Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, tepatnya pada 2 Juni 1897 lahirlah salah satu tokoh revolusioner paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia, Tan Malaka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia dikenal sebagai seorang pahlawan nasional dan pendiri Partai Murba, kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan ideologinya yang khas menjadikannya sosok yang penting dalam narasi sejarah bangsa.
Profil Tan Malaka
Tan Malaka lahir di sebuah desa kecil bernama Nagari Pandam Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia dilahirkan dari orang tua bernama Rasad Caniago dan Sinah Sinabur. Saat masih remaja, Tan Malaka menjalani masa sekolah di Kweekschool, sebuah sekolah guru negara di Fort de Knock.
Pada 1913, ia melanjutkan pendidikannya ke Rijkskweekschool, yaitu sekolah pendidikan guru pemerintah di di Haarlem, Belanda. Di sekolah ini ia mulai terlibat dengan ide-ide sosialisme dan komunisme. Selama masa studinya, ia membaca karya-karya Karl Marx dan Vladimir Lenin, yang sangat mempengaruhi pandangan politiknya.
Setelah kembali ke Indonesia pada tahun 1919, ia mulai mengorganisir gerakan buruh dan petani serta menulis karya-karya yang mendukung kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda.
Tokoh Revolusioner
Sebagai seorang tokoh revolusioner, Tan Malaka terlibat dalam berbagai kegiatan politik dan aktivisme. Ia menjadi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan terlibat dalam perjuangan melawan penjajah Belanda. Namun, pandangannya yang kritis terhadap komunisme Soviet menyebabkan dia keluar dari PKI pada 1921 dan mendirikan Partai Republik Indonesia (PARINDO).
Pada 1925, Tan Malaka menulis bukunya yang terkenal, "Naar de Republiek Indonesia" (Menuju Republik Indonesia), yang menjadi salah satu manifesto paling berpengaruh dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dalam bukunya, ia menyerukan pembentukan republik Indonesia yang merdeka dan memperjuangkan hak-hak kaum pekerja.
Namun, akibat aktivitas politiknya, Tan Malaka seringkali menjadi target pemerintah kolonial Belanda. Pada 1927, ia terpaksa melarikan diri ke luar negeri dan menghabiskan banyak waktu dalam pengasingan di berbagai negara, termasuk Tiongkok, Filipina, dan Thailand. Selama dalam pengasingan, ia terus menulis dan berorganisasi, menyebarkan ide-ide revolusioner di antara komunitas diaspora Indonesia.
Kembali ke Indonesia dan Membentuk Partai Murba
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 1945, Tan Malaka kembali ke Indonesia dan melanjutkan perjuangannya. Pada 7 November 1948, Tan Malaka membentuk partai Musyawarah Rakyat Banyak atau Murba.
Partai tersebut menganut pemahaman antifasisme, antiimperialisme, dan antikapitalisme. Setelahnya, Tan Malaka membentuk pasukan Gerilya Pembela Proklamasi guna melawan Belanda, tetapi tak mendapat dukungan TNI.
Selain itu, hubungan Tan Malaka dengan pemerintah Indonesia yang baru juga tak selalu harmonis. Dia seringkali berada dalam konflik dengan pemerintah, terutama karena pandangan politiknya yang radikal dan kritiknya terhadap kebijakan pemerintah.
Tan Malaka ditangkap oleh TNI pada awal tahun 1949 dan dieksekusi tanpa pengadilan pada 21 Februari 1949 di Kediri, Jawa Timur. Kematian Tan Malaka meninggalkan banyak misteri dan kontroversi, tetapi warisannya sebagai pejuang kemerdekaan tetap dihormati.
Tan Malaka mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 53 yang ditandatangani pada 28 Maret 1963. Namun, diberitakan Tempo pada 10 September 2009, nama Tan Malaka sebagai pahlawan nasional kurang dikenal karena kebijakan rezim orde baru yang dianggap sebagai antek komunis.
KAKAK INDRA PURNAMA | PUTRI SAFIRA PITALOKA | NAOMY AYU
Pilihan editor: Tan Malaka: Pemikiran, Perjalanan dan Perannya bagi Indonesia