Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram – Seratusan warga Dusun Batu Pandang, Desa Sapit, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, menjalankan tradisi Bebubus Batu pada Rabu, 9 Februari 2022. Warga dusun yang tinggal di kaki Gunung Rinjani itu membawa sembilan nampan yang dalam bahasa Suku Sasak disebut dulang.
Mereka beriringan membawa dulang yang terbuat dari kayu berwarna hitam. Di dalam wadah itu terdapat beragam makanaan dan buah yang dibawa dari rumah Mangku Sukiman hingga sejauh satu kilometer ke sebuah situs batu menhir bernama Batu Pandang. Warga dusun memakai ikat kepala atau sapuk songket khas Suku Sasak. Kecuali Mangku yang menjadi ketua adat, dia mengenakan sapuk berwarna putih, baju putih, dan sarung hitam keemasan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelum sampai di situs Batu Pandang, warga dusun mengambil air di Sungai Temaras dan Sungai Tibuara. Di sana mereka memotong ayam yang jumlahnya sesuai nazarnya masyarakat kemudian dimasak bersama. Tradisi Bebubus Batu ini berlangsung setelah tengah hari dan memakan waktu sekitar tiga jam. Di tempat itu, masyarakat memanjatkan doa bersama untuk keselamatan, kesehatan, dan kesuburan tanaman.
Tradisi Bebubus Batu di Desa Sapit, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada Rabu, 9 Februari 2022. Dok. Muhammad Nursandi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ini adalah gawe desa," kata Sukiman, 47 tahun, yang turun-temurun menjadi pewaris Mangku di Dusun Batu Pandang, Desa Sapit. Sukiman menjadi ketua adatnya sejak 2018. Batu Pandang adalah situs batu menhir yang menjadi tempat kegiatan Bebubus Batu sejak dulu. Tingginya sekitar satu meter dengan bentuk segitiga di ujung atas. Pada masa lalu, situs tersebut berada di dalam hutan yang kini berubah menjadi area persawahan.
Acara Bebubus Batu berarti mengambil bubus atau obat tradisional yang terbuat dari tanaman. Bubus itu ada di dalam dulang yang berisi berbagai macam jenis makanan. Di antaranya, ketupat, wacek (ketan manis), pisang, ketan, timbung (ketan dalam bumbung). Mangku memulai prosesi Bebubus Batu kemudian para tokoh agama melanjutkannya.
Tradisi Bebubus Batu berlangsung dua kali setahun. Pertama saat tanaman padi tampak hijau di musim hujan dan kedua, empat bulan kemudian atau ketika sudah panen di musim kemarau. "Waktunya selalu pada hari Rabu. Tidak ada hari lain," kata Sukiman.
Batu Pandang adalah situs batu menhir yang menjadi tempat menjalankan tradisi Bubus Batu oleh warga Desa Sapit, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada Rabu, 9 Februari 2022. Dok. Muhammad Nursandi.
Warga Dusun Batu Pandang mengambil bubus kemudian digunakan untuk mengusir hama pada tanaman padi. Dengan ritual itu, mereka meyakini, hama berupa burung dan hewan lainnya tidak merusak tanaman. Sebelum ada pupuk, menurut Sukiman, masyarakat juga meletakkan bubus pada saluran irigasi. Masyarakat juga dilarang membunuh burung yang mendekati tanaman. "Itu pesan nenek moyang," ujarnya.
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Kabupaten Lombok Timur, Muhammad Nursandi mengatakan, banyak potensi sejarah di Dusun Batu Pandang yang dapat diangkat menjadi daya tarik pariwisata. Di sana, menurut dia, terdapat artefak yang diduga sudah ada sebelum Kerajaan Selaparang Lombok. "Desa Sapit di Kecamatan Suela ini termasuk destinasi wisata ungulan di Kabupaten Lombok Timur," ucapnya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.