Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dawai gambus berdenting, membelah malam di atas langit Jakarta, akhir pekan lalu. Marwas ditabuh. Gesekan biola meliuk-liuk mengiringi suara Mustofa Abdullah di hadapan ratusan orang yang memadati Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM). Mereka hadir di sana untuk menyaksikan Konser Gambus Modern 2000sebuah tontonan yang memang belum jadi kelaziman di TIM ataupun khalayak luas Jakarta.
Sajian Orkes Balasyik pada Sabtu dan Minggu malam itu bukan hanya denting gambus atau lagu bernapaskan agamalabel yang melekat pada musik padang pasir. Malam itu ada suara keyboard, gitar elektrik, dan drum yang menghentak di antara petikan dawai gambus yang mengiringi syair jenaka sang penyanyi. Maka, jadilah pentas Balasyik sebuah konser yang "tradisional-kontemporer": musik gambus dengan sentuhan pop, rock, dan jazz.
Dari segi tontonan, Balasyik adalah sajian yang asyik, segar, dan mengundang. Dengan hampir 30-an repertoar baik dalam bahasa Arab maupun Indonesia, 10 musisi orkes gambus asal Jember serta tiga vokalis mampu menahan penonton selama sekitar tiga jam tiga puluh menit. Pentas itu dihangatkan pula oleh tepuk tangan riuh serta joget para penonton di panggung konser.
Alhasil, Balasyik berhasil setidaknya dalam dua soal: menghibur penonton dan menarik kalangan baru untuk menikmati musik gambus. Mira dan Dado, sepasang mahasiswa bertampang "generasi MTV", mengaku penasaran menonton musik itu karena orang tua mereka tergila-gila pada Umi Kalsum, sang diva asal Mesir. Dan keduanya mengaku tidak menyesal. "Ternyata asyik juga. Kami nonton sampai bubaran," ujar Mira.
Yahya, M.M., pimpinan Balasyik, mengaku, sentuhan kontemporer dalam konser gambus itu bukan tanpa maksud. "Agar musik ini dinikmati kalangan yang lebih luas. Tadinya, gambus, seperti halnya kasidah, hanya identik dengan Islam dan dakwah," ujarnya. Kedua jenis musik ini memang berakar ke Timur Tengah. Gambus memiliki beat lebih cepat karena sifatnya yang "mengajak orang ikut berdendang". Sementara itu, kasidah, yang lebih ditujukan untuk dakwah, memiliki irama dan alunan yang lebih halus dan lembut.
Balasyik didirikan di sebuah sudut Kota Jember pada 1982. Tadinya, ia hanya mengandalkan alat-alat musik gambus tradisional seperti kecapi, biola, dan marwas. Klub musik itu tidak berkembang, bahkan mati suri. Pada 1997, Yahya memutuskan untuk kembali ke panggung. Kali ini ia membawa pula instrumen musik modern. Mereka juga melokalkan musik gambus dengan menyanyikan syair-syair gambusbiasa dinyanyikan dalam bahasa Arabdalam bahasa Indonesia.
Sejak itu, orkes ini laku ditonton.
Musik gambus dikenal di negeri ini bersamaan dengan masuknya pengaruh Islam. Perlahan-lahan, ia merebak ke berbagai daerah: Jakarta, Sumatra Selatan, Nusatenggara Barat, Riau, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Bahkan, dalam perdagangan bahari, pelaut-pelaut NTB dan Sulawesi Selatan melebarkan pengaruh musik ini ke Nusatenggara Timur, yang kental akan tradisi Kristen. Di pesisiran Pulau Flores, misalnya, musik gambus dimainkan dalam pesta pengantin. Dan anak-anak muda memetik dawai gambus pada malam terang bulan untuk melabuhkan rindu hati.
Jadi, kendati Yahya dan kawan-kawannya ingin meluaskan lingkup penikmat musik ini, gambus sesungguhnya telah tumbuh dan menyebar dari jauh-jauh hari dengan "semangat yang universal." Setiap daerah yang mengenal gambus memiliki variasi permainannya tanpa meninggalkan dua hal: alat musik gambus dan warna nada Timur Tengahsebuah kelengkapan yang juga tidak ditinggalkan penyanyi kelas dunia semacam Umi Kalsum asal Mesir dan Ustad Nusrat Fateh Ali Khan dari Pakistan.
Nusrat boleh dibilang salah satu penyanyi yang paling berani berimprovisasimelalui pengayaan vokal, misalnyadengan musik gambus. Dengan vokalnya, ia seakan mampu mengaduk-aduk sukma setiap pendengarnya. Ia menyanyi dengan iringan gambus dari Islamabad, New York City, Paris, hingga Royal Albert Hall London. Maka, ketenaran pun serta-merta melekat pada pria yang mengaku melantunkan suara demi kebesaran Allah serta cintanya kepada Islam dan sufisme itu.
Barangkali orang perlu meresapi nyanyian Nusrat dan iringan gambus yang religius, eksotis, menggetarkan jiwa. Dalam dimensi yang lain, penikmat musik juga bisa mendengarkan "gambus yang menghibur" tatkala petikan dawai berpadu dengan entakan drum dan permainan gitar elektrik, seperti yang terjadi pada akhir pekan silam, ketika sebagian penikmat musik Jakarta terpaku oleh Orkes Gambus Balasyik.
Hermien Y. Kleden, Andari Karina Anom.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo