DEWI Abidin telah kehilangan puterinya, Jasmine, tapi belum
melupakannya. Gadis cilik itu telah meninggal karena leukemia,
kemudian sang ibu mendirikan Yayasan Haematologi Jasmine Abidin.
Sejak yayasan itu berdiri 18 September. 1978, para penderita
leukemia yang miskin tampaknya boleh menaruh harapan.
Leukemia atau kanker darah menduduki tempat ke-10 dalam urutan
penyakit yang ada di Indonesia. Statistik mengenai korbannya
masih meraba-raba. Tapi cuma sekitar 50 penderita leukemia dalam
setahun di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Mengingat sedikitnya
1000 pasien setiap hari mengunjungi RSCM itu, rumahsakit
terbesar di Indonesia, jumlah penderita leukemia masih sedikit
sekali.
Bila terserang leukemia, seseorang meminta biaya pengobatan yang
besar sekali. Penderita yang miskin biasanya pasrah saja, sedang
penyakit ini bukan menyerang orang kaya saja.
"Untuk penyakit kekurangan darah, seperti anemia karena
kekurangan gizi pemerintah sudah menyediakan budget. Lantas dari
mana penderita leukemia mendapat pertolongan? " tanya dr. H.
Moeslichan Mz, yang menangani masalah medis dari YHJA. Dengan
berkata begitu dokter ahli penyakit anak tersebut memberikan
alasan mengapa yayasan tersebut perlu berdiri.
Dalam 2 bulan terakhir ada sekitar 200 penderita yang meminta
pertolongan langsung ke kantor yayasan itu di Jalan Cimandiri
16, Jakarta. Dari berbagai daerah bukan sedikit pula yang
meminta bantuan. Para dermawan juga tergugah. Sekitar Rp 3 juta
berhasil dikumpulkan. Tentu saja, jumlah yang terkumpul itu
masih terlalu sedikit dibandingkan dengan kebutuhan. "Sejumlah
orang kaya dan berkedudukan yang kami hubungi menyatakan simpati
dengan adanya yayasan ini. Tapi bantuan materiil mereka masih
ditunggu," ujar Dewi Abidin, Ketua YHJA. Karena seretnya dana
yang masuk, pengurus yayasan melaksanakan pertunjukan kesenian
untuk mencari dana di Hotel Indonesia Sheraton 8 April yang
lalu. Dari malam dana itu terkumpul juga Rp 500.000.
Sampai saat ini baru 15 penderita leukemia yang langsung
mendapat bantuannya. Itu pun tidak semua penderita memperoleh
pertolongan sepanjang tahun, karena dana yang ada harus diirit.
Minggu pertama April, yayasan ini menyerahkan sumbangan
obat-obatan anti leukemia kepada RSCM seharga Rp 500.000. "Saya
menitikkan air mata ketika menyerahkan bantuan itu. Teringat
pada anak saya yang berpesan supaya saya menolong mereka yang
terkena penyakit seperti yang ia derita," tutur Ny. Abidin.
Dengan dana yang terbatas sekali, yayasan itu menyalurkan
sebagian bantuannya lewat pimpinan rumah sakit RS CM. Para
penderita leukemia di luar Jakarta harus mendapat surat
keterangan dari dokter setempat untuk meminta bantuannya.
Biasanya Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia
yang ada di daerah menyampaikan surat permohonan bantuan tadi ke
YHJA.
Gotong Royong
Sebelum yayasan tersebut berdiri, para penderita leukemia di
RSCM sering juga mendapat pertolongan langsung dari para dokter.
"Bantuan obat-obatan itu secara bergotong-royong dikumpulkan
oleh para dokter yang tilak tega melihat penderitaan pasien,"
cerita dr. H Moeslichan Mz. "Tak ada penderita leukemia (di
RSCM) yang meninggal karena tak mendapat obat."
Bagian terbesar dari penderita leukemia di RSCM adalah
anak-anak. Belum bisa dibuktikan apa yang menjadi penyebab
penyakit leukemia ini. Ada yang mengatakan karena virus. Para
ahli melihat pada binatang penyakit ini memang disebabkan oleh
virus dan bisa menular pula. Radio-aktif dan zat-zat kimia
dianggap bisa juga menyebabkan leukemia. Penyakit ini menyerang
sel darah putih yang mengakibatkan pertahanan tubuh lemah dan
gampang kena infeksi. Tubuh yang sering terserang panas menjadi
tanda awal dari penyakit ini.
"Sebagian besar penderita leukemia tak bisa ditolong. Hanya
sekitar 10% dari mereka yang bisa ditolong," kata dr. H.
Iskandar Wahidayat, ahli penyakit anak yang juga duduk sebagai
penasehat medis YHJA. Dari anak-anak yang terserang ada yang
bisa bertahan hidup sampai 3 tahun. Malahan ada yang bisa
mencapai umur 6 tahun. Apabila seorang anak bisa mencapai usia
5 tahun (setelah menjalani pengobatan 3 tahun) boleh dikatakan
ia sudah sembuh. "Jadi meskipun leukemia berakhir dengan
kematian masih ada juga titik terang, tambah dr Wahidayat.
Jasmine sendiri telah bergulat selama 5 tahun dengan
penyakitnya sampai meninggal di Melbourne, Australia, dalamusia
10 tahun pada bulan Juli 197 Abidin, ayahnya yang kini bekerja
pad Departemen Pekerjaan Umum ketika it masih belajar
perencanaan kota di sana.
"Bakatnya besar dalam melukis," kata Ibu Dewi tentang Jasmine,
anak tertua dari empat bersaudara. Sesudah ia meninggal,
lukisan-lukisannya dipamerkan di Melbourne untuk mencari dana
bagi para penderita yang ditampung oleh Leukaemia Auxiliary of
the Royal Children's Hospital.
Keluarga Abidin tidak kaya. Di rumah mereka berkantor yayasan
yang memberi harapan pada para penderita leukemia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini