HIDUP tidaknya ruang diskotik, sangat ditentukan oleh
dee-jay-nya. Peran ini nampaknya gampang sekali dimainkan. Tapi
ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki: keterampilan
teknis termasuk penguasaan peralatannya, mengerti dan punya
citarasa musik, harus pandai-pandai membaca gelagat pengunjung,
serta punya berbagai akal untuk mengatasi kesulitan jika
misalnya orang tak juga turun ajojing.
Benny Shertian, 37, yang sudah 4 tahun menjadi dee jay Guwa
Rama, merasa sudah memiliki semua persyaratan sehingga
diskotiknya memang selalu berjalan sebagaimana diharap. Apalagi
karena pekerjaannya di sana agak menjadi lebih mudah, sebab
bosnya yang bernama Horst Muller sudah memilih dan merekamkan
lagu-lagunya pada pita ril. Dan Guwa Rama pun mengkasetkan
lagu-lagunya, dijual untuk yang berminat dengan harga yang sama
dengan harga pasaran.
"Jadi tugas saya cuma tinggal menghidangkannya," kata Benny,
lulusan STM Jatinegara 1961 yang kini harus menghidupi isteri
dan kedua anaknya. Berapa gaji yang diterimanya, Benny enggan
menyebut. "Yah, dicukup-cukupkanlah," ujarnya. "Yang jelas,
isteri saya punya pengertian besar."
Benny bertugas tiap malam, kecuali malam Rabu -- istirahat dan
kumpul anak-bini. Sebelum diskotik dibuka, ia kontrol dulu semua
lampu, pita ril dan sistim suara. Jika pengunjung sudah banyak,
"saya perhatikan kaki mereka. Jika sudah mengetuk-ngetuk lantai,
itu pertanda lagu-lagu hot harus dimainkan," tuturnya. Dan
biasanya feeling Benny memang mengena. Tapi jauh sebelum itu
Benny putar dulu lagu-lagu penghangat -- tapi bukan yang lagi
top. Sebab, "kalau langsung kita putar lagu-lagu yang sedang
digemari dan ternyata pengunjung belum ingin turun, 'kan
sayang?".
Tiap hari Benny pulang pukul 2 dinihari (di malam liburan sampai
jam 3) ke rumah orangtuanya, tempat ia dan keluarganya tinggal.
Meski begitu badannya tetap sehat segar dan gembira. Soalnya
"saya selalu mengusahakan tenangnya pikiran. Itu prinsip saya,
"katanya.
Johannes Likumahuwa, 26, juga di Guwa Rama, menjadi serep Benny.
Berbeda dengan Benny, Johanes menjadi dee jay sekedar sambilan.
"Menyalurkan hobi musik," katanya. Pekerjaan sehari-harinya
ialah sound-man HI Sheraton. Jadi di diskotik itu statusnya cuma
honorer, untuk menggantikan Benny tiap malam Rabu.
"Permintaan lagu dari pengunjung mutlak harus dipenuhi," kata
bujangan itu. Dan sulitkah menjajagi selera pengunjung yang
beragam itu? "Kalau kita selalu mengikuti lagu-lagu yang sedang
hit, tidak sulit. Sebab, meskipun pengunjung itu beragam,
seleranya 'kan sering sama."
Ia pernah mengalami kesialan yang hampir saja merenggut
nyawanya. Suatu malam tiba-tiba seorang pengunjung remaja
mengamuk memecahkan gelas dan merusak perabot. Mungkin mabok.
Mereka yang sedang ajojing kontan bubar. Tinggal Johannes
sendirian di belakang kotak diskotiknya, menjaga peralatan. Si
pemabuk langsung memburunya dan menodongkan pistol. Sambil
berkeringat dingin ia menerangkan pada brandal itu "Saya petugas
di sini." Dan selamatlah ia. Itu terjadi di malam takbiran 1977.
Yetty Roslina, 23, menjadi dee jay Pitstop sejak 5 bulan lalu
setelah ditatar 3 bulan lamanya. Sebelum itu ia bekerja di
sebuah majalah hiburan sebagai sekretaris selama 2 tahun, lalu
diajak ke Australia oleh kakaknya tapi cuma bertahan 3« bulan --
dan balik lagi ke Jakarta. Lalu melamar ke Pirstop, dan "saya
heran, kok diterima," tuturnya.
Ia bukan tak mengerti musik. Sebab sejak kerja di majalah itu
hampir tiap malam berdisko di 'Boden Powel', Cempaka Putih,
Jakarta, bersama teman-temannya. Karena rumahnya memang di dekat
situ. Malah menjadi dee jay juga di sana -- coba-coba. "Ternyata
ketika dites di sini (Pitstop), saya bingung. Sebab peralatannya
lain sekali dengan yang dulu saya kenal," Tapi sesudah
kelabakan, dan sesudah ditatar, ia pun bisa. Berbeda dengan di
Guwa Rama, Yetty mengaku pemilihan lagunya sesukanya sendiri
saja. "Tapi lagu-lagu yang top memang diputar belakangan," kata
anak nomor 4 dari 9 bersaudara asal Padang ini.
"Orangtua tak setuju saya kerja malam," tuturnya. "Tapi saya
ngotot saja, soalnya saya senang. Resikonya memang cukup berat.
Misalnya disangka sebagai perempuan yang bisa "dibawa." Memang
wajar, sebab selama ini 'kan orang menilai tempat semacam ini
sama saja dengan klab malam atau tempat yang dituduh mesum."
Yetty mengaku memang banyak hidung belang yang mengajaknya
kencan: oom-oom, juga pemuda. Tapi ia tak pernah tergoda,
katanya. "Repot, deh."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini