Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Menengok Koleksi Kereta Masa Lalu Jepang

Perkeretaapian Jepang memasuki era baru dengan privatisasi Japan Nasional Railway, badan usaha milik pemerintah yang menangani kereta api.

8 Maret 2018 | 15.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Lokomotif kereta uap koleksi Museum Railway, Jepang, 20 Februari 2012.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Daerah Tohoku yang meliputi prefektur Akita, Aomori, Fukushima, Iwate, Miyagi, dan Yamagata, menjadi satu dari destinasi-destinasi wisata yang ditawarkan oleh Japan Nasional Tourism organization Jakarta mulai 9-11 Maret 2018. Acara pembukaan yang akan dilakukan besok pukul 14.00 ini mengingatkan pada perjalanan di Museum Rel Kereta, the Railway Museum, Selasa, 23 Februari 2012 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lokasinya berada di Stasiun Tetsudo Hakubutsukan, Omiya, Kota Saitama. Kami naik kereta Hayate 105 dari Stasiun Tokyo. Tiketnya waktu itu seharga 1.000 yen. Museum ini dibangun pada 2007 dengan dana 12,5 miliar yen. “Sekaligus peringatan satu dasawarsa swastanisasi pengelolaan kereta api di Jepang,” kata Fumihiro Araki, Deputy Director Museum Rel Kereta Api, waktu itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu bagian museum tiga lantai ini adalah zona sejarah. Zona ini berada di lantai dasar di antara tempat bermain anak Tepakku Playgorund dan zona belajar atau Learning Zone. Di zona sejarah ini terdapat 36 jenis koleksi gerbong dan lokomotif yang pernah dipakai dan diproduksi Jepang.

Deretan koleksi disusun melingkar dengan lokomotif uap Class C57 berada di tengahnya. Lokomotif ini berada di atas lantai yang pada pagi dan sore hari bisa diputar. Saat itulah seorang guide menyapa dan mengucapkan selamat datang kepada pengunjung. Seorang masinis masuk dalam lokomotif, dan peluit kereta berbunyi selama sepuluh menit, layaknya bunyi kereta api uap yang melintas di zaman dulu.

Lokomotif uap tadi diapit empat lokomotif kereta listrik di belakang dan tiga lokomotif di depannya. Empat loko di belakang adalah dua Class Kuha, satu Kumoha, dan satu Clas ED. Tiga di depan adalah Class Kiha, Class Nade, dan Class ED17. Sementara itu di samping kanan dan kirinya terdapat loko ataupun gerbong kereta, termasuk gerbong bagi keluarga kerajaan Jepang dan lokomotif dari Jerman yang dibelah bagian mesinnya.

Benda-benda tua itu menjelaskan perjalanan perkeretaapian Jepang. Hampir enam puluh tahun lamanya negara ini mempersiapkan sistem angkutan massal yang efektif. Pada 1904 Jepang masih membeli kereta api, termasuk jenis uap, dari negara Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat. Kereta-kereta tersebut semula dipakai sebagai kereta kargo, angkutan massal, dan angkutan khusus kaisar Jepang.

Beban lalu lintas darat semakin berat. Kemacetan menggelayuti lalu lintas kota metropolitan Tokyo dan sekitarnya. Muncullah keluhan pengguna jasa transportasi darat mulai dari kemacetan, kecelakaan, sampai keterlambatan. Jepang kemudian memutuskan membangun sistem transportasi berbasis kereta api.

Hadirlah gagasan membangun sistem super-ekspres. Infrastruktur kereta api pertama yang sesuai dengan gagasan ini dibangun pada 1964. Jalurnya adalah Tokyo-Shin Osaka melalui Nagoya atau Tokaido Shinkasen. Jalur dengan rel sedikit lebih lebar dari jalur di Indonesia ini kini dikelola Japan Railway Central.

Jepang terus memproduksi dan merawat kereta api mereka sendiri. Mereka menyerap teknologi dari negara produsen. Hadirlah tempat pembuatan dan perakitan kereta Japan Rolling Stock Central. Lengkap sudah persiapan negara ini menuju angkutan massal berbasis kereta api.

Perkeretaapian Jepang memasuki era baru dengan privatisasi Japan Nasional Railway, badan usaha milik pemerintah yang menangani kereta api. Dari satu badan usaha pada 25 tahun lalu Jepang membaginya menjadi enam perusahaan. Japang Railway East dan Japan Railway Central, pecahan dari JNR, merupakan dua pengelola jasa angkutan massal itu. Ada pula Japan Railway West dan Japan Railway Khutsu. Walaupun masih ada dua jalur sistem Shinkasen yang sampai kini belum selesai, yakni jalur Nagano-Shin Osaka dan jalur setelah Shin Aomarie.

Pada 1997, sepuluh tahun sebelum museum kereta api didirikan, swastanisasi perkeretaapian diberlakukan. Swasta bisa membangun dan menggunakan lintasan kereta Shinkansen. Muncullah satu perusahaan kereta api kargo dan lima perusahaan kereta penumpang lain. Sejak itulah kereta api benar-benar menjadi penopang utama transportasi Jepang.

Gagasan Shinkansen sebagai angkutan massal utama berdampak pada infrastruktur transportasi Jepang secara keseluruhan. Shinkansen menjadi basis penataan jalur lalu lintas darat, laut, ataupun penerbangan. Jalan dan bagunan lain mengikuti rencana perkeretaapian. Namun alat transportasi lain hanya bisa bertahan dan menjadi penopang alat angkut kereta api.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus