Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hiburan

Suede dalam Kemasan 'Britpop'

Kelompok asal Inggris ini datang memainkan britpop, jenis musik yang pernah menjebloskan Koes Plus ke penjara.

26 Januari 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH kami artis pertama yang manggung di sini setelah ledakan bom di Bali?" Pertanyaan ini dilontarkan pemain bas kelompok Suede, Mat Osman, kepada Abdee Negara dari Slank beberapa jam sebelum naik panggung. Kisah Bali yang porak-poranda tempo hari rupanya terus menjadi bahan pertimbangan setiap artis asing yang akan memenuhi undangan tampil di Indonesia. Syukurlah kegelisahan tersebut tak sampai tercium oleh sekitar 4.000 penonton yang tumpah-ruah di Tennis Indoor Senayan, Kamis malam pekan lalu. Suede, grup musik asal London beraliran britpop, memberondongkan rentetan hit yang sudah cukup dikenal, seperti Trash, So Young, Saturday Night, dan Obsessions. Seperti umumnya musik britpop, lagu-lagu yang disuguhkan Suede menawarkan suasana kesederhanaan, baik dalam struktur nada maupun pemilihan temanya. Nuansa tersebut ditunjang oleh permainan tata lampu menawan yang mampu memberikan roh pada lagu demi lagu. Penonton seperti mendapat pelajaran berharga bagaimana menyulap "bahan baku" dari "apa adanya" menjadi kekuatan penuh pesona. Hajat promotor Java Musikindo itu tentu menjadi hiburan yang sempurna kalau saja tidak dirusak oleh tata suara yang kurang memenuhi standar kenyaman telinga. Sound engineer yang dibawa khusus oleh tim produksi Suede pun tak mampu menjinakkan akustik gedung yang memang buruk. Toh, penonton tak peduli. Mereka tetap histeris sampai di pengujung acara, yakni saat Suede memungkas penampilan lewat Beautiful Ones. Lantas makhluk apakah britpop itu? Dalam peta sejarah musik dunia, britpop sebenarnya bukan terminologi baru. Pelopornya adalah empat pemuda gondrong dari Liverpool, Inggris: The Beatles. Ketika John Lennon dan kawan-kawan hijrah ke Amerika untuk menghindari kejaran pajak yang dianggap mencekik leher, pemusik Inggris lain ramai-ramai melakukan langkah serupa, termasuk dedengkot musik psychedelic Pink Floyd dan pentolan punk rock The Sex Pistols. Gelombang inilah yang kemudian dikenal dengan istilah British invasion. Melalui kreativitas musisi generasi baru, British invasion mengalami evolusi menjadi britpop. Membanjirnya musisi Inggris tidak cuma berhasil mengobrak-abrik iklim musik di Amerika, tapi juga di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Lagu-lagu Koes Plus secara gamblang memperlihatkan bagaimana britpop merasuk pikiran generasi muda. Alhasil, Presiden Sukarno merasa perlu menjebloskan mereka ke penjara karena memandang karya-karya The Beatles lebih banyak mudaratnya. Kelompok musik Indonesia masa kini yang tertular pengaruh britpop antara lain Naif, Rumah Sakit, dan Pure Saturday. Maka akar musik britpop sebenarnya bermuara pada konsep tiga jurus yang dipopulerkan The Beatles. Progresi nada dalam setiap lagu umumnya terdengar efisien, tidak riuh oleh ornamen. Orientasi mereka lebih pada pendalaman tema dan kurang memperlihatkan kegairahan dalam eksplorasi suara. Itulah sebabnya mereka lebih berhasil secara sosial, tapi tertinggal dari segi pencapaian teknologi oleh musisi Amerika yang tampil lebih fashionable. Yang terakhir ini memang dikenal piawai dalam mengemas komoditas hiburan. Penampilan musisi britpop dikenal cuek. Ketika Pink Floyd menggelar konser Pulse yang spektakuler itu di London Earls Court pada 20 Oktober 1994, David Gilmour naik panggung hanya mengenakan kaus oblong. Perhatikan pula gaya personel Radiohead yang muncul sekenanya saat mendukung Concert for Amnesty International di Paris, 10 Desember 1998. Padahal saat itu hadir tokoh-tokoh dunia, di antaranya Dalai Lama. Karier Suede sendiri bermula pada 1988 ketika Brett Anderson dan Mat Osman memasang iklan di majalah Melody Maker untuk mencari pemain gitar. Usaha ini memancing kemunculan seorang pemusik penuh bakat bernama Bernard Butler. Justine Frischmann, pacar Brett Anderson yang juga pemain gitar, ikut bergabung. Mereka lantas mendirikan kelompok Suave and Elegant, yang belakangan ganti kulit menjadi Suede. Juni 1991, drummer Simon Gilbert datang menyusul peristiwa pemecatan atas diri Justine Frischmann. Dua tahun kemudian, tepatnya 29 Maret 1993, meluncurlah karya pertama, Suede. Sampul albumnya, yang memperlihatkan adegan dua perempuan tengah berciuman, kontan menyulut kontroversi. Apalagi, sebelumnya, salah seorang personel Suede secara terang-terangan mengaku biseksual. Tak ayal lagi, album itu pun langsung "dicekal" pemerintah Inggris. Toh, kalangan penggemarnya telanjur memandang Suede sebagai "molekul oksigen" yang siap menebar pengaruh. Mereka bahkan menyamakan album tersebut dengan Never Mind the Bollock-nya Sex Pistols yang fenomenal itu. Nama Suede mulai mendunia setelah merilis album ketiga, Coming Up, pada 2 September 1996. Tiga buah hitnya, masing-masing Beautiful Ones, Saturday Night, dan Trash, segera menempatkan mereka di barisan depan pendekar britpop generasi baru seperti Oasis, Coldplay, Travis, The Charlatans, Stones Roses, Blur, Radiohead, Manic Street Preacher, dan The Verve. Denny M.R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus