Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sabtu, 1 Maret 2025, tragedi menimpa sekelompok pendaki di Carstensz Pyramid, atau Puncak Jaya di Pegunungan Jayawijaya, Papua. Dua pendaki, Lilie Wijayati dan Elsa Laksono dinyatakan meninggal dalam perjalanan turun setelah terjebak dalam suhu ekstrem di ketinggian lebih dari 4.800 meter dan mengalami hipotermia. Sementara itu, tiga pendaki lainnya—Indira Alaika, Alvin Reggy, dan Saroni—berhasil diselamatkan setelah semalaman bertahan di tengah badai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Persahabatan Sejati Dua Ratu Pendaki, Meninggal Bersama dalam Pelukan Carstensz
Upaya Garrett Madison dan Tim dalam Misi Penyelamatan
Berita duka ini sampai ke Base Camp Carstensz Pyramid pada Ahad pagi. Garrett Madison, pendaki dan pemandu gunung asal Amerika Serikat, langsung bergerak cepat bersama dua rekannya, Ben Jones dan Tashi Lakpa Sherpa. “Satu-satunya harapan mereka untuk bertahan hidup adalah jika orang lain mendaki ke atas dan membawa mereka turun,” tulis Madison di Instagram pribadinya, @garrettmadison1 pada Ahad, 2 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tim itu segera menyusun rencana evakuasi. Mereka membawa perbekalan darurat, termasuk air panas, obat-obatan untuk ketinggian, makanan, dan perlengkapan penyelamatan. Setelah mendaki sekitar 45 menit, mereka menemukan dua jenazah yang telah membeku. “Ben memastikan mereka sudah tidak bernyawa,” tulis Madison. Tim kemudian melanjutkan pendakian ke punggungan, kemudian menemukan tiga pendaki yang masih hidup dalam kondisi hipotermia dan kelelahan.
“Kami mulai menghangatkan mereka, memberikan Dexamethasone, air hangat dengan elektrolit, gel energi, serta pakaian hangat dan kering,” ungkap Madison. Mereka akhirnya berhasil menurunkan ketiga pendaki ke Base Camp Yellow Valley pada sore hari sebelum hujan deras turun.
Madison juga merenungkan momen tersebut sebagai bagian dari takdir. “Saya awalnya kecewa harus membatalkan rencana di Amerika akibat ekspedisi ini lebih lama dari dugaan. Tapi mungkin Tuhan punya tujuan lain. Mungkin inilah alasan kami harus tetap berada di Base Camp pagi ini,” tulisnya.
Garrett Madison diapit Ben Jones dan Tashi Lakpa saat di Carstensz dan membantu evakuasi jenazah dua pendaki Indonesia dan 3 lainnya yang mengalami hipotermia. Foto: Instagram.
Kisah di Balik Tragedi Carstensz Pyramid
Carstensz Pyramid, dengan ketinggian 4.884 meter, dikenal sebagai salah satu jalur pendakian tersulit. Kelompok pendaki yang berjumlah 20 orang itu terdiri dari tujuh pendaki Indonesia—termasuk musisi Fiersa Besari—dan enam pendaki asing, serta lima pemandu dan dua petugas Taman Nasional Lorentz. Mereka telah menghabiskan dua hari untuk aklimatisasi dengan ketinggian sebelum memulai pendakian ke puncak Carstensz pada 28 Februari.
Profil Garrett Madison
Garrett Madison dikenal sebagai pemandu Everest dan pemimpin ekspedisi paling terkemuka di Amerika Serikat. Lahir di Seattle, Amerika Serikat, pada 3 November 1978, ia telah mendaki gunung sejak usia muda. Menurut profil LinkedIn-nya, Ia menempuh pendidikan di Western Washington University dengan gelar sarjana Bahasa dan Sastra Inggris pada 1997-2001.
Dilansir dari laman resmi Madison Mountaineering, Madison telah memandu pendakian profesional sejak 1999 di Gunung Rainier dan telah mencapai puncak Everest sebanyak 14 kali. Madison juga dikenal sebagai satu-satunya pendaki yang berhasil mendaki Everest dan Lhotse dalam waktu kurang dari 24 jam sebanyak lima kali. Ia juga memegang rekor membawa sembilan klien ke puncak dua gunung 8.000 meter dalam sehari dan memimpin lebih dari 70 klien mencapai puncak Everest.
Selain Everest, ia sukses memimpin pendakian pertama di K2, gunung paling sulit dan berbahaya di dunia. Ia mencapai puncak bersama dua klien dan tiga Sherpa pada 27 Juli 2014. Pendakian lainnya di K2 dilakukan pada 2018, 2021, 2022, dan terakhir 29 Juli 2024, dengan tim beranggotakan 18 orang. Kini, Madison secara rutin memimpin ekspedisi ke berbagai puncak dunia, termasuk Carstensz Pyramid, Aconcagua, Kilimanjaro, dan Vinson Massif.
Tak hanya seorang pendaki, Madison juga seorang produser pemenang Emmy yang sering memberikan konsultasi dalam produksi film dokumenter tentang Everest dan ekspedisi gunung. Ia turut terlibat dalam pengembangan perlengkapan pendakian, bekerja sama dengan Mountain Hardwear untuk menciptakan koleksi ekspedisi khusus.
Sebagai pemimpin ekspedisi, ia dikenal karena pendekatannya yang disiplin dan kemampuannya membuat keputusan cepat dalam kondisi ekstrem. Bukunya yang segera terbit, High-Stakes Leadership: When Your Life And The Lives Of Others Hang In The Balance, mengangkat kisah kepemimpinan dan manajemen risiko dalam situasi berbahaya.
INSTAGRAM | LINKEDIN | MADISON MOUNTAINEERING | IKHSAN RELIUBUN