34 peserta Lomba Lawak Remaja berkumpul di Pasar Seni Jaya
Ancol. Jakarta, 17 dan 18 Agustus yang lalu. Mereka terdiri dari
grup dan perorangan, memperebutkan hadiah pertama yang berjumlah
Rp 75 ribu. Sembilan di antaranya kemudian berhasil lolos
saringan, untuk memasuki babak final. Mereka terdiri dari 6 grup
serta 3 badut perorangan.
Arwah Setiawan, bekas Pimpinan majalah lucu Astaga tampak hadir
sebagai salah seorang juri. "Mereka terlalu miskin dan kurang
persiapan," ujarnya menyerang finalis itu. Namun demikian kepada
Gio alias Sugio yang bertampang kriminil dan mampu menempatkan
dirinya sebagai salah seorang juara perorangan, juri tersebut
menganggap ada potensi besar. Gio yang penganggur kendati
memiliki ijazah STM (usianya 28 tahun) memang berhasil memaksa
orang ngakak waktu berada di atas pentas.
Prambors
Pertarungan final yang berlangsung di Pondok Putri Duyung,
berlangsung dengan tegang. Juara grup berhasil direbut oleh grup
"Pelita" sebagai juara pertama. Selain uang ia juga mengantongi
trophy dari dinas pariwisata yang diserahkan secara imajiner
atawa simbolis. Entahlah apa trophy itu sudah ada atau masih
akan dipesan.
Dalam barisan perorangan, Gio hanya merebut tempat kedua. Tempat
pertama diberikan kepada Qomar, sedangkan tempat ketiga Atet.
Menurut Arwah Setiawan, Qomar yang berperawakan kecil
benar-benar duplikat S. Bagyo. Tapi dia tidak tahu kalau ada
juri yang memberikan angka tinggi kepada duplikat ini.
Juri memilih pemenang berdasarkan materi, keaslian dan
penampilan. Inilah salah satu contoh dagelan yang diumbar oleh
si Gio. "Gigi putih adalah gigi yang sehat. Gigi kuning adalah
gigi yang berbahaya. Jadi dilarang ketawa (penonton ketawa).
Kalau gigi anda tetap putih, gosoklah gigi anda dengan obat
gosok cap anjing gila, dijamin tetap tertawa (penonton
tertawa)."
Meskipun penonton masih suka ketawa, rasa-rasanya dagelan para
pelawak remaja itu memang masih lemah. Bulan sebelumnya,
Universitas Kristen Indonesia (UKI) sempat juga menyelenggarakan
lomba lawak. Alamsyah, ketua penyelenggara lomba itu melaporkan
juga bahwa para peserta kelihatan masih lemah. "Ada baiknya kita
membuat bank naskah," sarannya kepada TEMPO. Arwah Setiawan yang
merencanakan akan menghimpun pelawak tua dan muda dalam
organisasi yang bernama "Hi Hi" (Himpunan Humoris Indonesia)
suka sekali pada saran itu. Bahkan ia mimpi untuk membentuk
akademi lawak. "Kalau ada akademi kerawitan, adalah tidak aneh
kalau ada akademi lawak," ujarnya.
Berdasarkan teori Arwah Setiawan, lawakan bisa dibedakan dalam
dua bidang besar. Satu lawak tradisionil. Kedua lawak modern.
Yang disebutnya lawak modern adalah lawakan yang merupakan
penggalan cerita yang meloncatloncat. Sekali tempo seperti warta
berita, beralih ke ramalan cuaca, beralih ke masalah guide dan
kemudian beralih lagi ke mana saja maunya. Lawak modern seperti
ini, kalau diulang-ulang akan basi dan menjemukan. Sementara
lawakan tradisionil adalah dagelan para panakawan dalam
pewayangan. Ia memiliki keutuhan sehingga kalau diulang-ulang
untuk tidak akan jenuh.
Sebagai grup muda yang berbakat dalam lawakan modern sekarang,
Arwah menunjuk "Warung Kopi Prambors". Ia bahkan berani
mengatakan bahwa grup yang sudah dikenal luas di kalangan remaja
ini sampai saat ini belum ada tandingannya. Ia memujikan materi,
penampilan dan kesegarannya.
Warung Kopi Prambors sama sekali tidak pernah jual kopi. Mereka
bekerja untuk radio Prambors. Tugasnya ngobrol dan bikin
lelucon. Mereka dibentuk pada tahun 1973. Pendirinya: Badil,
Casino dan Temy. Ketiga-tiganya mahasiswa UI yang tergabung
dalam Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala). Mula-mula mereka hanya
menjadi penyiar. Selang 2 tahun, mereka tampil di Hotel
Indonesia dengan sukses. Anggautanya pun bertambah dengan Nanu,
Indro dan Dono. Indro yang dipanggil llendro kelihatan punya
bakat sebagai pemimpin. Lalu pimpinan grup dipercayakan
kepadanya.
Prambors tidak mau disebut pelawak profesional. Badil, dan Temy,
sekarang tidak melawak lagi. Tim tetap untuk acara melawak telah
dibentuk, mereka adalah Casino, Dono, Nanu dan Indro. Mereka
inilah yang tampil dalam acara peringatan Ulang Tahun TVRI
beberapa waktu yang lalu. Mungkin karena sasaran mereka lebih
banyak mahasiswa dan pemuda, seringkali lawakannya agak "serem"
bagi telinga yang tidak suka hal-hal cabul. Tapi sudah jelas
pula bahwa lawakan mereka lebih cenderung kepada lawakan kata
dengan orientasi pada kehidupan mahasiswa dan pemuda.
Prambors mengaku memakai skrip kalau menghadapi acara-acara
besar. Tetapi tanpa latihan. Dalam hal ini peranan Mus Mualim
yang menjadi penasehat kelihatannya besar. Misalnya lawakan
"warta berita" awalnya dari ide Mus Mualim yang meminta mereka
untuk tampil dengan gaya siaran. "Lalu kita pun selipi dengan
kejadian seharihari sehingga kocak," kata Indro kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini