Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Ngaben, Upacara Kremasi Hindu Bali yang Penuh Makna

Ngaben adalah salah satu upacara kremasi paling sakral bagi masyarakat Hindu Bali. Begini ketentuan dilangsungkannya upacara ini.

1 Agustus 2023 | 19.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ngaben merupakan salah satu ritual upacara sakral sekaligus menjadi tradisi terpenting di Bali. Berdasarkan struktur sosial masyarakat Bali, kata ‘Ngaben’ sebenarnya merupakan istilah yang digunakan oleh kelas masyarakat. Berasal dari kata Ngabuin atau Ngabu yang memiliki arti berubah menjadi abu, bagi para bangsawan kerajaan, upacara ini disebut Pelebon yang berarti sama dengan ngaben. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu upacara paling penting bagi umat Hindu di Bali ini, bertujuan untuk mengkremasi jenazah orang hindu, dimana keluarga mengirimkan almarhum yang diketahui memasuki kehidupan “selanjutnya.” Dalam ajaran agama hindu, upacara ngaben ini berarti memisahkan jiwa dari badan, dengan melakukan kremasi atau pembakaran mayat dengan serangkaian tradisi tertentu. Tindakan ini juga mewakili pemahaman keluarga bahwa orang yang mereka cintai pada akhirnya akan meninggalkan mereka. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Orang Bali memandang tubuh atau fisik manusia sebagai cangkang sementara yang terbuat dari tanah, udara, api, air, dan ruang yang pada akhirnya tidak berarti. Meskipun begitu, mereka percaya bahwa tubuh manusia berfungsi sebagai wadah bagi jiwa yang abadi. Berdasarkan prinsip samsara atau reinkarnasi, apabila tubuh mati, maka jiwa akan berpindah ke tubuh lain.

Menurut kepercayaan mereka, terdapat beberapa tahapan lagi yang harus dilalui oleh jiwa mereka yang mati. Tahapan tersebut didasarkan pada karma almarhum selama mereka hidup di bumi. Ritual kremasi ngaben merupakan satu dari banyaknya ritual yang harus diselesaikan oleh jiwa dalam perjalanannya ke moksa (menyatu dengan Tuhan). Dilansir dari laman Bali.com, orang Bali merayakan upacara ngaben dari orang yang dicintai dengan rasa bangga dan bahkan gembira. Hal itu dikarenakan mereka melihat peristiwa tersebut sebagai langkah terakhir sebelum almarhum kembali kepada Tuhan.


Syarat dan Ketentuan Upacara Ngaben

Ketika seseorang meninggal, mereka tidak lantas langsung bisa melakukan upacara kremasi ngaben pada hari itu juga. Biasanya, mereka harus melakukan upacara ngaben pada hari tertentu yang dihitung dengan kalender Bali atau direkomendasikan oleh pendeta. Kemudian pihak keluarga almarhum harus melakukan ritual permohonan izin dan restu kepada Dewi Durga untuk melaksanakan upacara ini. 

Tidak hanya itu, jenazah yang sebelumnya dikubur harus dipulihkan dari adanya cacat atau kerusakan pada jenazah melalui upacara yang dilakukan di bibir kuburan sang jenazah. Selanjutnya, jenazah yang terkadang hanya berupa tulang belulang saja harus dimandikan dan disucikan terlebih dahulu. Terakhir, sebelum boleh melaksanakan puncak ngaben yakni kremasi jenazah, keluarga harus melakukan persembahan sesajen kepada jiwa yang telah meninggal.

Dalam prosesnya, upacara ngaben ini memang memerlukan dana yang lumayan besar. Dilansir dari laman Maraiversavarilodge.com, setiap beberapa tahun sekali, akan diadakan upacara ngaben kolektif atau ngaben massal. Ini bertujuan untuk membantu mengurangi biaya. Disisi lain, keluarga kerajaan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk mempersiapkan upacara ngaben.

Mempersiapkan Upacara Ngaben

Hari kremasi harus dipilih dengan hati-hati oleh pendeta Hindu. Peti mati atau dikenal sebagai patulangan yang unik dibangun dalam bentuk binatang berkaki empat untuk melambangkan empat saudara spiritual  yang dikenal sebagai “Kanda Empat”.  Umat hindu percaya bahwa patulangan digunakan oleh arwah orang mati sebagai kendaraan menuju surga.

Biasanya peti mati berbentuk banteng akan digunakan untuk pria, sedangkan wanita akan menggunakan peti mati berbentuk sapi. Selain peti mati, untuk melaksanakan upacara ini juga diperlukan bade. Bade sendiri merupakan menara besar dengan atap bertingkat, yang dihiasi dengan ukiran kertas warna warni kayu dan bambu. 

Sebelum melaksanakan upacara ngaben, keluarga dan almarhun harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan, yakni melakukan permohonan izin kepada dewi Durga di pura Dalem. Kegiatan ini biasanya disebut dengan ngulapin.

Selanjutnya, melakukan upacara meseh lawang di bibir kuburan untuk memulihkan kondisi jenazah secara simbolis. Kemudian dilanjutkan mesiram atau mabersih di rumah duka. Setelah itu, melaksanakan upacara ngaskara yakni penyucian jiwa tahap awal dan dilanjut dengan nerpana yaitu upacara persembahan sesajen.

Setelah mengikuti serangkaian syarat dan ketentuan yang ada, proses upacara ngaben pun siap dilakukan. Puncak dari prosesi upacara ngaben adalah ngeseng sawa yaitu pembakaran jenazah. Usai jenazah dibakar akan dilakukan upacara selanjutnya yaitu Nuduk Galih, dimana keluarga mengumpulkan sisa sisa tulang dan abu dari almarhum. Kemudian dilanjut dengan prosesi terakhir yakni ngayut dengan menghanyutkan abu ke laut.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus