Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kampung Bugisan merupakan nama salah satu kampung di Yogyakarta yang kemudian menjadi nama jalan di sudut Kota Jogja, yakni Jalan Bugisan. Daerah ini memiliki sejarah yang cukup menarik. Bugisan berasal dari nama kesatuan prajurit di Keraton Yogyakarta yang terdiri dari orang-orang Suku Bugis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kampung Bugisan dinamakan Bugisan karena zaman dahulu wilayah ini ditempati oleh anggota prajurit atau bregada dari kesatuan bugis. Bugisan diambil dari nama Bugis, salah satu suku yang mendiami Sulawesi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prajurit Bugis awalnya adalah prajurit Keraton Surakarta yang diutus untuk mengawal Gusti Kanjeng Ratu Bendoro, putri ke-2 Hamengkubuwono I, Raja Yogyakarta. GKR Bendoro merupakan istri dari Mangkunegoro I yang hendak diceraikan dan akan dipulangkan ke orang tuanya di Yogyakarta.
Mangkunegoro I menyiapkan prajurit suku Bugis yang terkenal berani untuk mengawal perjalanan GKR Bendoro. Hal ini untuk mengantisipasi kemarahan Hamengkubuwono I.
Namun, ternyata alih-alih marah, Raja Yogyakarta tersebut menerima dengan suka cita, putrinya beserta para pengawalnya.
Sambutan baik dari sang raja Yogyakarta itu membuat para Prajurit Bugis itu merasa nyaman dan merasa dianggap oleh Hamengkubuwono beserta rakyatnya. Selang berapa lama dari kedatangannya, prajurit Bugis pun memutuskan untuk menetap di Yogyakarta.
Penguasa Yogyakarta saat itu pun menyambut baik keputusan mereka dengan memasukkannya sebagai bagian dari pasukan Keraton Yogyakarta.
Melansir dari laman Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, sebelum masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX, prajurit Bugis bertugas di Kepatihan sebagai pengawal Pepatih Dalem.
Pada masa Sri Sultan HB IX, prajurit Bugisan ditarik menjadi satu dengan prajurit Keraton. Dalam upacara Grebeg Besar dan Grebeg Maulud, mereka bertugas sebagai pengawal gunungan.
Secara filosofis, Prajurit Bugis bermakna pasukan yang kuat, seperti sejarahnya yang berasal dari Bugis, Sulawesi.
Bendera Prajurit Bugis adalah Wulan-Dadari, yang berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hitam. Di tengahnya ada lingkaran dengan warna kuning emas.
Wulan-dadari sendiri berasal dari kata wulan yang berarti bulan dan dadari yang berarti mekar. Secara filosofis, maknanya pasukan ini diharapkan selalu menerangi dalam kegelapan. Ibarat bulan di malam hari yang menerangi bumi menggantikan fungsi matahari.
Sampai sekarang, prajurit Bugisan masih dilibatkan sebagai pengawal upacara Grebeg Besar dan Grebeg Maulud yang diadakan oleh Keraton Yogyakarta. Upacara ini merupakan puncak sekaligus untuk mengakhiri perayaan Sekaten.
M. RIZQI AKBAR