelola Ancol lebih optimistis melangkah. Sebab, walau keuntungan Pembangunan Jaya hanya tinggal 20%, kalau nantinya ternyata banyak proyek rugi, "Pemda pun akan ikut menanggung," kata Aryanto. Yang sudah jelas, dengan status PT itu pengelola taman ini lebih lincah dalam mencari kredit. Dan ini penting. Sebab, sejak awal pembangunannya proyek ini dibangun dengan dana pinjaman. Ketika membebaskan tanah, Ancol memperoleh dana dari Bank Dagang Negara dan pinjaman lunak dari Perancis. Begitu pula dana yang digunakan untuk membangun, di peroleh dari pelbagai sumber seperti BNI 46, BDN, Bank Pembangunan Daerah, dan pinjaman luar negeri. Entah dari mana lagi pinjaman berikutnya akan dicari dan datang. Yang pasti, membangun taman impian memang tak semudah dan semurah bermimpi.Budi Kusumah, Sri Pudyastuti, Linda Djalil, Tri Budianto Soekarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini