Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Gunung Merapi menjadi bagian filsafat kehidupan masyarakat Jawa, terutama dalam pandangan Keraton Yogyakarta. Selebihnya, gunung berapi aktif itu memiliki pesona yang sulit ditolak. Puncak Gunung Merapi dalam lanskap terindah bisa didapati di Ketep Pass, di lereng Gunung Merbabu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada Kamis (11/7) yang terik, Tempo sampai di Ketep Pass, Dusun Ketep, Desa Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Obyek wisata yang terletak di lereng Gunung Merbabu itu, berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ketep menjadi alternatif wisatawan yang ingin menikmati lanskap pegunungan, terutama Gunung Merapi. Tapi, terkadang kenikmatan hanya bisa diraih bersusah payah. Pasalnya, kabut kerap merayap turun menyelimuti Gunung Merapi, “Kalau melihat Merapi, idealnya ke sini sebelum pukul 08.00. Setelah itu tertutup kabut,” kata Bagian Promosi Ketep Pass, Edward Alfian.
Ketep Pass menjadi obyek wisata yang menjual keindahan alam, terutama Merapi. Apabila beruntung, rupa gunung berapi yang biru itu terlihat jelas dari puncak hingga kakinya. Ketep Pass merupakan satu-satunya gardu pandang yang bisa melihat Merapi secara utuh ya Ketep Pass.
Untunglah Ketep Pass menyajikan obyek wisata lain, seperti Museum Ketep Volcano Centre yang menyajikan informasi seputar Gunung Merapi dan Ketep Volcano Theatre, yang menayangkan film dokumenter letusan Merapi.
Di dalam museum itu, foto-foto hitam putih aneka kondisi Merapi dari tahun ke tahun terpajang secara sinematik, baik ketika meletus dan setelahnya. Foto-foto itu bersumber dari dokumentasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta.
Beberapa foto di antaranya memotret kehadiran Presiden Sukarno serta Wakil Presiden Mochammad Hatta dan istrinya, Rahmi Hatta ke lereng Merapi pada 1954, “Pak Karno dan Pak Hatta datang setelah momentum erupsi Merapi 1954,” kata Edward.
Dalam foto-foto itu tampak Bung Karno bersama rombongan mendaki Pos Selo di Boyolali, Jawa Tengah. Bung Karno mengenakan baju uniform lengkap dengan dasi, peci hitam, dan tongkat komando.
Pada bagian foto lain, menggambarkan Bung Karno berkunjung ke rumah berdiding anyaman bambu milik salah satu warga. Ia disambut sejumlah ibu yang menggendong balita dan sejumlah remaja. Foto lain menunjukkan Bung Hatta dan istrinya meresmikan Pos Selo pada tahun yang sama.
Ia didampingi Letnan Kolonel Soeharto dan Sultan Hamengku Buwono IX. Ada pula foto proses evakuasi terhadap warga yang tewas karena awan panas Merapi yang erupsi pada 1961. Mayat yang melepuh itu ditandu warga dengan bambu.
Dokumentasi kondisi Gunung Merapi dan ketika Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mochammad Hatta mengunjungi Merapi pada 1954 dipajang di Musuem Ketep Volcano Centre, di Ketep Pass, Magelang, Kamis, 11 Juli 2019. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Sebuah foto Puncak Garuda juga dipajang dalam ukuran besar, yang merupakan puncak tertinggi Merapi sebelum akhirnya runtuh akibat erupsi pada 2010. Foto dalam bingkai raksasa itu menjadi salah satu spot pengunjung yang ingin berfoto. Sedangkan film dokumenter yang ditayangkan adalah tentang letusan Merapi pada 2010.
“Museum dan film itu adalah bentuk wisata edukasi yang ditawarkan di sini,” kata Edward.
Wisata edukasi yang diberikan tidak sekadar story telling yang disampaikan pemandu wisata kepada pengunjung, melainkan juga berbasis experience. “Ada tiga pemandu di sini. Tiap 1-2 bulan sekali naik Merapi,” kata Edward. Hasil dari pengalaman mereka memperbarui informasi tentang Merapi, kemudian disampaikan kepada pengunjung.
Kendala Area Parkir
Peminat wisata edukasi ini, umumnya adalah para siswa sekolah. Mengingat Senin-Jumat sepi pengunjung, pengelola menawarkan ke sekolah-sekolah. Sementara pada Sabtu-Minggu penuh dengan pengunjung, “Kami ditarget pemkab bukan berapa jumlah pengunjungnya, tetap berapa pendapatan dari Ketep Pass,” kata Edward.
Targetnya lumayan besar untuk destinasi wisata kecil. Pada 2018 dan 2019, pengelola Ketep Pass harus mampu meraih Rp6 miliar setahun. Pada 2018 baru terpenuhi Rp5 miliar lebih dari sekitar 320 ribu pengunjung, “Kendalanya karena lahan parkir sempit. Ketika pengunjung ke sini dan parkiran penuh, mereka putar balik,” keluh Edward.
Area parkir Ketep Pass hanya mampu menampung seribuan sepeda motor dan 30 unit bus. Idealnya, harus mampu menampung 100 unit bus. Persoalannya, lahan di sekitarnya terbatas karena kontur tanahnya yang berbukit. Lahan datar yang ada pun jauh dari lokasi wisata. Solusi lain mesti dicari.
“Kiatnya, kami koordinasi dengan biro perjalanan untuk mengatur waktu kunjungan agar tidak berbenturan,” kata Edward