Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perjalanan

Pasar Rakyat Lasem Dibuka, Cara Belanja Batik Lasem dari Rumah

Ruang niaga Pasar Rakyat Lasem itu bisa diakses melalui situs kesengsemlasem.com.

13 Mei 2020 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Para pembatik di kampung Batik di Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. TEMPO/Francisca Christy Rosana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pasar Rakyat Lasem diluncurkan sebagai ruang niaga daring atau online saat wabah corona. Saat industri pariwisata aktual lesu, kegiatan belanja berbagai produk khas Lasem lewat virtual bisa tetap berjalan melalui pemesanan online.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ruang niaga Pasar Rakyat Lasem itu bisa diakses melalui situs kesengsemlasem.com. "Kami ingin tetap menggairahkan pasar yang sudah ada di Lasem. Para pembatik, pembuat kriya agar tetap semangat berkarya," kata Didiet Maulana, perancang busana yang juga kurator produk wastra Kesengsem Lasem, dalam sesi bincang-bincang melalui siaran langsung YouTube, sekaligus pembukaan Pasar Rakyat Lasem, Selasa, 12 Mei 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasar digital itu menjadi tempat untuk para pedagang lokal mendapatkan ruang untuk memasarkan berbagai produk. Adapun bermacam-macam produk khas Lasem yang bisa ditemukan, antara lain produk wastra, rasa, dan kriya. Dagangan kategori wastra yang paling terkenal adalah batik. Sedangkan kategori rasa, adalah kuliner, di antaranya ikan asin, cumi asin, dan kecap manis. Untuk kategori kriya adalah teko tembaga dan cobek batu.

Perancang busana Didiet Maulana. Foto: Instagram

Didiet Maulana menjelaskan wabah corona mengakibatkan sebagian besar rumah batik mengurangi produksi. Menurut dia, perlu ada ruang berniaga ketika wisatawan tak bisa berkunjung langsung ke Lasem di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. "Pembatik kesulitan karena tidak mendapatkan uang harian seperti biasa. Para tamu berwisata juga tak ada," ujar Didiet.

Karena itu, Pasar Rakyat Lasem menjadi wadah pemasaran produk unggulan yang telah melalui proses kurasi. Batik yang dipasarkan itu langsung buatan tangan, bukan pabrikan.

Pengusaha batik Lasem, Santoso Hartono menceritakan kesulitan produksi. Musababnya juga dipengaruhi berkurangnya kegiatan berwisata di Lasem. "Batik di Lasem ini 40 persen wisatawan yang beli," tuturnya.

Santoso mengatakan, ketika wabah corona terjadi, banyak pembatik yang mengurangi produksi. Namun beberapa di antaranya masih membuat batik. "Beberapa yang mungkin sedang menyelesaikan pesanan," katanya. "Kalau di Lasem, ada sekitar 4.500 pembatik, sekarang mungkin 200 orang yang masih (membuat batik)."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus