Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Mengunjungi Rumah Tan Malaka di Lima Puluh Kota, Cagar Budaya namun Kurang Terawat

Rumah gadang berwarna merah dengan lima gonjong itu merupakan rumah kelahiran Tan Malaka yang ditetapkan sebagai cagar budaya pada 21 Februari 2008.

28 April 2023 | 21.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rumah kelahiran Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota. TEMPO/Fachri Hamzah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sumatera Barat banyak melahirkan pahlawan nasional yang memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia seperti Mohammad Hatta, Ibrahim Datuk Sutan Malaka alias Tan Malaka, Agus Salim, Rohana Kudus, Sutan Syahrir dan Buya Hamka. Selain itu, di Sumatera Barat banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang menjadi pondasi berdirinya Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan banyaknya tokoh yang lahir dan peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan, Sumatera Barat menjadi salah satu tempat yang cocok sebagai wisata sejarah. Salah satunya adalah rumah kelahiran dan pustaka Ibrahim Datuk Sutan Malaka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ibrahim yang dikenal dengan sebutan Tan Malaka itu merupakan seorang pahlawan nasional yang banyak berjasa terhadap Indonesia atas perjuangan dan pemikirannya. Selain berjuang dengan berperang, Tan Malaka menerbitkan banyak buku yang sampai saat ini menjadi referensi bagi mahasiswa dan akademisi.

Beberapa karyanya adalah Madilog, Aksi Massa, Mass Aksi, Gerpolek dan Dari Penjara Ke Penjara dan yang paling terkenal berjudul Naar de Republic Indonesia sebuah buku yang menjadi konsep dasar negara Indonesia.

Rumah Tan Malaka

Rumah Tan Malaka berada di Pandam Gadang Kecamatan Gunuang Omeh Kabupaten Limapuluh Kota. Jika ditempuh menggunakan kendaraan roda empat dari Kota Payakumbuh, akan memakan waktu perjalanan sekitar 2 jam. Sesampai di lokasi terlihat plang berwarna hijau yang bertuliskan Rumah dan Pustaka Tan Malaka yang menunjuk ke arah rumah gadang.

Rumah gadang berwarna merah dengan lima gonjong itu merupakan rumah kelahiran Tan Malaka yang ditetapkan sebagai cagar budaya pada 21 Februari 2008. Berjarak sekitar 500 meter di depan rumah, terlihat tiga kuburan.

Di nisan kuburan itu tertulis nama Ibrahim Datuk Tan Malaka, Rangkaya Sinan, ibu Tan Malaka dan Rasad Caniago, ayah Tan Malaka.

Diketahui, makam bertuliskan Tan Malaka hanya sebagai simbol saja. Sebab, makam yang asli berada di Kediri, Jawa Timur.

Sementara itu, berjarak 200 meter sebelah kiri dari kuburan terdapat sebuah patung setengah badan Tan Malaka. Jika ingin masuk ke dalam rumah, bisa menemui ahli waris untuk ditemani.

Di dalam rumah itu, terpajang foto-foto Tan Malaka, mulai dari saat muda hingga mendampingi Bung Karno dan alur silsilah Datuk Tan Malaka. Selain itu, ada beberapa koleksi buku yang ditulis Tan Malaka, seperti Madilog, Gerpolek dan Aksi Massa.

Rumah kelahiran Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota. TEMPO/Fachri Hamzah

Sayangnya, kondisi rumah tersebut terlihat tak terawat. Banyak kotoran burung walet berserakan di atas lantai. Bagian gentengnya juga terlihat sarang laba-laba. Lalu, foto-foto Tan Malaka yang terpajang di ruangan tengah juga sudah ditutupi debu.

Salah satu ahli waris Tan Malaka, Indra, 56 tahun menceritakan bahwa rumah gadang itu dulu merupakan adat bagi Datuk Tan Malaka. Namun, sejak dijadikan cagar budaya, pihak keluarga sepakat untuk menjadikan rumah tersebut sebagai pustaka.

"Saya dulu tinggal di sana bersama istri dan anak. Tetapi sejak jadi pustaka, kami memutuskan pindah. Alasan keluarga menjadikan pustaka karena ingin, sosok Tan Malaka dikenang terus," kata dia, Senin, 24 April 2023.

Indra pun menceritakan mengenai makam bertuliskan nama Tan Malaka yang menjadi simbol. Dulu, makam Tan Malaka sempat ingin dipindahkan dari Kediri, tetapi pemerintah tidak memperbolehkan.

Pihak keluarga akhirnya sepakat membawa tanah makam yang di Kediri sebagai simbol. "Hanya simbol, kami ingin sebenarnya makam itu dipindahkan, tetapi tidak dibolehkan. Ya tanah saja yang dibawa dari kediri untuk simbol saja," kata Indra.

Indra juga menyebut akhir-akhir ini sudah jarang orang berkunjung ke rumah tersebut. Selain itu, rumah itu sudah mulai rapuh.

"Sudah jarang pengunjung, paling saat mulai tahun-tahun politik saja, baru ramai," kata Indra sambil tertawa.

Indra pun berharap pemerintah lebih memperhatikan lagi rumah tersebut. Mengingat, rumah itu juga sudah menjadi cagar budaya dan aset negara.

Sejak ditetapkan menjadi cagar budaya, rumah tersebut tidak pernah diperhatikan lagi. "Dulu pernah direnovasi, tetapi itu sudah lama sekali. Dana renovasi itu bantuan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)," kata Indra.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram http://tempo.co/. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus