Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Meskipun Yogyakarta merupakan destinasi wisata populer yang terbuka bagi segala jenis investasi, namun tak serta merta usaha yang akan beroperasi lantas bisa leluasa bergerak tanpa aturan. Seperti belakangan ramai penolakan beroperasinya sejumlah tempat hiburan malam di wilayah Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulai penolakan rencana pembangunan kelab malam di atas tanah desa Dusun Kronggahan, Trihanggo, Gamping, Sleman. Juga penolakan tempat hiburan malam di Karang Mloko, Sariharjo, Sleman yang dinilai menggangu warga karena beroperasi hingga dini hari karena lokasinya di tengah kampung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gubernur Daerah Isimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X pun merespon ramainya penolakan warga. Raja Keraton Yogyakarta itu meminta para pengelola tempat hiburan malam bisa mentaati peraturan yang berlaku dan tak asal membangun lalu beroperasi tanpa melihat kondisi sekitar. Sultan mendesak para pengelola hiburan malam patuh, salah satunya dalam mengurus dokumen perizinan.
“(Penolakan warga pada tempat hiburan malam itu terjadi) karena belum memenuhi persyaratan izin, semua kan harus kantongi izin, masak mau ilegal,” kata Sultan di Yogyakarta, Kamis 5 September 2024.
Sultan menambahkan segala macam rencana pembangunan harus memenuhi aturan yang ditetapkan pemerintah. Termasuk syarat syarat lainnya, sesuai peruntukan bangunan itu.
"Aturan pemerintah soal (tempat hiburan malam) kan sudah ada, itu saja dipenuhi. Perkara boleh atau tidak masalah lain, tapi prosedur itu semestinya dipenuhi dulu,” ujar Sultan HB X.
Untuk tempat hiburan yang baru akan dibangun di tanah kas desa Trihanggo Sleman seluas 2,5 hektar, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) Daerah Istimewa Yogyakarta telah meminta pemerintah desa setempat menghentikannya. Karena selain terbukti kelab malam itu belum mengantongi izin, pemanfaatan lahan juga tak sesuai peruntukan.
"Kami meminta pemanfaatan tanah kalurahan/desa sesuai peraturan perundangan," ujarnya Kepala Dispertaru DIY Adi Bayu Kristanto.
Dari hasil penelusuran, teridentifikasi bahwa tanah desa itu telah disetujui dimanfaatkan untuk pembangunan resto, kafe, dan kelab malam. Padahal, menurut Peraturan Gubernur DIY Nomor 24 Tahun 2024 menyatakan tanah kalurahan/desa baru bisa dipergunakan jika telah mendapatkan izin tertulis dari kasultanan atau kadipaten serta izin gubernur.