Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pasar Rakyat Lasem diluncurkan sebagai ruang niaga daring atau online saat wabah corona. Saat industri pariwisata aktual lesu, kegiatan belanja berbagai produk khas Lasem lewat virtual bisa tetap berjalan melalui pemesanan online.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ruang niaga Pasar Rakyat Lasem itu bisa diakses melalui situs kesengsemlasem.com. "Kami ingin tetap menggairahkan pasar yang sudah ada di Lasem. Para pembatik, pembuat kriya agar tetap semangat berkarya," kata Didiet Maulana, perancang busana yang juga kurator produk wastra Kesengsem Lasem, dalam sesi bincang-bincang melalui siaran langsung YouTube, sekaligus pembukaan Pasar Rakyat Lasem, Selasa, 12 Mei 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasar digital itu menjadi tempat untuk para pedagang lokal mendapatkan ruang untuk memasarkan berbagai produk. Adapun bermacam-macam produk khas Lasem yang bisa ditemukan, antara lain produk wastra, rasa, dan kriya. Dagangan kategori wastra yang paling terkenal adalah batik. Sedangkan kategori rasa, adalah kuliner, di antaranya ikan asin, cumi asin, dan kecap manis. Untuk kategori kriya adalah teko tembaga dan cobek batu.
Perancang busana Didiet Maulana. Foto: Instagram
Didiet Maulana menjelaskan wabah corona mengakibatkan sebagian besar rumah batik mengurangi produksi. Menurut dia, perlu ada ruang berniaga ketika wisatawan tak bisa berkunjung langsung ke Lasem di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. "Pembatik kesulitan karena tidak mendapatkan uang harian seperti biasa. Para tamu berwisata juga tak ada," ujar Didiet.
Karena itu, Pasar Rakyat Lasem menjadi wadah pemasaran produk unggulan yang telah melalui proses kurasi. Batik yang dipasarkan itu langsung buatan tangan, bukan pabrikan.
Pengusaha batik Lasem, Santoso Hartono menceritakan kesulitan produksi. Musababnya juga dipengaruhi berkurangnya kegiatan berwisata di Lasem. "Batik di Lasem ini 40 persen wisatawan yang beli," tuturnya.
Santoso mengatakan, ketika wabah corona terjadi, banyak pembatik yang mengurangi produksi. Namun beberapa di antaranya masih membuat batik. "Beberapa yang mungkin sedang menyelesaikan pesanan," katanya. "Kalau di Lasem, ada sekitar 4.500 pembatik, sekarang mungkin 200 orang yang masih (membuat batik)."