Untuk mencapai Murodo, wisatawan bisa menggunakan enam jenis kendaraan, dari mobil listrik, kereta gantung, hingga kereta bawah tanah yang semuanya ramah lingkungan karena berbahan bakar listrik.
Dari Ogizawa hingga Tateyama, Alpine Route ditempuh sekitar enam jam. Namun semua lelah itu terbayar dengan menyaksikan keajaiban salju di Murodo pada ketinggian 2.450 meter di atas permukaan laut. Salju hadir di mana-mana. Tanah dan puncak telah berubah putih. Indah.
Murodo menjadi primadona destinasi wisata di sepanjang AlpineRoute. Tempat ini tak jauh dari puncak Gunung Tateyama. Jika musim dingin tiba, pada rentang November sampai April, kawasan Murodo bisa tertimbun salju hingga setinggi puluhan meter. Itu sebabnya Murodo terbuka untuk umum hanya antara April – November saja.
Lanskap Murodo saat musim gugur. Dijuluki Murodo Emas, karena warna rumput kering diselingi salju. TEMPO/Dian Andryanto
Saat musim gugur sekitar September-Oktober, dataran tinggi ini disebut Murodo Emas, karena rata-rata daun sekitarnya berbuah warna menjadi merah kekuningan sejauh mata memandang. Saat masuk musim dingin, salju menjadi selimut di pegunungan ternama ini.
Usai musim dingin, memasuki musim semi, maka Murodo yang dikenal sebagai Murodo-Daira dibuka kembali dan menjadi destibasi wisata favorit karena sisa-sisa salju setinggi puluhan meter masih nampak. Dinding Salju "Yuki-no-Otani" yang terdapat pada pertengahan April sampai akhir Juni. Dinding salju itu menjadi ikon wisata di Murodo. Pelancong biasanya dengan suka cita bermain di salju, sekadar saling lempar bola salju hingga berseluncur.
Saat musim panas pun, masih bisa disaksikan salju di Murodo. Itu sebabnya banyak wisatawan mancanegara jika ingin berlibur di segala musim, untuk melihat salju, mereka datang ke Murodo -- tempat salju berdiam sepanjang zaman.
Di luar musim dingin, wisatawan bisa menikmati salju sambil berjalan menyusuri jalanan setapak berbatu. Dikitari pegunungan yang pucuk-pucuknya memutih -- antara lain Gunung Tsurugi dan pegunungan Dainichi.
Di tempat ini jangan kaget jika ada fotografer Jepang yang bisa bahasa Indonesia, setidaknya bilang, “Foto di sini” atau “ Satu, dua, tiga”.
Dinding salju (Yuki-no-Otani) ini merupakan hasil kerja mesin untuk membuka jalan, sehingga tercipta dinding raksasa yang menarik wisatawan. Foto: @m_iiji_japan
Sepertinya, membanjirnya wisatawan Indonesia ke Jepang, membuat pelaku wisata belajar bahasa Indonesia, emskipun minimalis. Dan, tentu saja menjadi peluang bagi fotografer untuk menambah penghasilan.
Dalam salju yang pekat, berkeliling di jalanan setapak Murodo menjadi pengalaman tak terlupakan. Dingin menggigit bukan alasan untuk tak menyambangi Murodo di segala musim, saat Anda berada di Jepang. S. DIAN ANDRYANTO (KANAZAWA)